Permainan yang kami lakukan sangat sederhana. Mereka menyebutnya permainan memanggil presiden. Dan permainan ini sangat intens, menurut pendapatku.
Permainan ini mengandalkan nomor absensi paralel. Arlan Pratama adalah presiden satu dan kebetulan aku adalah presiden dua. Nomor absen paralelku memang nomor dua--sama persis dengan nomor ujian ketika pertama kali aku mendaftar di sekolah.
Permainannya cukup sederhana; jika gelarnya terpanggil, maka yang dipanggil harus segera menyebut gelar orang lain.
Kebetulan selama permainan, presiden satu terus berulang kali dipanggil oleh presiden-presiden lainnya. Butuh waktu agak lama untuk menumbangkan presiden satu, karena Arlan Pratama benar-benar ahli dalam permainan fokus semacam ini.
Rania yang duduk di sampingku terbahak, "Mereka sengaja biar Arlan kalah."
Aku menaikkan alis, "Kenapa begitu?"
"Kan dia ulang tahun hari ini."
Hal yang masih terus kupertanyakan sejak tadi; mengapa orang yang berulang tahun malah diperlakukan dengan buruk?
"Baiklah, hukumannya akan diberikan soal," kata Bu Farah, salah satu guru yang mengordinasikan permainan.
"Lah, kalau hanya soal matematika, Arlan pasti bisa jawab, dong," protes salah satu murid tidak terima. Setelah kuperhatikan, dia yang daritadi meminta agar semuanya menyebut 'presiden satu' dan sepertinya sangat puas karena presiden satu telah lengser.
"Justru karena ini Arlan, Ibu kasihnya soal yang spesial," ucap Bu Farah dengan bangga.
Mendadak semua orang yang mengelilingi api unggun menjadi sangat antusias. Aku juga mulai bertanya-tanya soal apa yang akan diberikan oleh Bu Farah.
"Arlan, siap sama soalnya?"
Arlan Pratama menjawab dengan begitu sombongnya, "Soal-nya yang siap sama saya."
Kerumunan lingkaran itu malah tertawa seolah kata-kata Arlan Pratama sangat lucu.
"Haha, baiklah, baiklah. Pertanyaannya ... Kalau kamu menjadi raja, siapa teman seangkatanmu yang akan kamu angkat untuk mendampingimu dalam memimpin dan apa alasannya?" Pertanyaan itu dibacakan dan orang-orang ini mendadak menggila dan heboh, memaksa Arlan Pratama untuk menjawab secepatnya.
"Buruan dijawab tuh, Lan!" tuntut orang-orang yang duduk di sekelilingnya sambil terbahak.
Arlan Pratama berpikir selama beberapa saat, sebelum akhirnya membuka mulut dan sukses membuat keheningan tercipta tanpa perlu ada insiden meminta mereka diam untuk yang kedua kalinya.
"Kalau aku menjadi raja, aku akan angkat Alenna untuk jadi penasihat kerajaanku, karena dia sangat kritis dan bijak. Dengan begitu kerajaanku pasti akan tetap berjaya."
Hening.
Maksudku, benar-benar hening selama lima detik.
Bu Farah memberikan tepukan tangan untuk menghancurkan keheningan itu, "Wah, memang keputusan yang bijak, ya."
Yang lain pun mau tak mau juga ikut bertepuk tangan, walaupun wajah mereka kini menatapku dengan tatapan heran. Sementara aku, tidak tahu harus bereaksi seperti apa, sampai-sampai membuatku hanya menjadi batu.
YOU ARE READING
LFS 2 - Red String [END]
Fantasy[Little Fantasy Secret 2] Alenna mungkin terlihat seperti anak SMP kebanyakan, kecuali satu hal yang membuatnya istimewa; Alenna bisa melihat benang merah takdir. Namun Alenna tidak menganggapnya sebagai anugerah yang berarti. Mendapat peringkat per...
The Twenty Third Thread - "Your Voice is Something Hypnotizing"
Start from the beginning
![LFS 2 - Red String [END]](https://img.wattpad.com/cover/167548547-64-k308475.jpg)