Aku merasa pandanganku mulai berkunang-kunang menatap bibir merah sensual itu menyemburkan kata-kata. Untungnya, otakku masih waras. Masih bisa mencerna informasi dan menangkap intinya: Stella membantah si pengemudi sedan hitam itu dirinya, tapi penyelamatku benar Sky Lee (atau Aidan, jangan abaikan kemungkinan ini). Sky Lee dikejar pembunuh bayaran. Codename: the Lark.

Si pembunuh sudah beberapa kali salah sasaran. Termasuk Aidan? Dan sekarang, Sky Lee tetap diburu untuk menuntaskan misi?

Atau sebetulnya, the Lark berhasil menyasar Sky Lee, tapi belakangan tahu ada kembarannya yang bisa menyulitkan. Maka sekarang ia mengejar Aidan.

Pelayan datang lagi melengkapi hidangan, entah apa saja, aku tidak peduli. Jantungku sedang bekerja terlalu keras. Keringat dingin melembapkan telapak tanganku. Kusadari sekarang, si hoodie hitam tidak terang-terangan muncul di dekat Kei, River, dan aku, bahkan mencoba menghentikan kami menyelidik, karena ia tidak mau kami terseret bahaya. Tipikal Aidan ... dan Sky Lee ....

"Siapa nama asli Sky Lee?" tanyaku, begitu saja.

Gerakan Stella terhenti. Menatapku beberapa detik dengan intens. Aku membalas pandangannya tanpa ragu. Wajar saja aku ingin tahu nama penyelamatku.

Stella tersenyum. "Sayang sekali, Sweety, that's classified. Begitu kamu tahu, nyawamu akan terancam. Fara dan aparat kepolisian di sini juga tidak kuberitahu."

Aku mengangguk. Mulai makan sambil berpikir lagi. Kukira, Stella sudah tahu Sky Lee punya kembaran. Foto pemuda yang disembunyikannya benar Sky Lee yang mirip Aidan. Aku tidak berhalusinasi. Bukan tanpa alasan Stella mencermati berkas kasus Aidan di Satres Narkoba. Tapi ia menyembunyikan fakta. Malah mengarang deskripsi palsu Sky Lee. Kenapa?

"Rhea, habiskan ini." Stella mendorong salah satu hidangan ke dekatku. "Kamu harus makan banyak. Jangan takut gemuk. Aku saja pengin gemuk, susah. Bakat dari lahir, kurus begini."

Aku berhenti menyuap, tertegun. Tergelitik tepatnya. Jadi, jemari wanita gemuk yang menulis "Sky Lee, Whr R U?" pada brosur SPF bukan Stella? Lalu siapa? Dari caranya menulis, emosinya, pasti orang yang berkepentingan dengan Sky Lee. Harusnya Stella kenal. Brosur itu ada di tangan si gemuk sebelum dipegang Stella dan diberikan kepada Tante Fang. Mungkin dia atasan atau mitra kerja Stella? "Dari SPF, apakah ada agen lain yang mencari Sky Lee? Your boss or a partner, maybe?" tanyaku.

Stella tertawa. "Sudah kubilang, it's just me, no partner. My boss? He is busy with other high profile cases."

Bosnya cowok. Stella tidak punya partner. Jadi, siapa si jemari gemuk? Aku penasaran. Tapi Stella jelas menyembunyikan banyak hal dan berbohong, apa yang bisa dipercaya darinya? Andalkan Clair saja. Kusentuh tangan Stella di atas meja untuk menyadap informasi lagi. Stella terkejut, langsung menarik tangannya. Ah, jenis orang yang tidak nyaman dengan kedekatan personal.

"Kenapa? Kamu khawatir aku tidak sanggup? Karena sampai hari ini, Sky Lee masih berkeliaran?" Stella menaikkan alis. Nadanya kurang ramah. Pasti mengira aku memberinya simpati. "Jangan khawatir. Markas besar selalu membantuku dengan informasi. Data satelit lokasi, pemakaian telepon seluler, kartu kredit, transaksi perbankan, internet. Sky Lee tidak bisa selamanya menghindari itu. Ia tinggal memilih, lari padaku atau menghadapi the Lark."

Aku menggigit bibir. Be safe ... Aidan, Sky Lee. Please, be safe.

Tante Fang berdeham. "Rhea berhak khawatir, karena kalian muncul di sekitar sekolahnya. Bayangkan, pembunuh bayaran!"

Stella menghela napas. "Ya, kamu benar. Maaf. Aku harus segera membawa Sky Lee pulang sebelum terjadi apa-apa di sini. Jangan khawatir, Rhea. Akan kupastikan sekolahmu kembali aman."

"Pastikan saja the Lark tidak berbuat macam-macam di sini. Sekali lagi dia berani mengusik Rhea, akan kuburu dia! Jadi burung panggang pun sudah keenakan!" Tante Fang menancapkan garpu pada steaknya. Ya, jangankan Lark yang mirip pipit, kalaupun kode namanya nasar, alap-alap, atau elang, kukira tidak ada pengaruhnya buat Tante Fang. Gerakan dan kata-katanya tenang, tapi aku yakin Stella bisa menangkap keseriusan dalam ancamannya.

Stella hanya mengangguk.

Aku selesai lebih dulu. Sudah pukul 21.15. Dua wanita di depanku masih makan sambil membicarakan topik-topik ringan. Kalau begini terus, aku tidak bakal mendapatkan informasi yang benar. Aku harus berimprovisasi. Stella tidak membawa tasnya. Berarti ada di kamarnya. Hmm ... aku bisa leluasa menggeratak selama Tante Fang menahannya di sini. Tinggal memberi isyarat pada Tante Fang untuk membuka jalan. Mari kita coba. Aku membayangkan River menguap 19 kali. Berhasil! Aku tertular. "Uhh, maaf. Aku ngantuk banget. Kurang tidur karena banyak tugas. Aku kangen kamarku."

Tante Fang memandangku dengan kening berkerut. "Aku masih lama di sini. Kamu bisa pulang sendiri?"

Aku mengangguk. Memandang keduanya berganti-ganti, minta dimaklumi.

Tante Fang berdiri. "Tunggu sebentar. Aku minta resepsionis panggilkan taksi."

Sepeninggal Tante Fang, aku menguap lagi secara beruntun. Stella tertawa. "Bagaimana kalau kamu menginap saja di sini, aku sewakan kamar?"

Aku menyeringai. "Oh, enggak usah. Aku pulang saja, besok harus ke sekolah pagi-pagi."

Stella mengangguk, dan tiba-tiba seperti teringat sesuatu. "Hei, Rhea, terus terang, aku masih penasaran, kenapa Sky Lee mengambil risiko untuk menyelamatkanmu? Mungkinkah kalian saling kenal?"

"What?" Aku sungguhan tercengang.

Stella mengibaskan tangan. "Cuma pemikiran. Sky Lee mengambil risiko untuk Susan Cho, karena gadis itu sahabatnya sejak kecil."

"Jadi, aku juga sahabat Sky Lee sejak kecil, gitu? Sahabat yang sama sekali enggak tahu namanya?" Aku tertawa. Mudah sekali menanggap ide itu menggelikan. Karena memang menggelikan. Sky Lee tumbuh besar di Singapura. Ditambah wajah kartun dari deskripsi Stella. Aku cekikikan sendiri.

Stella tertawa. "Pemikiran bodoh ya. Lupakan saja. Tapi sungguh loh, aku sempat berpikir Sky Lee punya kloning di Indonesia, dan kloningnya itu kenal kamu. Atau malah jadi pacarmu. Silly me." Stella geleng-geleng sendiri, lalu tertawa lagi. Tapi kata-katanya sama sekali tidak bodoh. Ia memasang perangkap, menunggu aku lengah, selagi Tante Fang tidak ada. Dan sekarang ia mengamati ekspresiku.


--- lanjut part c ya ----

Jangan lupa vomment loh ya. Vitamin itu buat lanjut nanti.

CLAIR [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now