Chapter 1

17.9K 591 10
                                    

Semua orang bersorak girang. Topi hitam bertoga terlempar ke atas udara. Kebahagiaan tergambar jelas di wajah para murid Bishop Ireton High School yang baru saja menerima hasil ujian mereka. Akhirnya setelah empat tahun terakhir, semua usaha yang mereka kerjakan terbayar sudah dengan nilai terbaik.

Natalie Chloe Anderson, gadis cantik yang juga salah satu lulusan terbaik dari Bishop Ireton High School kini tengah tersenyum lebar. Sesekali ia membalas jabatan tangan teman-temannya dan juga menerima ucapan selamat serta pelukan hangat. Meskipun senang namun bukan itu yang sedari tadi diharapkannya.

Mata cokelatnya menyisir tiap sudut lapangan sepakbola yang disulap menjadi tempat wisuda. Sebuah panggung berdiri megah tepat di tengah lapangan. Bleachers yang biasa ia duduki dipenuhi para orang tua. Sedangkan di depan panggung berjejer kursi-kursi dimana para siswa berada.

"Di mana dia?" bibirnya bergerak tanpa mengeluarkan suara. Ia menarik beberapa helaian rambutnya ke belakang telinga. Angin menerpa wajahnya dengan lembut. Ia masih terus mencari orang yang dia harapkan ada di sampingnya saat ini. Tiba-tiba pandangannya gelap seketika. Tidak, ia tak kehilangan kesadaran. Seseorang menutup matanya dengan tangan.

"Tebak siapa?" bisik lelaki itu tepat di telinganya. Perlahan kedua sudut bibir Natalie terangkat. Suara ini yang selama ini dirindukannya. Natalie menggenggam pergelangan tangan lelaki itu.

"Berhenti, Shawn!" Natalie mencoba melepaskan tangan tangan Shawn yang masih menutupi penglihaannya. Perasaan rindu terpupuk di dalam hatinya semenjak ujian akhir dimulai. Mereka membuat perjanjian untuk tidak berkomunikasi dan fokus pada ujian yang mereka hadapi. Cara itu pun membuahkan hasil yang memuaskan. Tak dapat Natalie bayangkan jika mereka tidak melakukan perjanjian itu, mungkin nilai Natalie tak akan sebagus ini.

Shawn terkekeh dan melepaskan kedua tangannya. Tangannya beralih terlingkar di pinggang Natalie. Membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Shawn, kedua sudut bibir Natalie terangkat.

"Aku sangat bangga padamu, Natalie!" ucap Shawn, memberikan ciuman singkat di bibir merah muda milik Natalie.

"Aku juga bangga denganmu, Shawn!" Natalie mencubit pipi Shawn gemas. Yang dicubit mengaduh kesakitan dan menjauhkan wajahnya.

Natalie baru benar-benar melepaskan cubitannya dikala melihat Lucy dan Nash berjalan mendekat. Wajah keduanya tak kalah berseri dari Natalie dan Shawn.

"Hey love bird!" sapa Lucy dengan senyuman lebar. Hanya dalam waktu sepersekian detik, Natalie berlari ke arah sahabatnya dan langsung memeluknya seerat mungkin.

"Ya Tuhan, Natalie! Selamat ya! Aku sebetulnya tidak terima karena kau lebih pintar daripada aku tapi ya sudahlah. Kau sedang hoki saja," Natalie terkekeh pelan dan memutar kedua bola matanya. Sifat Lucy masih tak berubah; melontarkan apapun perkataan yang ada di otaknya tanpa disaring terlebih dahulu.

Lucy melepaskan pelukan mereka, dan menarik tangan Natalie mendekati Nash dan Shawn yang tengah asyik berbincang.

Sama halnya dengan Lucy, Nash memberi selamat kepada Natalie dan memeluknya.

"Hey, pelukan Natalie hanya untukku!" Shawn mencoba melepaskan tangan Nash dari pundak Natalie. Bukannya melepaskan, Nash malah makin mengeratkan pelukannya. Namun karena tenaga Shawn yang lebih besar darinya, pelukan itu terlepas. Shawn langsung merangkul Natalie, dan menatap tajam kepada Nash.

"Orang pelit kuburannya sempit," gerutu Nash pelan sembari mendengus.

"Masa bodo," Shawn menjulurkan lidahnya ke Nash. Kedua gadis yang memperhatikan perkelahian mereka hanya tertawa geli.

"Omong-omong di mana si Matt?" Nash menggelarkan pandangannya ke arah kerumunan murid yang tengah berbincang dengan murid lainnya maupun keluarga mereka.

Memang setelah semuanya kembari normal, mereka -Nash, Shawn, dan Matthew- kembali berteman. Bahkan hubungan pertemanan mereka makin erat. Mereka pun sering menghabiskan waktu bersama. Kadang Natalie atau Lucy terpaksa ikut dengan mereka.

Natalie juga sudah bisa memperbaiki hubungannya dengan Matthew. Mereka pun juga dekat namun tak dekan dalam arti kata 'saling memilki'. Itu masa lalu. Kini mereka dekat sebagai teman. Natalie sudah memiliki Shawn dan ia mencintai lelaki itu dengan tulus.

"Aku tidak tahu. Mungkin dia--"

"Aku di sini, guys!" ucapan Shawn terpotong dengan kedatangan Matthew dan seorang gadis asing di belakangnya. Natalie tertegun. Matthew menggenggam erat tangan gadis bersurai pirang itu. Mata gadis itu berwarna persis seperti milik Nash. Gaun berwarna nila miliknya membentuk tubuh rampingnya.

Shawn makin mengeratkan rangkulan di pinggang Natalie. Memperhatikan tangan Matthew dan gadis itu menjadi kesibukkan Natalie sekarang. Ia tak pernah melihat gadis itu. Ribuan pertanyaan tercuat di kepalanya. Ia tak mengerti mengapa dirinya begitu penasaran dengan gadis itu.

"Matt, bisa kau perkenalkan wanita cantik--" Nash menahan erangannya ketika Lucy menyikut rusuknya dengan keras. "M-maksudku, bisa kau perkenalkan gadis yang kau bawa?"

Matthew menghindari kontak mata dengan Natalie. "Perkenalkan namanya Alice." Ia menarik nafasnya dalam-dalam sebelum melanjutkan kalimatnya yang tergantung. "Dia adalah kekasihku."

Rahang Natalie seakan jatuh dari tempatnya. Meskipun ia pernah disakiti oleh Matthew namun tiap kali ia bertemu langsung dengan Matthew, ia merasakan dadanya yang berdebar. Saat ini ia bahkan bingung haruskah ia senang karena akhirnya Matthew berhasil menemukan penggantinya atau malah sedih karena kini bukan lagi dirinya yang dicintai Matthew.

Terdengar egois memang ketika kau memiliki kekasih namun masih berharap mantanmu tetap mencintaimu.

Merasa tak nyaman dengan respon Natalie, Shawn mendengus pelan. Ia tahu butuh waktu bagi Natalie untuk melupakan Matthew sepenuhnya.

"Alice perkenalkan teman-temanku. Yang itu namanya Lucy dan yang berdiri di sebelahnya Nash. Yang tinggi itu Shawn dan yang di sebelahnya itu Natalie."

Meskipun menuturkan dengan jelas, Matthew tetap tak mau memandang Natalie ketika menyebut namanya.

"Alice, kau dari sekolah mana?" tanya Nash

"Aku dari Easton High School, tak jauh dari sini," jawab Alice, memberikan senyum terbaiknya. Manis. Satu kata itu lah yang pantas didapatkan Alice.

"Kau juga baru luluskan?" kini giliran  Lucy yang bertanya.

"Iya, baru dua hari yang lalu kami mengadakan wisuda."

"Bagaimana jika merayakan kelulusan kita?" usul Lucy dengan semangat. Matt dan Alice pun mengangguk menyetujui.

"Ku rasa itu ide yang bagus," Nash mencium singkat pipi Lucy yang membuat pipinya langsung berubah semerah tomat.

"Kalian berdua ikut kan?" lidah Natalie kelu. Ia ingin sekali menolaknya namun lidahnya seakan tak merespon.

"Tentu saja kita akan ikut," Shawn menjawabnya sebelum Natalie benar-benar menyuarakan pikirannya. Sejujurnya Natalie khawatir sesuatu yang buruk mungkin akan terjadi jika ia ikut. Ia belum siap melihat Matthew bahagia dengan wanita lain. Tatapan Shawn meyakinkannya jika semua akan baik-baik saja.

"Baiklah, kita akan bertemu besok di kafe Constant pukul lima sore," ujar Nash. Yang lain pun hanya mengangguk setuju.

Mungkin semuanya akan baik-baik saja, tak ada yang perlu dikhawatirkan, batin Natalie.

.

Sabrina Carpenter as Alice

Again | s.m✔️Where stories live. Discover now