Seperti magnet, gadis itu memang selalu bisa menarik tubuh Elang untuk mendekatinya.
Dan Elang hanya bisa menyipitkan matanya saat ia  melihat gadis itu menuliskan persamaan integral dan menuliskan tahap pengerjaannya, ia mengajarkan anak disampingnya matematika tanpa menjelaskannya, dan anak itu mengerti.

Mulut Elang tanpa sadar terbuka ketika ia merasa kagum dengan gadis didepannya. "Dia emang bisu, tapi bukan berarti dia itu bodoh, dia pinter banget anaknya" Tika tiba - tiba bersuara disamping Elang membuat Elang menatap gadis itu dengan kesal.

"Kapan gue bilang dia bodoh!" Elang menunjuk kearah wajah orang yang sedang mereka bicarakan.

"Tadi mulut lo kebuka" Tika mengangkat bahunya.

"Gue kagum" Elang memutar bola matanya "betewe elo berdua pengurus disini ya?" Elang menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Bukan, kita cuman ngebantu kalau ada waktu" Tika melambaikan tangannya pada anak - anak diujung ruangan, anak - anak yang sepertinya sedang sibuk menggambar. "Kita berdua bekas anak panti disini, tapi karena kita udah tua kita harus ngurus diri sendiri kan" Tika tersenyum kearah Elang.

"Elo berdua udah kerja?" Elang tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya karena dua orang ini ia kira berada dikisaran umur yang sama dengannya.

"Dia guru sekolah luar biasa, dan gue punya cafe" Tika tersenyum "kalo elo mau dateng, dateng aja cafe gue deket kampus lo kok"

"Ngapain gue dikampus malam - malam, emang gue Zandar" Elang menggeleng - gelengkan kepalanya.

"Ya siapa tau" Tika tertawa.

"Umur lo berdua berapa? Kok gue ngerasa lo berdua enggak setua itu" Elang menggaruk kepalanya.

"Kita berdua lahir tahun 2000, gue dapet modal dari donatur gue dari kecil, dan dia ngajar sambil kuliah, toh kuliah dia di gratisin donaturnya" Tika memberikan penjelasan yang sekarang terdengar lebih masuk akal ditelinga Elang.

"Dia kuliah jurusan?" Elang menunjuk orang yang ternyata sudah selesai mengajar didepannya, dan orang itu menatapnya dengan ekspresi kebingungan.

"Guru sekolah luar biasa" jawab Tika dan hanya diangguki Elang.

Elang mengerjapkan matanya saat gadis didepannya bertanya sesuatu kepada Tika dengan bahasa isyarat, dan dijawab Tika dengan gelengan.

"Lo ngerti bahasa isyarat?" Tanya Elang yang menyadari kalau ia sama sekali tidak mengerti alur pembicaraan mereka.

"Iya kan kita dari kecil bareng, sekarang juga kita satu rumah" Tika berdiri dari duduknya  saat gadis didepan Elang memberikan isyarat sesuatu yang Elang sudah pasti tidak tau "gue sama dia mau ngurusin baju anak - anak dulu ya, dadah"

Tika dan temannya itu tersenyum saat berpapasan dengan Zandar dan juga Alvin. Dan sekarnag kedua pemuda itulah yang mendatangi Elang.

"Jadi gimana konsepnya?" Tanya Zandar pada Alvin, dan hanya dijawab Alvin dengan bahu terangkat.

"Elo bisa main bola bareng anak panti, trus ngajarin mereka matematika, menggambar, dan ngasih mereka baju dan buku baru" sahut Elang sembarangan sambil memainkan ponselnya, ia tidak benar - benar serius memberikan saran.

"Dilarang sama urusan uang" Zandar menggelengkan kepalanya "tapi ide lo bagus juga" Zandar berdiri dan mengacak-acak rambut Elang.

"Gimana kalau ditambah kelas mewarnai? Semacam mewarnai kaos gitu" Alvin memberikan saran kembali.

"Kan gue bilang dilarang sama dosen gue make duit" Zandar bersedekap.

"Beli catnya gak mahal kok" Elang bersuara membuat Zandar mendelik kesal kearah mereka. "Dan kaosnya bisa aja berasal dari donatur, nanti gue tanyain tika apa ada donasi kaos yang cocok" Elang berdiri dan berjalan pergi.

"Kemana?" Tanya Zandar kebingungan, hari memang sudah tidak hujan lagi tapi kenapa Elang ingin pergi dengan cepat.

"Mau nyelametin tuan putri lo" Elang menutup kepalanya dengan tudung Hoodienya dan berlari menuju stasiun.

Elang tidak berniat memesan ojek online karena ia pada dasarnya memang ingin terlambat.


.....



Elang memasuki sebuah cafe yang nampaknya sedang hits dikalangan anak muda jika melihat keadaan dimana semua kursi nyaris dipenuhi oleh anak muda, pemuda itu yakin dengan sangat kalau Hani saat ia sedang sakit kepala. Dengan cepat ia duduk disamping Hani yang sedang memegang kepalanya dan menatap orang yang mengajaknya kemari dengan ekspresi datar.

"Gue Anna dan ini teman gue Isti" Anna bersuara lebih dulu karena Elang hanya menatapnya dengan ekspresi datar.

"Elo maunya ketemu gue kan, gausah nyeret ini koala dong" Elang meletakkan tangannya diatas kepala Hani "kalo pacarnya tau elo merlakuin Hani kayak gini, gue yakin elo bakal dia habisin"

Anna tersenyum senang dengan kalimat peringatan Elang, ia mengira Elang mengkhawatirkannya "gue Anna yang ngechat elo tadi pagi, enggak ganggu kan?" Tanya Anna dengan sumringah.

"Ganggu banget" jawaban Elang membuat tiga gadis disekitarnya menatapnya dengan ekspresi terkejut tidak terkecuali Hani "jam tiga pagi? Pagi sih memang, tapi enggak sepagi itu juga kali ngirim pesan trus diurungkan, ganggu banget dan ngerusak mood gue banget" Elang berdiri dari duduknya.

"Elo mau kemana?" Tanya Anna panik melihat Elang berdiri.

"Pulang" sahut Elang datar dan menepuk bahu Hani, "yuk Han"

"Tapi elo belum mesen apapun" Isti mencoba membantu Anna.

"Gausah" Elang menarik tangan Hani agar gadis itu berdiri, "kasirnya mana? Gue yang bayar apa yang kalian makan" Elang mengedarkan pandangannya dan menarik Hani menuju kasir.

Saat udah sampai dikasir pemuda itu menunjuk kearah Anna dan Isti dan ia nampak benar - benar membayar makanan kedua gadis itu.

"Elo nyerah aja deh, dia dingin banget" Isti bergumam pelan saat melihat Elang membawa Hani keluar dari cafe.

"Tapi dia bertanggung jawab, buktinya dia ngebayarin pesenan kita, gak sedikit loh pesenan kita" Annat tersenyum senang.

"Lo udah buta kayaknya" Isti menggelengkan kepalanya.

SILENT (Introvert Sequel)Where stories live. Discover now