16. The Slave : encounter.

Mulai dari awal
                                    

Setelah lelah berdebat, akhirnya Sabella terpaksa menyetujuinya dan pergi menuju desa bersama Poppy.

Mereka sampai ketika hari sudah siang. Sabella mengucapkan terimakasih dan mengajak Poppy untuk singgah dan makan siang. Poppy menolak, ia bilang bahwa ia harus cepat sampai ke kota. Sabella mengiyakan lalu membiarkan Poppy pergi.

Sabella di sambut hangat oleh ayahnya. Ia mati-matian menahan tangisnya di pelukan ayahnya karna ia tidak mau membuat ayahnya curiga dan tau apa yang terjadi.

***

"Sabel, kenapa tidak ajak suami mu kesini ? Dia harus memantau pabriknya sekali-sekali."

Sabella menoleh kebelakang, ada ayahnya yang sedang berdiri tak jauh darinya. Sabella tersenyum pada ayahnya lalu menggeleng pelan. Ia sudah menyiapkan jawaban dari pertanyaan ayahnya sejak di perjalanan tadi.

Ia menarik nafas, "mas Adam sibuk, yah. Dia sering rapat akhir-akhir ini." Ucap Sabella, ia tidak sepenuhnya berbohong, Adam memang sering menghadiri pers akhir-akhir ini.

Unio hanya mengangguk. Ialu kembali melihat hamparan rumput di depannya bersama Sabella.

Mereka sedang berada di salah satu tanah kosong milik Unio. Di ujung sana terdapat pabrik milik Adam yang baru-baru ini beroprasi. Asap keluar dari cerobong bangunan megah itu.

"Ayah, Sabel rindu bunda." Ucap Sabella seraya memeluk ayahnya. Unio merangkul Sabella lalu mencium puncak kepala Sabella.

"Ayah juga." Sautnya.

Unio lalu melepaskan rangkulannya pada Sabella. Ia menatap Sabella sebentar, "ayah harus ketemu seseorang,"

"Siapa ?" Tanya Sabella.

"Yang mau beli tanah." Ucapnya lalu menepuk pundak Sabella dan pergi.

Sekarang Sabella disini. Sendiri. Menikmati sejuknya udara sore di pedesaan. Ia duduk di salah satu gazebo kecil tak jauh dari tempat ia berdiri tadi.

Ia menutup matanya, menghirup udara alami pedesaan walau sekarang sudah terpolusi asap pabrik.

Sabella menghela nafas, akhirnya setelah sebulan merasa tersiksa dan sakit ia bisa merasa tenang dan lega. Setidaknya ia jauh dari Adam, Decan, kenangan buruknya dan aman bersama ayahnya.

Walapun Decan terlihat sangat baik dengannya akhir-akhir ini tapi ia malah merasa tidak aman dan takut untuk berada disisinya setelah bagun dari pingsan di klinik tadi malam.

Ia kalut. Fikirannya kacau. Banyak hal yang kembali terngiang di kepalanya tentang Decan maupun Adam.

Ia sangat-sangat merasa tak nyaman berada di kota, berada jauh dari ayahnya. Mungkin, inilah balasan untuknya karna ia sudah membuat orang tua satu-satunya yang sangat mencintainya kecewa.

Sabella berencana tidak akan kembali ke kota untuk sementara. Setidaknya sebelum ia merasa aman di kota.

Sabella menoleh ke samping ketika mendengar suara derap langkah. Disana, tak jauh darinya ada seorang perempuan berambut panjang tengah berjalan seraya melihat hamparan rumput. Ia memakai kaca mata. Ia tersenyum ketika melihat Sabella, ada lesung di kedua pipinya ketika ia tersenyum. Sangat manis.

"Hai." Sapanya.

Sabella membalasa senyumannya. "Hai." Sautnya.

"Boleh aku duduk disini ?" Ucapnya ketika berada tepat di samping Sabella. Sabella mengangguk.

"Kamu orang sini ?" Tanya nya. Sabella lagi-lagi hanya mengangguk.

"Kamu ?" Tanya Sabella. Ia mencoba terlihat baik walau ia sedikit trauma bertemu dengan orang baru. Apalagi orang ramah seperti perempuan muda di sampingnya ini.

The Last Psycho's SlaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang