"Nyontek." Sindir Rendy disusul kekehan mengejeknya.

"Bodo!" Vania menarik kepalanya menghadap ke depan lagi.

"Kalau sudah selesai segera kumpulkan di meja!" Tutur Bu Esi sembari menepuk-nepuk meja yang ada di depannya.

Keyla menarik kertas jawabannya untuk mengerjakan soal yang belum dia jawab sebelum waktu ulangan habis, padahal Vania belum selesai menyalin jawabannya. Hal itu tak pelak membuat Vania gelapan sendiri bagaimana dia bisa menjawab soal selanjutnya. Beberapa murid sudah selesai mengerjakan soal ulangan lalu mengumpulkan soal beserta kertas jawaban ke meja depan Bu Esi.

Vania menatap nanar kertas jawabannya sendiri yang masih banyak yang belum dia kerjakan.
Keyla beranjak dari duduknya. Dia menatap kertas jawabannya sendiri dengan bibirnya tertarik membentuk senyum tipis kemudian dia berjalan mengumpulkan pekerjaannya. Vania berdecak kesal. Berani-beraninya Keyla mengumpulkan tanpa menunggu Vania selesai menyalin jawabannya.

"Dasar Keyla pelit! Bakhil! Kikir! Medit!" Dumel Vania.

Rendy menendang kursi Vania sampai membuat punggung Vania terdorong maju. Vania menoleh ke belakang. "Apa?"

"Mau nyontek jawaban gue nggak?" Tawar Rendy seraya menaik turunkan alisnya dan tersenyum tipis.

"Tumben baik amat. Pasti ada maunya."

"Nggak."

Rendy membuka lembar jawabanya lebar-lebar. "Yaudah kalo nggak mau."
Rendy beranjak dari duduknya lalu mengumpulkan jawabannya. Vania mengeraskan rahang.

"Nggak niat banget sih nawarin contekannya! Coba aja kalau nawarin satu kali ya pasti gue mau!"

---000---

Setelah selesai mengumpulkan ulangan Vania mencari Rendy untuk menanyakan kenapa dia menawarinya untuk mencontek hasil pekerjaannya karena dia yakin ada sesesutu yang Rendy mau. Pandangan Vania menyapu seluruh sudut lapangan, mana tau dia melihat Rendy sedang bermain sepak bola, namun tidak ada batang hidungnya sama sekali.

"Lo liat Upil nggak?"

"Liat"

"Di mana?"

"Di idung gua banyak nih."

Vania berdecak, " Maksut gue Rendy. Lo liat Rendy nggak?"

"Nggak."

Vania heran di mana Rendy berada sekarang karena sudah ada beberapa siswa yang dia tanyai tapi tidak ada yang tau keberadaannya. Tatapan Vania terhenti pada sosok seseorang yang sedari sedari tadi dia cari. Namun ada hal yang tidak ingin dia lihat, Rendy sedang bersama dengan Reynan. Haruskah Vania menemui Rendy sekarang sementara luka di hatinya belum kering pasca makian Reynan saat istirahat pertama tadi?

Rendy berdiri dengan punggungnya yang dia sandarkan di pilar koridor, matanya menatap tajam, dia nampak sedang membicarakan hal yang penting dengan sang Ketos. Vania bahkan tidak ingin menyebut nama ketua OSISnya. Terlalu menyakitkan. Namun Vania akhirnya memilih menemui Rendy ketika tiba-tiba telapak tangan Rendy mengepal di udara hendak melayangkan pukulan pada Reynan.

Vania menarik bahu Rendy hingga Rendy mmenatapnya.

CEPLEK!

Rendy memegangi pipi kanannya. Satu tamparan keras baru saja dilayangkan Vania pada pipi Rendy. Beberapa murid yang berlalu lalang di koridor menjadikan itu tontonan, Reynan bahkan menatap Vania dengan sorot mata terkejut.

"Kenapa lo nampar gue?"

"Harusnya gue yang nanya lo kenapa mau mukul Reynan?!" Sentak Vania.

"Dia udah ngrendahin lo dan sekarang lo masih ngebelain dia?!" Rendy terkekeh karena tidak habis pikir dengan jalan pikiran Vania.

Tenggorokan Vania tercekat, dia menatap Reynan tajam, lalu menatap Rendy.

"Lo nggak punya hak buat ikut campur urusan gue Ren."

Rendy menggangguk kaku kemudian berlalu pergi. Murid-murid di koridor menatap Rendy dengan tatapan tidak enak. Air mata Vania menggantung.

Vania menatap Reynan dengan mata berkaca-kaca. "Gue cuma mau bilang, kalo gue nggak akan ganggu hidup lo lagi Rey..." Ucapnya dengan suara parau. "Dan satu lagi, gue bukan-cewek-murahan."

Seteah mengatakan itu Vania berjalan pergi namun pergelangan tangannya dicekal Reynan. Vania berhenti tanpa menoleh ke arah Reynan, begitupun Reynan yang tidak peduli dengan tatapan mata lawab bicaranya.

"Bagus." Reynan diam sejenak. Reynan mengeraskan rahang, "Jangan sampe tangan lo nampar adek gua lagi. Kalo sampe gue tahu, gue patahin tangan lo."

Kedua alis Vania bertaut "Adek?"

Vania menoleh namun Reynan sudah pergi meninggalkannya hingga yang bisa dia lihat hanyalah punggung Reynan yang semakin menjauh.

"Rendy Argya Tores adiknya Reynan Fernando Tores?" Vania terkekeh "Jelas-jelas nama marga mereka sama, kenapa gue nggak sadar?"

Rendy dan Reynan Adik kakak? Vania tidak pernah menduganya. Mengingat mereka berdua sangat bertolak belakang. Bagai langit dan bumi. Lihat saja style mereka yang perbedaannya mencapai 360 derajat. Reynan selalu berpenampilan layaknya orang berada kebanyakan, dia ke sekolah selalu mengendarai mobil jaguar putih yang harganya setara dengan puluhan ekor sapi, tidak hanya itu barang-barang yang dikenakannya pun trendi dan juga tidak ketinggalan jaman. Sedangkan Rendy sangat berbeda sekali dengan Reynan. Rendy selalu ke sekolah dengan mengendarai motor tua keluaran tahun sembilan puluhan, motor astrea.

'Reynan dan Rendy dulu brojolnya lewat lubang yang sama kah?'

---000---

Vania mencolek lengan Rendy. Rendy hanya menaikan alinya tanpa mempermasalahkan kejailan Vania kali ini. Saat Vania membuka mulut untuk mulai bicara, Rendy memalingkan tatapannya ke ponsel.

"Kenapa nggak bilang kalau lo adiknya Reynan?" Tanya Vania tanpa peduli kalau Rendy tidak ingin bicara padanya.

Sepertinya di SMA Sakar juga tidak ada murid yang tahu kalau Rendy adalah adiknya Reynan. Kalau mereka semua tahu si Rendy adalah adiknya Reynan pasti Rendy juga sudah ketularan populer. Tapi nyatanya sampai sekarang tidak.

"Upil gue nanya sama lo jawab dong!"

Rendy melirik Vania sinis "Bodo!"

Brak!

Vania membanting buku paket yang ada di atas meja Rendy karena geram dengan tingkah Rendy yang semakin menyebalkan. Rendy menyumpal headset di kupingnya. Cara penolakan yang halus dan tegas kalau dia menolak bicara pada Vania.

Rendy melepas satu headset  yang menyumpal kupingnya. "Gue marah sama lo." Ucapnya datar lalu kembali menyumpalkan headset di kupingnya.

---000---

Bel pulang sekolah berdering keras. Semua murid berhamburan keluar kelas, tidak sabar untuk pulang.

Vania menceritakan semua kejadian yang terjadi antara dia, Rendy dan Reynan selama istirahat tadi. Keyla bilang kalau Vania harus meminta maaf pada Rendy karena dia sudah bersikap keterlaluan dengan melayangkan tamparan ke Rendy. Kalau Vania pikir-pikir Keyla memang benar, tidak seharusnya dia menampar Rendy dan mempermalukan Rendy seperti itu.

Sekarang Vania merasa bersalah karena telah menampar seseorang yang mencoba melindungi harga dirinya dan membela seorang cowok berhati batu, dimana jelas-jelas ketos itu telah merendahkannya dengan mengataiku cewek murahan.

Vania menunggu Rendy selesai memberesi semua barangnya. Saat Rendy melewati kursinya Vania menahan pergelangan tangan Rendy.

"Apa?" Tanya Rendy dengan tatapan sinis.

"Maaf."

"Basi!" Rendy menepis tangan Vania lalu kembali berjalan. Ditatapnya punggung Rendy yang mulai menjauh hingga akhirnya menghilang di balik pintu.

---000---

CRUSH ✔️Where stories live. Discover now