Answer : Love Myself

69 16 11
                                    

[ Hoseok ; Answer : Love Myself ]
.
.
.

Hoseok mematut diri di depan cermin full bodynya. Pikirannya menjajak ke konversasi singkatnya dengan Namjoon kemarin.

"Hyung, tak lelah apa?"

"Hm? Lelah?"

Namjoon dan Hoseok baru saja menyelesaikan lagu mereka. Ada agensi yang menyerahkan urusan lagu comeback salah satu boygroup mereka pada duo produser terkenal itu.

"Iya. Bukan lelah fisik, hyung. Tapi, lelah mental."

Hoseok mengerut bingung. Ia tak mengerti Namjoon dan ucapannya yang penuh keambiguan.

"Memang otakku habis lari-lari, Joonie?"

Namjoon tergelak. Hyungnya satu ini memang kelewat naif.

"Bukan itu, hyung. Kemarin aku tahu ayah hyung datang. Dia memukulimu lagi, kan?"

Pandangannya berubah kosong dan Namjoon menyadari itu. Pemuda tinggi dengan lesung pipit itu tersenyum tipis, iba.

"Kuharap kau tak menyalahkan dirimu terus, hyung. Manusia memang sudah kodratnya untuk mati. Kematian ibumu dan ketidakwarasan ayahmu bukan salah hyung, oke?"

Hoseok melamun. Lebam di balik hoodie kuningnya berdenyut ngilu. Matanya berkaca-kaca walau bibirnya tersenyum begitu lebar.

"Memang kapan aku kelihatan merasa bersalah, Joonie? Lihat aku. Aku melakukan apa yang kusuka dan hidup bahagia sampai sekarang. Aku tak apa-apa."

Hoseok mencoba meyakinkan Namjoon yang bergeming. Ia menatap Hoseok gamang.

"Aku bisa lihat luka itu di matamu, hyung. Kau tak pernah benar-benar bahagia atau mencintai dirimu sendiri. Semuanya, semua yang kau lakukan dan kau tunjukkan pada orang lain itu kelihatan palsu, hyung. Kau pandai menyembunyikan dirimu sendiri," ujar Namjoon dengan nada sendu.

Ia menyayangi hyungnya satu ini selayaknya saudara kandung. Sudah bersama sejak 7 tahun membuat Namjoon tahu masa lalu Hoseok begitu baik.

Hoseok terpekur. Pandangannya kosong lagi. Lantas, pergerakannya terburu membereskan barang.

"A-aku lupa ada janji dengan Yoongi hyung. Aku duluan ya, Joonie."

Hoseok hendak berlalu saat suara berat Namjoon menyentaknya, "Lihatlah ke cermin dan sadari bahwa kau pantas untuk mencintai diri sendiri, hyung."

Hoseok tak membalas dan langsung pergi meninggalkan Namjoon yang melepas napas kasar.

"Mencintai diri sendiri, ya?"

Hoseok bertanya pada bayangannya di cermin. Tubuh tanpa atasannya kelihatan penuh dengan lebam bekas pukulan sang ayah.

"Kau kelihatan mengenaskan, pecundang."

Hoseok rasakan pipinya basah. Air matanya jatuh dengan deras. Ia kasihan pada dirinya sendiri.

"Maaf," gumamnya seolah bayangannya paham.

Hoseok mencoba tersenyum seperti yang sering ia lalukan. Dan terang saja, perkataan Namjoon benar. Dia kelihatan palsu.

"Kau menyedihkan."

Hoseok meringis. Ia lantas membawa tubuhnya berjongkok dan mendekat ke cermin.

"Aku ingin tersenyum dan bahagia dengan benar. Kau mau membantuku?" tanya Hoseok pada bayangannya sambil mengetuk-ngetuk cermin dengan telunjuk kurusnya.

Hoseok tahu setiap manusia punya kesempatan kedua. Dan dia rasa sudah waktunya ia ambil kesempatan itu untuk dirinya sendiri.

Hoseok menghapus jejak air mata yang mengering di pipi, lalu terkekeh kecil.

"Kau tahu, aku seperti orang gila karena bicara pada bayanganku sendiri. Tapi, tak apa. Mari memulai semuanya dari awal, diriku."

Hoseok tersenyum kecil. Ada binar harapan di matanya.[]

Cerita ini dibuat untuk KimNunu_1802 yang sudah berpartisipasi memberikan judul. Maaf kalau pendek ya, kak.

Thanks for being you! 💜

Xoxo,
Kacoo.

ɱɛɱɛɳtѳ. [ ɓtร ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang