Bagian 27

8.6K 1.2K 746
                                    

Dedarah
Bagian 27

a novel by Andhyrama

www.andhyrama.com// IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama//FB: Andhyrama// Ask.fm: @andhyrama

○●○

Mana yang menurut kalian lebih penting dari hal-hal berikut?

a. Menjaga harga diri atau menjaga lingkungan.

b. Banyak prestasi atau banyak teman?

c. Punya citra yang baik atau menyembunyikan aib orang lain?

Mana yang lebih kalian inginkan dari hal-hal berikut?

a. Tidak dapat ditembus peluru atau tidak pernah meleset saat menembak

b. Teman kerja baik dan asik tapi gaji kecil atau gaji besar tapi kurang cocok dengan rekan kerja?

c. Tidak pernah kehabisan semangat atau tidak pernah kehabisan uang?

Jam berapa kalian membaca cerita ini?

○●○

"Ba-bagaimana, kau bisa ke sini?" tanyaku yang benar-benar kaget.

"Aku melihat sepedamu," jawab Hani yang tampak santai.

Aku mengangguk, itu memang mungkin. Hani suka bermain di hutan. Melihat sepedaku ada di hutan, pasti menariknya untuk menelusuri hutan lebih jauh. Namun, kemampuannya yang segera menemukanmu sangatlah tidak bisa dipercaya.

"Kenapa kau malah main ke hutan? Kau tidak pulang?" tanyaku.

"Tidak ada yang peduli denganku di rumah," kata dia yang kemudian berjalan ke depanku, seperti mengambil alih pimpinan. "Kau mencari rumahnya?"

"Ru-rumah ...?" Kenapa dia bisa tahu?

"Ada rumah di dalam hutan, tetapi tidak semua orang bisa menemukannya," kata dia yang kemudian mengangkat kepalanya ke atas. "Ini malam yang bagus, akan aku antar kau ke sana."

"Ha-Hani, tidak perlu," ujarku yang tidak digubris olehnya, dia justru bejalan lebih jauh di depanku.

Mungkin Hani hanya berniat membantu, tetapi aku tidak bisa percaya seratus persen padanya. Dia masih di daftar hitam. Namun, mengetahui fakta jika Darma bahkan tidak menggubris Hani sebagai terduga, aku merasa bahwa Hani tidak punya motif apa pun untuk menjadi pelaku.

Seingatku, dulu—sebelum dia menjadi semakin aneh, Hani termasuk anak yang manis dan ceria. Penampilannya tidak seperti sekarang, rambutnya dulu rapi dan wajahnya selalu segar. Namun, dia memang tetap aneh dari dulu karena selalu memilih duduk sendiri di belakang. Keanehannya juga bukan hanya itu, dia suka bicara sendiri dan tertawa-tawa sendiri. Seingatku dia sempat punya teman dari kelas lain, di kelasku dia agak dijauhi karena keanehannya itu. Walau begitu, semua orang mengabaikannya akhir-akhir ini, padahal dulu dia masih sesekali disapa. Bahkan, dulu Hendra masih mempromosikan perangkonya pada Hani, sekarang tidak lagi.

"Rema, kenapa kau lambat sekali?" tanyanya menoleh padaku.

"I-iya," jawabku yang kemudian melangkah lebih cepat dan berjalan di belakangnya.

"Matikan saja senternya, hutan ini tidak begitu gelap saat bulan purnama," sarannya yang kemudian aku ikuti.

Aku mematikan senter di tanganku. Memang benar apa yang dia katakan, cahaya bulan membantu menerangi jalan setapak ini. Kurasa jalan ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Batu-batu yang disusun di jalan ini beberapa sudah ditumbuhi lumut. Aku harus ekstra hati-hati agar tidak terpeleset.

Dedarah 「END」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang