BAG | 03

451K 14.7K 400
                                    

Setelah memarkirkan mobilnya, Freyya segera bergegas menuju ke kelasnya yaitu sebelas IPA tiga. Ia berjalan menyusuri koridor yang masih tampak sepi pagi ini.

Namun, ketika langkah Freyya melewati sebuah toilet pria tiba-tiba saja ada sebuah tangan besar yang menariknya masuk ke dalam, membuat Freyya sontak memekik kaget. Freyya ditarik masuk kedalam salah satu bilik toilet tersebut.

Freyya lantas melepas paksa tangan besar yang membekap mulutnya hingga tangan itu menjauh begitu saja. Ia tidak bisa melihat wajah sang pemilik tangan karena memang wajahnya yang di tutupi oleh gayung.

"Siapa lo? Berani-beraninya lo bawa gue ke sini hah?!"

Freyya menginjak kaki lelaki itu hingga membuat sang empunya sontak mengeluarkan erangan kecil.

Perlahan, lelaki itu membuka gayung yang menutupi wajahnya, dan....

"LO?!"

Mata Freyya membulat sempurna ketika mengetahui bahwa lelaki ini adalah Edsel.

"Lo ngapain bawa gue kesini hah?! Lo mau apain gue?!" Freyya terus memukuli dada bidang Edsel dengan lumayan kuat. Ia tidak perduli jika lelaki ini kesakitan.

Edsel membuang gayungnya asal. Ia segera meraih kedua tangan Freyya yang tengah sibuk memukuli dadanya kemudian menatap gadis itu intens. Sedangkan Freyya? Ia langsung saja memejamkan matanya karna tak berani menatap Edsel.

Edsel mengunci tubuh Freyya dengan tubuhnya. Saat ini kedua tangannya sudah berada di sisi bahu kanan dan kiri Freyya. Kepalanya sedikit menunduk supaya bisa leluasa menatap wajah cantik gadis itu.

Freyya gugup sekaligus takut. Ia masih memejamkan matanya. Entahlah. Bukankah selama ini dirinya berani pada Edsel?

Tubuh Freyya mendadak kaku saat merasakan hembusan nafas Edsel mengenai permukaan wajahnya. Aroma maskulin pada tubuh lelaki itu sangat tercium jelas. Mengingat, jarak antara keduanya yang kini terlihat sangat dekat.

"Tadi nya gue cuma mau minta tolong sama lo, tapi..."

Mendengar nada bisikan dari Edsel membuat Freyya sontak membuka matanya. Ia mendongakkan kepalanya guna menatap manik hazel lelaki itu.

Edsel menyunggingkan senyuman miring. Matanya mengarah pada bibir ranum milik Freyya. Bibir itu....ah! Mengapa Edsel menginginkan nya?

Perlahan tapi pasti, Edsel mulai memajukan wajahnya. Freyya diam. Entahlah. Dirinya seakan terhipnotis akan tatapan Edsel yang membuatnya diam tak berkutik.

Hidung mancung Edsel dengan hidung Freyya bersentuhan. Freyya menahan nafasnya. Demi apapun ia gugup setengah mati.

Tok! Tok! Tok!

Edsel sontak tersadar dan menjauhkan wajahnya dari wajah Freyya. Ia mengintruksi Freyya supaya diam.

"Didalam ada orang?" Tanya lelaki dari luar bilik.

"Ada, gue lagi boker!"

"Oh iya sorry, gue gatau."

Setelah mendengar derap kaki itu menjauh, Edsel kembali menatap Freyya yang masih terdiam.

"Ya'?" Edsel melambaikan tangannya didepan wajah Freyya membuat gadis itu tersadar.

"LO? Empptt-"

Edsel membekap mulut Freyya. Astaga, bagaimana jika nanti ada orang lain yang mendengar?

"Jangan berisik nanti kita bisa ketahuan!" Bisik Edsel kemudian menjauhkan tangannya.

"Kita ngapain masih disini? Lo mau macem-macem sama gue hah?!" Bisik Freyya.

"Tadinya sih iya..."

"Aw!" Edsel memegang perutnya yang berhasil mendapat cubitan dari Freyya, "Sakit oon!"

"Bodoamat! Gue mau keluar!" Freyya hendak memegang handle pintu toilet namun Edsel lebih dulu menahannya.

"Tolongin gue dulu ya, ya, ya?"

"Gak!"

"Ya', please."

"Apa cepet? Nanti keburu bel lagi!"

"Lo bawa sweater ga?"

"Buat apa?"

"Celana belakang gue--"

"sobek." Sambung nya sambil menunduk malu.

Freyya menatap Edsel tak percaya. Terlihat jelas dari raut wajah gadis itu yang tengah menahan tawa. Astaga, ada-ada saja.

"Kok bisa?"

"Gausah banyak tanya. Buruan, lo bawa gak?"

"Iya, sebentar." Freyya mulai membuka ranselnya untuk mengambil sweater miliknya disana. Setelah menemukan apa yang ia cari, ia kembali menggendong ranselnya.

"Nih."

Freyya memberikan sweater rajut merahnya kepada Edsel dan Edsel segera menerimanya.

"Thanks ya."

"Hm."

-----

Kriiiinggg!!!

Semua murid berhamburan keluar kelas setelah mendengar bel istirahat yang berbunyi.

Freyya dkk berjalan beriringan menyusuri koridor untuk menuju ke kantin. Sesampainya mereka disana mereka langsung menempati salah satu meja kantin.

"Mbak!" Panggil Lesha pada waiters kantin itu. Waiters itu menoleh pada meja yang ditempati oleh Freyya dkk dan berjalan menghampiri mereka.

"Cappucino satu, avocado juice satu, sama orange juice nya satu ya mbak." Ujar Lesha to the point. Waiters itu mengangguk dan mencatat pesanan dari Freyya dkk.

"Tunggu sebentar ya." Ujarnya, lalu bergegas menyiapkan pesanan dibelakang.

Tidak menunggu lama, akhirnya pesanan mereka pun datang. Setelah mengucapkan terima kasih pada sang waiters, waiters itu pun hanya mengangguk sambil tersenyum menanggapinya lalu kembali bergegas ke belakang.

Freyya dkk menikmati minuman mereka sambil berbincang ringan.

"Ya'!"

Freyya dkk sontak langsung menoleh ke sumber suara, dan mendapati Edsel dkk yang tengah berjalan menghampiri meja mereka. Ah, tak lupa pula dengan tangan Edsel yang membawa sebuah sweater rajut milik Freyya.

"Nih, sekali lagi thanks ya." Ujar Edsel sambil memberikan sweater tersebut pada Freyya. Freyya mengangguk, lalu menerimanya.

"Celana lo, empptt-"

Lagi dan lagi, Edsel membekap mulut Freyya. Ia membungkukkan tubuhnya kemudian memajukan wajahnya pada telinga gadis itu.

"Ini rahasia kita berdua." Bisik nya dan Freyya hanya terkekeh menanggapi.

Kedua sahabat Edsel dan Freyya dibuat bingung oleh keduanya. Mereka menerka, sebenarnya ada apa dengan mereka berdua? Seperti ada hal yang disembunyikan.

-----

Voment:)

Married A Pervert Young Man [SUDAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now