Bab 3 Mendung yang Tak Terbendung

7.9K 387 7
                                    

Naya menatap nanar kearah prosesi yang ada didepannya. Sungguh sebelumnya Naya benar -benar tidak ingin menjadi qoriah pada acara mantan yang masih ada namanya didalam hati Naya. Akan tetapi semua tersebut tidak dapat Naya wujudkan karena tante Amira tiba-tiba mengirim sebuah sms yang begitu mengintimidasi dirinya. Tante Amira seperti sengaja untuk mengejek dirinya secara terang-terangan.

"Tante harap kamu datang besok untuk mengaji. Ingat Nay jika kamu tidak datang, tante akan menagih hutang keluarga kalian. Kamu jangan pura-pura lupa, kalau bukan karena suamiku yang membantu biaya perawatan kedua orangtua mu saat kecelakaan itu terjadi, saya rasa ibumu pun akan segera menyusul ayah mu pada waktu itu"

Yaa.. karena hal itulah Naya terpaksa menghadiri dan mengaji di acara akad pria yang masih dihatinya. Namun pada akhirnya Naya lebih memilih meninggalkan proses tersebut karena tugasnya pun telah selesai.

Naya segera menghidupkan motor nya dan memutuskan untuk segera pulang kerumah nya. Kebetulan hari ini Naya telah mengajukan izin pada ibu kepala yayasan Taman Kanak-kanak tempat ia bekerja. Penglihatan nya yang sedikit buram akibat airmatanya membuat nanya segera menghapus kasar sudut matanya dengan tangannya.

Naya segera mempercepat laju motornya saat lampu lalu lintas berada pada posisi warna hijau. Namun naas sebuah mobil silver melaju kencang kearahnya, Naya yang panik segera berusaha memutar stir motor nya.

BRAKK…

"La ilaha illallah… " Naya berucap lirih sebelum ia merasa tubuhnya melayang hingga membentur sesuatu dengan begitu keras. Kedua matanya terpejam saat merasakan sakit pada seluruh tubuhnya. Naya hanya mampu mendengar teriakan seseorang yang meminta pertolongan hingga kegelapan benar-benar menghampirinya.

******
Adnan merasakan getaran di saku celananya namun karena saat ini Kak Aya dan Mas Alif sedang melakukan proses penukaran cincin membuat ia mengabaikan geteran tersebut.
Namun getaran tersebut tidak juga kunjung berhenti membuat Adnan memutuskan untuk mengangkat nya.

"Kak Heni" Adnan mengedarkan pandangan nya dan ia baru sadar kalau kakak tertua nya belum berada di masjid. Kakak tertuanya itu sekarang tinggal di Lombok mengikuti suaminya yang merupakan seorang pembisnis perhotelan. Mereka seharusnya sudah sampai malam tadi namun karena cuaca yang buruk membuat terjadinya penundaan jadwal penerbangan sehingga yang direncanakan hanya tinggal rencana.

"Assalamualaikum. Kak ?"

"Hiks.. nan.. aa.. hiks.. kakak dan mas Arya menumbur o..rang nan"

Adnan terpaku saat mendengar suara panik kakak nya. Ia segera menjauh ke luar dari masjid.

"Oke.. kakak tenang dulu. Terus kakak sekarang dimana?"

"Ka..kak.. lagi perjalanan ke rumah sakit Nan. Dia.. dia berdarah Nan. Kakak takut mas Arya akan di…"

"Oke adnan dan Pap Andi akan segera kesana. Kakak tenang ya. Assalamualaikum."

Adnan segera masuk tergesa kedalam masjid dan menghampiri Papa Andi. Adnan berbisik ditelinganya.

"Astagfirullah.. terus kakak mu gimana Nan"

"Kakak tidak apa-apa Pap tapi sepertinya orang yang Kak Heni dan Mas Arya tumburlah yang terluka parah."

"Yaudah Pap menghampiri orangtua mu dulu"

Andi segera menarik kakak dan kakak iparnya untuk sedikit menjauh dari prosesi tersebut yang untungnya tinggal memasuki acara do'a dan menjamu tamu undangan.

Saat melihat Ibunya yang tiba-tiba menangis histeris membuat Adnan segera melangkah dan memeluk pundak Ibunya.

"Kamu tenang Sekar.. insyaAllah mereka baik-baik saja. Tapi kita perlu memastikan korban nya apalagi kita harus mencegah media yang pastinya akan segera menjadikan kejadian ini sebagai santapan mereka. Kalian cukup menunggu kabar dari aku dan Adnan. Lanjutkan acara sesuai dengan rencana"

Mengikat Dengan AkadWhere stories live. Discover now