"Kak, dia nangis! Dia keluar!" Seru kaka kegirangan. "Asik, berhasil! Ash, kita berhasil!"

"Sama kecoa aja takut—" muka si jelek tiba tiba pucat, ketika sadar kecoa kali ini ada di tangannya.

Setelahnya ketebak, dia teriak.

Temannya juga ikut teriak.

Kenapa jadi gini, dah.

"Lu diem diem, ntar ketauan!" Desis gue. Duh, punya adek goblok bener.

"Geli!" Ia bergidik. "Aku mau keluar dari sini! Ayo, ash—"

"Loh, ash? Kak, Ash kayaknya pingsan deh, gara gara kecoa."

Ampun.

"Cipratin air, coba. Aneh aneh aja lu bedua." Decak gue, meski gue sebenernya pengen ketawa juga. Perasaan gue pas masih kecil gak segini ribetnya.

"Eh, dia bangun lagi. Kamu pingsan sebentar doang sih, Ash?"

Bodo anjay.

"Yaudah, buru, keluar." Perintah gue, daripada mereka kasak kusuk lagi. "Ntar ketauan lu."

"Cal,"

Gue menoleh lagi; luke masih ada disana.

"Apaan, sih? Lu mau apa?" Decak gue, yang mau marah tapi masih ada rasa gak tega, dikit.

Semua orang tau, luke baik; tapi kadang itu yang bikin gue kesel.

Am i the only bad guy in this scenario?

Orang jahat gak cuma satu, kali.

"I wanna see her." Bisiknya, berusaha mati matian untuk duduk tegak menatap gue. "Please?"

"Dia," gue berdiri, menghampiri luke yang kini masih pada posisinya. "Bukan,"

"—kaka." Senyum gue gak niat, lantas mematikan handphone gue didepan matanya. "Case closed."

"Gue panggil jack dulu." Sergah gue, yang kali ini keluar tanpa responnya atas ujaran gua barusan.

Oke, gini; sebenernya, siapa salah siapa?

I know, i was wrong. Gue salah udah kasar sama dia, udah keras. Tapi orang berubah, kan? Masa gue selamanya jadi orang jahat?

Dan ketika gue berubah, gue mau adek gue jadi milik gue sendiri—luke udah terlalu lama sama Kaka. Egois? Gak juga.

"Adek lo." Gue menyalakan rokok, lantas duduk satu meter didepan jack.

"Cal—"

"Gua caw dulu, rapat PI." Sergah gue, lantas melenggang pergi, meninggalkan jack sendiri.

Wkwk, PI apaan gila, ikut kepanitiaan aja kaga.

***

"Cal!"

Gue menoleh; Jack ngapain, woy, disini?

"Sori ganggu." Ia terengah. "Gua mau ngomong, dong, bentar."

Gue menaikkan satu alis, isyarat bingung kenapa dia bisa bisanya ada disini.

"Please," tukasnya, kali ini duduk di bangku koridor. Asli, mukanya jack mirip banget dosen gue yang ngasih nilai 0 terus gak nerima perbaikan. "—bentar aja. Lo mau rapat, ya?"

"Udah selese." Bohong gue, yang padahal gak ngapa ngapain selain jadi benalu di kampus. "Mau ngomong apaan lagi, sih?"

Ia mengernyit.
"Bukannya daritadi lu cuma duduk dikantin?"

Gue balik mengernyit.
"Lu ngintilin gua?"

"Uh, gak sengaja..." Ia menggaruk kepalanya. "Gua nunggu waktu yang pas."

Yah, ketauan deh gua apatis.

"Pokoknya sori!" Tukasnya. "Asli, gue gak ada niatan mau ngintilin lo dari awal!"

"Lu mau ngomong apaan lagi, sih?" Dongkol gue, yang kenapa mereka ga bisa 'yaudah' aja, gitu masalah kaka. Toh kaka juga kesana kan pada akhirnya karena mereka?

"Lo kalo mau marah, sama gue aja." Ujarnya. "Please, sama gue aja, jangan sama lewi."

"—lewi gak tau apa apa, cal. Dan oke, gue akuin, yang bikin dia pergi itu gua. Lu liat kan, malem itu dia kabur karena siapa?"

"—lo boleh marah semarah marahnya sama gua, tapi lewi jangan ikut bikin lo marah juga; dia gak tau apa apa, cal."

"He just..." Jack berhenti. "He just wanted to see his sister."

"His sister?" Tawa gue, gak niat tentu saja. "Gak salah lu?"

"Okay, your sister." Sergahnya lagi. "Just... please. I'll do whatever you wanted me to do, i promise."

"Serius?" Gue berjalan kearahnya, membuatnya mengangguk perlahan.

"Do me a favor," gue mendekat ke telinganya, hendak berbisik. "—stay away from her."

"Cal—"

"Get the hell out, jack." Geleng gua. "Gua ada kelas lagi abis ini."

"Cal, please."

Gue melenggang pergi begitu aja; masa bodo dia mau gimana.

All I am is a man,

I want the world in my hands.

Begitu kata nbhd; luke udah dapet semuanya dari dulu, kenapa gue nggak?

Kenapa gue harus memberikan kepunyaan gue ke orang lain?

No,

— i won't.

Kakak • lrhWhere stories live. Discover now