Bab 6 Ketetapan

6.9K 500 5
                                    

Sejauh mata nya memandang hanya melihat rumput hijau yang luas dan sebuah pohon yang begitu rindang. Naya menatap ragu saat melihat kakinya yang tidak menggunakan alas apapun. Namun dari kejauhan ia melihat lambaian tangan yang sepertinya meminta Naya untuk mendekat.

Akhirnya dengan perlahan kaki nya melangkah  berjalan diatas rumput yang ternyata begitu lembut. Semakin Naya mendekat semakin jelaslah lambaian tangan tersebut. Nama nya pun dipanggil dengan begitu merdu. Hingga tanpa sadar Naya berlari karena dia mengenal suara tersebut. Suara Abi yang begitu dia rindukan.

Naya tertegun saat melihat abi yang memegang tangan umi. Naya melihat keseliling nya .. dimana kursi roda umi?

"Abi.. Umi.. " Naya segera memeluk erat kedua orang tuanya. Mereka membalas erat pelukannya bahkan kecupan sayang yang dirindukannya telah didapat nya dari Abi nya.

"Abi dan Umi sayang dengan mu sayang" Ucapan abi membuat Naya melepaskan pelukannya.

"Abi.. Umi.. kita bisa tinggal bersama lagi kan? Sungguh Naya sangat rindu dengan Abi.."

Naya tertegun saat Abi dan Umi nya tak menjawab dan hanya mengelus kepalanya seraya tersenyum.

"Naya.. harus kembali sayang.."

"Naya ingin bersama kalian Umi.. Naya ingin ikut kalian."

"Belum sekarang sayang... Lihatlah kebelakang mu. Dia menunggumu nak" ucapan Abi nya membuat Naya segera menoleh kebelakang.
Seorang pria yang mengulurkan tangan nya seolah memintanya untuk menghampiri dan menyambut tangan tersebut.

"Nggak.. Naya hanya ingin bersama kalian." Naya menggeleng dan memegang tangan Umi dan Abinya.

"Belum sekarang sayang. Kembalilah kesana dan berbaktilah padanya agar kita dapat bertemu kembali di taman indah ini."

Naya kembali menoleh kebelakang dan melihat abi dan umi nya tersenyum seraya mengangguk.
Hingga pria tersebut mendekat dan kembali mengulurkan tangannya.

"Kita kembali ya.." senyum yang begitu menawan membuat Naya tanpa sadar menyambut tangan tersebut. Saat ia menoleh kembali kearah orang tuanya seketika Naya panik dan ingin melepas tangannya untuk mencari orang tuanya.
Namun tangan hangat yang menggenggam nya tak ingin melepasnya dan menarik dirinya dengan paksa. Naya menangis meraung meminta dilepaskan namun pria tersebut tetap menarik tangannya.

"Bukalah matamu.." bisikan yang begitu lembut tersebut berhasil menarik Naya kembali.

******

Adnan segera mengakhiri tilawah nya saat dia merasakan pergerakan kecil pada tangan yang sedang dia genggam. Adnan segera meletakkan mushaf nya diatas meja dan berdiri disamping istrinya.

"Bukalah matamu..." adnan berbisik ditelinga kanan Naya seraya mengelus lembut rambut Naya.

Adnan tersenyum saat mata tersebut perlahan mencoba terbuka terlihat dari gerakan kecil pada kelopak mata tersebut. Adnan segera menekan tombol yang terletak tak jauh dari ranjang Naya.

Saat mata tersebut benar-benar terbuka dan menatap sekelilingnya hingga mata tersebut berhenti pada sosok Adnan dan menatap bingung kearah Adnan. Adnan hanya tersenyum dan perlahan mengecup kedua mata Naya dengan sayang.

"Terimakasih telah membuka matamu".

Adnan segera menggeser untuk memberi ruang pada dokter untuk memeriksa Naya.

*****

Naya hanya dapat terdiam saat dokter mengarahkan cahaya ke arah matanya. Dan hanya mampu mengangguk dan menggeleng kecil saat dokter memberikan berbagai pertanyaan padanya. Entah mengapa Naya benar-benar merasa lemas. Saat dia mencoba berfikir yang Naya ingat hanyalah saat tubuhnya membentur aspal yang begitu keras dan setelah itu dia tak ingat lagi.

"Kami akan melepas alat bantu pernapasan nya ya bu. Nanti seandainya ibu merasa sesak kami akan memasang nya kembali." Naya hanya mengangguk dan suster tersebut segera melepas alat di hidungnya.

"Bagaimana dok?" Naya kembali menatap pria tersebut saat bertanya kepada dokter.

"Ibu Naya sepertinya tidak ada kendala apapun. Kondisi mata dan ingatan nya tidak mengalami masalah. Akan tetapi saya menyarankan untuk tetap dirawat disini sampai jahitan dikepala dan tubuhnya dapat dilepas lalu setelah itu kita lakukan terapi agar kedua kakinya bisa berjalan normal kembali."

"Baiklah terimakasih dok"

Dokter tersebut mengangguk dan segera meninggalkan ruangan.

Saat pria tersebut perlahan menghampirinya membuat Naya segera mengalihkan tatapannya. Hingga tangan tersebut mengelus rambut nya membuat kedua mata Naya membesar. Jilbab nya?. Sungguh Naya ingin menepis tangan tersebut tapi tangannya terasa begitu lemah.

"Jahitannya belum dilepas jadi sebaiknya kamu tidak menggunakan jilbab terlebih dahulu. Allah Maha mengetahui. Kamu mau minum?"

Naya hanya mengangguk karena memang tenggorokannya terasa begitu kering. Hingga tubuhnya kembali kaku dan menegang saat tangan itu memegang lembut belakang kepalanya lalu menata bantal dibelakang punggungnya dan membantu tubuhnya untuk duduk. Naya membuka bibirnya dan segera meminum air yang tersebut.

"Sa..saya..bi..bisa sendiri.." Naya mencegah pria tersebut yang akan kembali membantunya berbaring.

"Tidak. Kamu belum bisa sendiri." Pria tersebut kembali menyentuh tubuhnya. Sungguh Naya tidak mengenal pria yang sedang ada disampingnya saat ini.

"Nah. Sekarang kamu harus istirahat kembali."

"Anda siapa? " akhirnya pertanyaan tersebut berhasil Naya ucapkan.

"Istirahat lah.. nanti saat kamu sudah membaik aku akan menjelaskan semuanya."

Naya menggeleng dan menatap tajam pria yang ada didepan nya. Siapa pria ini? Mengapa dia dengan santai menyentuh tubuh Naya?.

"Anda siapa? Saya tidak mengenal anda!! Umiii.. Umiiii…" Naya segera berteriak memanggil Nilam.

"Umiiii…" jeritan Naya terhenti saat tangan tersebut menutup bibir Naya dengan tangan nya.

"Baiklah aku akan menjelaskan semuanya. Bisa kah kamu berjanji untuk tenang." Naya menatap mata abu-abu tersebut dan hanya mengangguk hingga tangan itu mejauh dari bibirnya.

"Kamu istriku.. aku suamimu.."

Mata Naya membesar dan tubuhnya pun bergetar.

"Belum sekarang sayang. Kembalilah kesana dan berbaktilah padanya agar kita dapat bertemu kembali di taman indah ini." Percakapan tersebut terasa begitu nyata. Abi .. umi.. ? "

Naya menatap nanar sebuah video yang diputar oleh pria tersebut. Umi nya yang terbaring lemah dengan alat-alat ditubuhnya, pria tersebut yang menyambut tangan paman Sanusi. Hingga kata Sah yang diiringi bunyi alat yang terhenti. Air mata Naya mengalir dengan begitu deras.

"Belum sekarang sayang. Kembalilah kesana dan berbaktilah padanya agar kita dapat bertemu kembali di taman indah ini."

Percakapan tersebut kembali berputar dikepalanya.

"Umi…"
"Umi…"
"Hiks.. Umi.. jangan tinggalkan Nay.."
"UMIIII.. jangan tinggalkan Naya sendiri" Naya meraung dan menjerit dengan keras.

Hingga pelukan hangat tersebut memeluk erat tubuhnya.

"Istigfar..Astagfirullah..aku disini bersamamu istriku" bisikan lembut ditelinganya.

Naya hanya mampu menangis hingga kegelapan kembali menarik dirinya.

"Maafkan kakak ku. Sebisa ku aku akan berusaha membahagiakan mu." Kecupan hangat yang kembali terasa di kening nya.

TBC

Jangan pelit tekan Bintang nya ☺

Sampai bertemu di part selanjutnya.

*****

Mengikat Dengan AkadWhere stories live. Discover now