Aku bisa melihat Arlan Pratama mengerutkan kening, tetapi saat aku menatap ke arahnya, dia langsung menaikkan sebelah alisnya ke arahku.
"Eh? Mau memberitahu apa?" tanya laki-laki itu sambil mengelus tengkuknya.
"Uhm, kamu masih ingat pelajaran fisika tentang energi?" tanyaku.
Anak laki-laki itu tidak menjawab. Dia malah mengerutkan kening dan menatap ke arah Arlan Pratama.
"Kenapa? Itu pelajaran kelas delapan, lho," balas Arlan Pratama.
Aku masih fokus melihat kelingkingnya. Benangnya masih hitam. Itu artinya aku harus menghentikan ini.
"Intinya, di sana poin utamanya adalah soal kecepatan, tinggi dan massa benda. Jadi, coba bayangkan kalau berat badan Arlan--"
"Beratku 46kg," potong Arlan Pratama.
"Dan kalian melemparnya ke air dengan gerakan mengayun dengan kecepatan estimasi 3 meter per second di air dengan ketinggian yang dangkal dan penuh bebatuan besar. Coba bayangkan seberapa bahayanya itu."
Anak laki-laki itu mengerjapkan matanya bingung, "Uhm ... Kalau begitu aku kasih tahu ke mereka saja kalau itu berbahaya."
Saat anak laki-laki itu naik, Arlan Pratama benar-benar tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tertawa. "Hebat, dia sampai terdiam."
Aku ingin marah karena Arlan Pratama malah menertawakanku, tetapi aku juga merasa lega karena kelingkingnya kini diikat oleh benang merah lagi. Kuperhatikan ada batu yang lumayan besar di dasar sungai, membuatku menghela napas lega.
Kalau aku tidak menghentikannya, mungkin ...
"Untung nggak kedengaran sama Pak Naufal, kalau enggak nanti dia bakal hubungin lagi sama teori Newton dari episode satu sampai terakhir," sahut Arlan Pratama sambil menahan senyumnya.
"A-aku hanya mengantisipasi, oke? Di sini memang banyak batu-batu besar yang tajam."
"Kamu perhatian sekali, sih," ucap Arlan Pratama sambil tertawa.
"Tentu saja. Kita kan tetanggaan," balasku apa adanya. "Sudah dulu, ya, aku mau naik dulu. Kamu jangan kelamaan di air."
"Siap, Tetangga," balas Arlan Pratama yang membuatku menatapnya datar.
Aku akhirnya kembali ke Rania dan kawan-kawan. Rupanya mereka memperhatikan kami sedaritadi, tetapi sepertinya tidak bisa mendengar obrolan kami selain seruan "Tunggu"-ku.
"Kamu ngomong apaan sama Fajar sampai mukanya pucat pasi begitu?" tanya Rania.
Aku memalingkan muka, "Tidak ngomongin apa-apa, kok."
*
Senja berlalu setelah kami semua mengumpulkan kayu bakar untuk keperluan api unggun. Jadwal untuk malam ini memang untuk membuat api unggun dan bermain permainan yang masih belum diketahui oleh kami.
Kami sudah berganti pakaian dengan pakaian panjang yang lebih hangat. Acara makan-makan juga berlangsung lancar, walaupun aku tidak makan sekenyangnya untuk malam ini.
VOUS LISEZ
LFS 2 - Red String [END]
Fantasy[Little Fantasy Secret 2] Alenna mungkin terlihat seperti anak SMP kebanyakan, kecuali satu hal yang membuatnya istimewa; Alenna bisa melihat benang merah takdir. Namun Alenna tidak menganggapnya sebagai anugerah yang berarti. Mendapat peringkat per...
The Twenty Third Thread - "Your Voice is Something Hypnotizing"
Depuis le début
![LFS 2 - Red String [END]](https://img.wattpad.com/cover/167548547-64-k308475.jpg)