14. The Slave : her king was her hero.

Mulai dari awal
                                    

"Decan, kamu bawakan tas Sabella ke dalam." Ucap nenek.

"Gak usah nek, saya bisa sen—"

"Sebentar ya, nek." Potong Decan seraya membuka pintu mobil. Nenek mengangguk.

Decan membuka bagasi mobil mengeluarkan tas Sabella dan mengikuti Sabella masuk ke dalam pekarangan rumah Sabella.

"Terimakasih, sampai disini aja. Aku bisa bawa sendiri ke dalam." Ucap Sabella ketika mereka sampai di depan pintu utama rumah.

Decan mengangguk, ia meletakkan tas Sabella di kursi kayu di teras rumah Sabella. "Aku duluan," ucapnya.

Belum sempat ia keluar dari pagar, ia kembali berbalik. Sabella menaikkan alis, bertanya lewat bahasa tubuh.

Decan kembali berjalan mendekat. Alarm pertahanan Sabella bunyi, ia merasa dalam bahaya sekarang. Nafas Sabella menderu, ia cepat berbalik dan membuka pintu rumahnya. Tapi tiba-tiba tangannya di tarik, tubuhnya berhimpitan dengan Decan sekarang.

"Cuma mau bilang, jaga kesehatan fisik dan mental kamu. Kalau ada apa-apa kamu bisa telfon aku." Ucap Decan.

Sabella tak bergeming, ia melepaskan cekalan tangan Decan dari lengannya. Ia lalu mengangguk kaku.

"Kamu gak perlu takut, aku gak akan ngulang kejadian waktu itu." Ucapnya lalu berlalu menuju mobilnya.

Sabella menjerit dalam hati. Bagaimana ia bisa percaya omongan orang yang hampir membunuhnya ? Bagaimana ? Bisa saja ia berpura-pura baik dan akan mencoba membunuh Sabella kembali ketika Sabella sudah lengah, seperti waktu itu. Memikirkannya, Sabella bergidik. Ia lalu masuk ke dalam rumah dan menemukan rumah dalam keadaan kosong dan gelap. Adam mendengar ucapannya untuk menjauh darinya.

***

Sabella baru saja berganti pakaian ketika seseorang memicit belnya. Sabella kaget, takut-takut jika yang datang Adam. Ia mengintip lewat celah gorden. Ia hanya melihat Egi. Ia membawa buket bunga yang lumayan besar. Sabella yakin itu dari Adam.

Sabella membuka pintu sedikit ketika tak menemukan Adam saat mengintip tadi.

"Mau apa kamu ?" Tanya Sabella dengan nada yang dingin.

Egi tersenyum, ia menyerahkan buket bunga di hadapan Sabella. "Ini dari Pak Adam."

Sabella berdecih, "kamu kira saya bakalan sembuh dan maafin dia karna sebuket bunga ? Maaf, saya tidak segampang itu." Ucap Sabella dengan nada sarkastik.

"Bapak tidak maksud apa-apa, dia cuma mau kasih kamu ini. Katanya harum kamu seperti bunga ini."

Sabella menyeringai.

"Buang, saya gak akan terima itu." Ucap Sabella sebelum menutup pintu.

Tapi ia tidak dapat merapatkan pintu, sebuah kaki menahannya. Sabella menyerngit, itu bukan sepatu Egi, itu berasal dari sampingnya.

Sabella mencoba menutup pintu dan mengenyahkan kaki tersebut dari pintu tapi seseorang pemilik sepatu itu keluar dan berdiri di depan Sabella.

Sabella kaget bukan main, ternyata Adam bersembunyi. Sabella semakin kuat mencoba menutup pintu tapi Adam menerobos masuk dan memeluk Sabella.

Sabella berontak, ia memukul-mukul tubuh Adam sampai laki-laki itu meringis.

"Sabella tolong maafkan aku..."

"Brengsek ! Keparat ! Lepaskan aku bajingan !" Ucap Sabella, tapi Adam malah semakin mempererat pelukannya.

Sabella tak pantang menyerah, ia lalu mengigit pundak Adam hingga Adam berteriak kesakitan. Pelukan Adam melemah, Sabella memanfaatkan momen ini untuk lepas dari pelukan Adam dan lari.

The Last Psycho's SlaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang