"Kamu ..., punya banyak teman, yah," sahutku, menyuarakan apa yang ada di pikiranku.
Benang merahnya muncul lagi, karena kami memang hanya diam sedaritadi. Kali ini benang merahnya terlihat sangat normal, tidak lagi melintang ke atas. Mungkin karena kami berada di ruangan tertutup. Namun, berada di dalam ruangan justru membuatku dapat melihat apa yang salah dengan benang Tyara.
"Tidak, temanku hanya satu di sekolah," balasnya.
Benang merah Tyara terlihat lebih gelap daripada yang biasa kulihat. Atau hanya perasaanku saja? Andai saja ada benang merah lain yang muncul di sana, aku pasti akan menggunakannya untuk membandingkannya dengan jelas, tapi aku tetap yakin kalau itu memang berwarna merah gelap.
"Lebih baik daripada tidak ada, kan?" Aku tidak pernah tahu bagaimana cara menghibur orang lain, tetapi aku akan menyuarakan apa yang kupikirkan.
Tyara hanya menatapku diam, tidak membalas perkataanku.
"Sekarang, kita teman, kan?" tanyaku ragu. "Kalau kamu punya masalah, jangan sungkan bercerita kepadaku, yah."
Tyara langsung tersenyum, "Iya, kamu juga," balasnya.
Kuperiksa lagi benang merahnya. Warnanya tetap sama, tidak ada yang berubah. Aku benar-benar berharap tidak ada hal buruk apapun yang terjadi dengan Tyara. Maksudku, dia adalah orang yang baik.
Pertunjukan drama dimulai dan drama yang kami saksikan adalah Snow White. Gadis yang memainkan Snow White sangat berbakat, menurutku. Tyara sepertinya juga berpikir demikian, buktinya dia terus tersenyum di sepanjang cerita. Bahkan saat Snow White itu melakukan improvisasi karena ada anak kecil yang tiba-tiba naik ke panggung untuk menghentikannya memakan apel beracun. Itu mengundang tawa dari penonton.
"Snow White-nya ramah," gumamku.
Tyara hanya mengangguk sebagai jawaban. Matanya tetap membinar-binar saat melihat pertunjukan drama. Sepertinya, Tyara senang karena bisa menontonnya.
*
Ada banyak hal yang kami lakukan selain menonton pertunjukan drama. Tyara juga mengajakku berkeliling melihat-lihat sekolahnya. Itu pertama kalinya ada yang mengajakku berkeliling selain Mama, itu membuatku agak senang.
Kuperhatikan Tyara yang membantu teman-temannya untuk beres-beres. Beberapa saat kemudian, dia berlari menghampiriku dengan buru-buru.
"Maaf membuatmu menunggu," katanya dengan nada menyesal.
Kugelengkan kepalaku pelan, "Tidak masalah, aku senang berada di sini."
Kami berjalan keluar dari gerbang dan sama-sama berjalan sampai ke halte. Aku tahu kalau Tyara akan menunggu di sana, karena dia memang pulang dengan bus.
"Menunggu bus?"
Tadinya aku berpikir untuk pulang lebih dulu, tetapi melihat waktu yang sudah menunjukkan pukul lima sore, kupikir aku harus langsung mampir ke rumah sakit. Jadi, aku menganggukan kepala.
"Atau menunggu pacarmu itu?" tanya Tyara sambil tersenyum geli.
Pacar?
Kukerutkan keningku, berpikir sebentar tentang siapa yang dibicarakan Tyara. Lalu, aku teringat bahwa Tyara dan tiga orang lainnya pernah melihat Arlan Pratama menjemputku dari halte. Mungkin itu?
Aku langsung salah tingkah, "Ti-dak. Kami hanya tetangga."
Aku tidak sengaja mengigit lidahku sendiri. Aneh, padahal aku sedang tidak berbohong.
Tyara memperhatikanku selama beberapa saat, menganggukan kepala, lalu akhirnya kembali terdiam. Itu membuat keadaan menjadi sangat canggung, karena sepertinya Tyara tidak mempercayaiku.
Daripada terjebak dalam keheningan panjang yang tidak akan selesai sampai bus datang, lebih baik aku menanyakan hal yang membuatku penasaran.
"Ka-kamu kelas berapa?" tanyaku. Sepertinya suaraku terlalu pelan.
"Sembilan. Kalau kamu?" Tyara bertanya balik.
"Sama."
Bus berwarna merah datang setelah beberapa menit. Kami sama-sama naik. Ada beberapa obrolan yang kami bicarakan, semuanya seputar apa yang kami lakukan tadi. Aku senang bisa mempunyai teman seumuran. Kami mungkin bisa mendiskusikan tugas dan latihan soal untuk UN nanti, tetapi aku teringat kata-kata Rania. Dia bilang membahas soal sangatlah membosankan. Karena tidak ingin membuat Tyara bosan, jadilah aku tidak membahas hal yang ingin kubahas.
Obrolan kami terhenti karena kami sudah sampai di halte perbehentiannya.
"Aku turun dulu, ya," pamitnya sambil tersenyum. "Sampai jumpa lagi."
Aku membalas perkataannya, "Iya, sampai jumpa lagi."
Tyara pun turun dari bus. Namun begitu kakinya menapak di tangga, dia berhenti selama beberapa saat, lalu mendongak ke atas. Aku ikut mendongak untuk memperhatikan apa yang sebenarnya sedang dilihat oleh Tyara, tetapi yang kudapati hanyalah langit senja.
Jantungku berdebar kencang saat aku menyadari hal itu.
Ujung benang merah Tyara.
Ujungnya ... berhenti tepat di atas kepala Tyara. Kosong.
Tyara tiba-tiba menoleh ke arahku. Di sana, aku baru bisa melihat ekspresi wajahnya, karena sebelumnya dia berdiri membelakangiku.
Ekspresinya juga terkejut. Sama sepertiku.
Kuangkat tanganku dan melambaikannya dengan agak kepayahan. Aku juga berusaha tersenyum untuk menutupi kegugupan yang menghampiri. Semoga saja Tyara tidak menyadari kejanggalanku.
Selanjutnya, bus pelan-pelan mulai bergerak menjauhi Tyara. Aku tidak melepaskan pandanganku dari Tyara yang berdiri di halte seorang diri. Pelan-pelan benang merahnya menghilang karena tidak ada komunikasi di antara kami.
Benang merahnya memudar, meninggalkanku dalam kebingungan yang sangat dalam.
Dan karena hal mengenai benang merah adalah hal yang sulit untuk dipercaya, rasanya aku juga tidak bisa bertanya pada Tyara. Ada kemungkinan besar bahwa Tyara tidak tahu apapun mengenai hal itu. Jangan-jangan, jika aku bertanya, Tyara malah menganggapku sebagai orang aneh.
Dalam perjalanan menuju halte rumah sakit, aku tidak bisa berhenti berpikir tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan benang merah Tyara.
***TBC***
23 Juni 2019, Sabtu
Cindyana's Note
Paus kenapa update tengah malam? KARENA MENDADAK PENGIN UPDATE :'
Hayoloh yang bingung sama apa yang terjadi sama Tyara, boleh baca Air Train yaaa. Siapa tau lupaaa #kode biar kalian baca ulang Air Train /lol
Ini 2300 kata lainnya :D
Tenang, nanti Arlan bakal muncul lagi hehehe. Kalian bisa baca ulang Air Train dan Red String, sambil analisis atau siap-siap buat dikodein sama paus setelah ini, karena setelah chapter ini, kode-kode akan bertebaran seperti meses.
<3 <3
Cindyana
YOU ARE READING
LFS 2 - Red String [END]
Fantasy[Little Fantasy Secret 2] Alenna mungkin terlihat seperti anak SMP kebanyakan, kecuali satu hal yang membuatnya istimewa; Alenna bisa melihat benang merah takdir. Namun Alenna tidak menganggapnya sebagai anugerah yang berarti. Mendapat peringkat per...
The Twenty Fifth Thread - "Lie is Something Continual"
Start from the beginning
![LFS 2 - Red String [END]](https://img.wattpad.com/cover/167548547-64-k308475.jpg)