Rasanya seperti mimpi, tapi terlalu seram kalau ini adalah mimpi karena didalamnya terdapat Haidar dan Sierrin.
Omong-omong aku tak melihat mereka berdua. Aku mengedarkan pandanganku mencari batang hidung kedua temanku itu.
"Nyari Haidar sama Sierrin yah? Mereka lagi beli makan." ucap Arrayan sambil memainkan ponselnya.
Arrayan ini sepertinya punya kekuatan membaca pikiran orang. Padahal aku belum berbicara sama sekali.
"Keliatan dari ekspresi lu yang bingung itu" ucap Arrayan lagi, kini ia berbicara sambil menatapku.
"Kok mereka gapamit sama aku?" aku berkata dengan lirih.
"Aku?" Arrayan menatapku bingung.
"Kenapa? Kok kamu kaget gitu?"
"Kamu? Lu ngomongnya pake Aku - kamu?" wajah Arrayan terlihat semakin bingung.
Pasti dia terkejut aku menggunakan percakapan 'aku - kamu'. Aku sudah terbiasa menggunakan 'aku - kamu' jadi merasa aneh kalau menggunakan 'lo - gue' ke orang lain.
"Aku emang pas ngomong sama orang pake 'aku - kamu', udah terbiasa dari kecil. Jadi susah ngerubahnya, hehehe" ucapku sambil tersenyum lebar.
"Oh gitu, yaudah. Mungkin dia gapamit karena udah pamitan sama aku." ucap Arrayan lalu bermain dengan ponselnya lagi.
Aku hanya mengangguk singkat, lalu menyenderkan badanku di sofa rumah Haidar.
Aku akan mencatat dalam sejarah hidupku, akhirnya aku bisa sedekat dan berbicara langsung dengan Arrayan.
Aku akan menghilangkan list ketakutanku nomor 3. Tatapan Arrayan memang membuatku seperti orang jantungan, tapi aku suka sensasinya.
"Lagi melamun yah? Kok kayaknya hening banget rumah ini." tanya Arrayan padaku.
"Habisnya aku bingung mau ngapain sekarang."
"Yaudah sini deketan" Arrayan menepuk tempat disampingnya karena jarakku dan Arrayan memang tak terlalu dekat, ada space untuk satu orang bisa duduk diantara kami.
"Hah?" aku mematung setelah mendengar Arrayan berkata seperti itu.
"Iya deketan sini, ngapain jauh-jauhan. Kayak musuhan tau ngga."
Arrayan mengalihkan pandangannya dari ponselnya saat aku tak menjawab kata-katanya dan tak mendekat kearahnya. Setelahnya aku bisa melihat Arrayan menghela nafas pelan.
Tapi terjadi sesuatu yang tak terduga. Tiba-tiba listrik di rumah Haidar mati. Sepertinya ada pemadaman listrik bergilir.
Itu membuatku melompat mendekati Arrayan. Bahkan tanpa sadar aku mencengkram sebuah kain yang ada di sofa karena aku benar-benar takut gelap.
"Arrayan disebelahku kan?" ucapku lirih.
"Siapa lagi memangnya?" benar ini memang Arrayan karena ia menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan lagi.
Aku benar-benar takut, aku tak bisa melihat apapun dikegelapan ini. Aku takut kalau misalnya ada psycopath yang tiba-tiba masuk ke rumah Haidar, bagaimana nasib dan masa depanku nantinya?
Badanku bahkan sudah bergetar sekarang. Hal-hal buruk terus menghantui otakku. Aku jadi semakin mencengkram kain yang ada di sofa.
"Kenapa cengkram jaket aku gitu banget? Takut?"
"Aku gelap takut, aku gasuka di tempat gelap. Aku. . . aku" aku bahkan tak bisa melanjutkan kata-kata yang ada dipikiranku.
Pikiranku jadi kacau balau akibat hal hal negatif yang aku pikirkan. Aku jadi tak bisa memilah dan mengeluarkan kata-kata dengan benar.
Lalu kejadian yang tak pernah kusangka terjadi dalam hidupku, Arrayan memelukku. Ia memelukku dengan erat seakan berkata bahwa ia akan ada terus disampingku. Menemaniku agar tak takut lagi. Bahkan ia menenangkanku dengan berkata seperti. . .
"Nggapapa, kan ada aku disini. Jangan takut yah."
Atau
"Kamu aman sama aku disini."
Atau
"Aku disamping kamu terus sampai lampunya nyala kok."
Entah dengan kekuatan apa, tapi rasa takutku berangsur berkurang. Walaupun aku masih takut, tapi tidak setakut sebelumnya. Tubuhku berangsur-angsur tenang dan tak bergetar lagi.
Aku memejamkan mataku berharap pemadaman listrik ini cepat selesai. Hingga rasanya aku benar-benar mengantuk dan akan terjun kedunia mimpi, sayangnya. . .
"Tidur yah?" ucap Arrayan tiba tiba.
"Hng? Belum kok." aku berkata dengan suara yang serak.
"Kayaknya udah mau tidur yah? Malah dibangunin, hahaha." Arrayan tertawa dengan canggung.
"Ngga kok, nanti aku diomelin sama pemilik rumah kalau ketiduran disini." ucapku lalu terkekeh membayangkan muka garang Haidar.
Setelahnya hening diantara kami, hingga listrik dirumah Haidar menyala. Selang 15 detik kemudian, pintu utama rumah Haidar terbuka. Lalu setelahnya aku mendengar teriakan Sierrin yang menyakitkan telinga.
"ARRAYAN! KYARA! BARU KITA TINGGAL SEBENTAR BUAT BELI MAKANAN AJA UDAH PELUK PELUKAN GITU!"
"Enak yah Samudra, malah cudlean dirumah orang?'
Dan saat itu aku baru sadar. Arrayan mengganti kosa katanya menjadi 'aku - kamu' padaku.
Arrayan menjadi sangat lembut.
Juga aku masih ada dipelukkan hangat seorang Arrayan.
"Kalau berharap sekarang, terlalu cepat ngga?"
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.