07

2.3K 242 29
                                    

***Semoga kalian nggak bingung sama setting waktunya ya. Kadang, dua chapter bisa terjadi di hari yang sama hanya beda sudut pandang. Semoga kalian nggak pusing bacanya hehehe. Happy Reading!

.

.

.

.

.

.

MAVIN SANJAYA

Well, kami berdua, aku dan Kak Tampan,  di UKS sekarang. Aku menemukan Kak Tampan di parkiran mobil sekolah. Bersimpuh sambil terus memegangi pelipisnya. At the same time aku melihat sebuah pot yang hancur nggak jauh dari tempatnya. Of course aku jantungan! Awalnya nggak ngeh. Tapi ketika aku mendongak, melihat keatas, tepatnya ke pagar tembok beranda lantai dua, ada barisan pot yang menghilang!

Dan saat itu juga, for god’s sake! Aku sadar kalau cowok ganteng ini habis ketiban pot taneman seukuran mangkok mie ayam jago itu!

“Masih sakit, Kak?” for real, aku nggak tega melihat Kak Tampan yang terus-terusan mengernyit pusing itu. Mengingat keadaan pertama kali melihat Kak Tampan, aku beneran nggak tega. Pelipisnya luka, sedikit benjol, luckily aku bisa bawa dia ke sini dengan cepat, dan sekarang luka itu udah tertutupi kain kasa. Well, nyatanya pertemuan kami memang kebetulan. Kala itu aku habis keluar dari motokopi tugas sekolah.

“Bisa bantu berdiri, nggak?”

“Oke.” Aku membimbing Kak Tampan merubah posisi, beranjak dari rebahannya yang lumayan lama itu. Lagi-lagi cowok itu mengesah panjang. Pusing banget kali, ya? Poor my baby Tampan.

“Vin, ini teh angetnya!” akhirnya pesananku datang, teh hangat untuk Kak Tampan. Anggota PMR yang membuatkan teh ini namanya Nirmala. Temenku.

“Makasih ya, Nir!” Nirmala mengangguk. Keluar menyibak tirai penutup bilik ini. “Kak Tampan masih sakit?”

“Masih.”

“Mendingan Kak Tampan nggak usah kemana-mana dulu. Biar aku temenin.” Well, niatku memang baik. Tapi nggak menutup fakta lain kalau ini kesempatanku berduaan dengan Kak Tampan. Does it called withkesempatan dalam kesempitan”?

“Makasih buat semuanya. Tapi aku mau ditemenin orang lain aja.”

“Lah, emangnya aku bukan orang, Kak?” Hatiku mendadak tercubit. Well, there is no other name yang langsung mencuat di otakku. Siapa lagi kalo bukan si Teo sialan itu? Pasti!

Tapi Kak Tampan nggak mendengarkan ucapanku. Cowok itu tetap meraih ponselnya. Well, aku nggak bisa berbuat apapun. Membiarkan Kak Tampan mengetikkan sesuatu di ponselnya itu.

“Kalo gitu biar aku temenin sampe ada yang ganti jagain.” And yeah, akhirnya aku cuma bisa pasrah. Membiarkan cowok pujaan hatiku ini melakukan apa yang dia mau. Sampai akhirnya, aku mendapati raut aneh dari wajahnya. Semacam berkerut, diakhiri raut wajah sedikit kecewa.

“Kenapa, Kak?”

Sekilas, Kak Tampan melirik. “…nggakpapa.”

Well, aku mencium sesuatu. Wajah Kak Tampan menjelaskan semuanya. There is something that he tried to hide, but pancaran mata nggak bisa bohong!

Teo mengabaikan pesannya?

“Pokoknya aku nggak akan pergi sebelum ada yang gantiin aku. Nggak papa, Kak Tampan nyantai aja. Aku udah ijin, kok.” tukasku lembut.

“Kamu yang waktu itu, kan?”

Well, aku sedikit terkejut ketika tahu dia mengingatku. “I…ya.”

AKU DAN DIAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang