Part 5

16.7K 1.1K 11
                                    

Memastikan jika Ana tertidur dengan nyaman di atas tempat tidur  merupakan prioritas Ryou sekarang ini, berharap Ana masih akan tertidur sampai pesawat pribadinya tiba ke Jepang. Bayangan Ana terbangun kemudian memberontak dalam pesawat hingga semua kru mendengar ocehan yang keluar dari mulut manis ini terlintas di pikiran Ryou yang kala ini tengah memilih helai rambut Ana, membuat pria itu tersenyum geli. Sebenarnya mustahil jika Ana bangun karena cairan bius yang Ryou suntikkan beberapa jam yang lalu dipastikan akan bertahan cukup lama.

Namun kenyataan tidak seperti ekspetasi semula karena nyatanya Ryou melihat kelopak mata Ana berkedut hingga belum sampai seperkian detik Ana terbangun dari tidur.

"Aku dimana?" dahi Ana mengeryitkan tatkala melihat keadaan sekeliling yang begitu asing. Kemudian gadis itu menoleh pada Ryou yang berbaring di sisinya.

"Kau--kenapa bisa ada disini?" Ana menyapukan pandangan ke sekeliling, kemudian dia mulai tersadar bahwa Ana benar-benar berada di tempat asing bersama orang asing pula.

"Aku dimana?" tanya Ana sekali lagi.

"Pesawat"

"Pesawat? Bagaimana bisa aku--" bibirnya terkatup disaat secara bersamaan Ryou mengecup cepat bibir Ana.

Argh, gairah yang dimiliki pria itu selalu saja memuncak dikala bersama dengan Ana. Rasanya ingin sekali Ryou melumat bibir Ana, membuat bibir tipis milik gadis itu membengkak.

Ana menutup mulut, mata bernetra coklat miliknya menatap tajam kearah Ryou, "Sialan, jangan lagi melakukannya tanpa izinku terlebih dahulu."

Sebenarnya apa yang terjadi pada Ana hingga dia bisa berada disini. Tentu saja otak Ana masih sangat sehat untuk mengingat jika dia sebelumnya tengah mengerjakan naskah di kamar tidur dan mungkin karena terlalu lelah dia jatuh tertidur di atas meja.

Jangan-jangan? Ana melototkan mata dikala mengetahui apa yang terjadi sebenarnya. Si brengsek yang tengah tersenyum manis dihadapan Ana ini telah menculiknya.

"To--tolong, tolong... Aku diculik, siapapun bantu aku," teriak Ana berusaha mencari pertolongan. Membayangkan jika dia akan berakhir sebagai dagangan di pasar manusia langsung membuat wajah Ana memucat seketika.

"Kau mau minta tolong ke siapa? Penumpang pesawat ini adalah para anggota yakuza, termasuk aku." Ryou menangkup wajah Ana yang terlihat ketakutan, "Kurasa kau sudah mengetahui siapa aku dari Rose."

Ana menggelengkan kepala tanpa menghilangkan raut ketakutannya,"Kumohon, lepaskan. Aku tidak ingin dijual."

"Dijual?"

"Kau akan menjualku atau lebih parahnya lagi akan membunuhku. Sungguh, aku masih ingin hidup."lirih Ana, dia menatap wajah Ryou penuh nanar, "Aku ingin pulang." rengek Ana bagai bocah yang tengah meminta permen.

Luar biasa, Ryou ingin sekali tertawa sekarang.

"Kita akan pulang," pandangan Ryou tertuju pada kancing piyama Ana yang terbuka hingga membuat kerah piyama tersebut mengendur, menampakkan bahu Ana dengan jelas.

Dengan gerakan pelan tangan Ryou turun mengelus sekitar bahu milik gadis itu, "Pulang ke rumah barumu." lanjut Ryou.

Sontak Ana memundurkan tubuhnya dari Ryou, kaki gadis itu langsung melangkah menuju jendela yang hanya menampakkan pemandangan langit.

"Kau ingin membawaku kemana?"

"Jepang, tempat seharusnya kita bersama."

Ana merasakan tangan Ryou melingkar di perutnya diikuti dengan hembusan nafas yang terasa di permukaan lehernya, "Aku harus kembali ke Jepang karena ada masalah disana,"

"Aku tidak perlu ikut denganmu," Ana berteriak kemudian berbalik menatap Ryou,"Lagipula aku ini siapa hingga harus ikut denganmu pergi?"

"Ingin mengetahui sebuah fakta?"

Ana terdiam tidak berniat untuk menjawab, membiarkan Ryou berinisiatif untuk menjawab pertanyaan yang pria itu lontarkan sendiri.

"Kau berhasil memikatku sejak pandangan pertama."

Wait, dahi Ana sukses berkerut. Jangan katakan jika pria yang ada dihadapannya ini sedang menyatakan cinta padanya. Demi kerang ajaib, ketakutan Ana semakin bertambah dikala Ryou hanya diam sembari menunggu balasan darinya.

Ayolah, dia tidak bisa menjawab secepat ini. Menerima pernyataan cinta seorang pemimpin Yakuza menjadi hal paling konyol yang akan dia lakukan jika dunia ini tamat sekalipun.

"Maaf, sepertinya kau harus mencari wanita lain. Aku sebenarnya-- kau tau, tidak mudah seorang perempuan menerima cinta dari--" sukses ucapan yang sudah Ana rangkai di otaknya buyar ketika Ryou memotong ucapannya.

"Kau menganggap jika aku sedang menyatakan cinta?"

Ana mengangguk, "Kau tertarik denganku kan?"

Bibir Ryou berkedut siap untuk tertawa lepas. Namun ditahan karena melihat Ana masih menatap kearah Ryou dengan pandangan mengisyaratkan bahwa gadis itu penasaran

"Aku tidak jatuh cinta padamu, Ana. Kau berbeda dari gadis yang lain yang terus saja mengincar uang dan tampangku" tangan Ryou tergerak menyentuh helai rambut Ana, "Kau ingin tau yang lebih buruknya lagi?"

"Apa?"

Oh tidak, mulutnya. Ana benar-benar tidak bisa mengontrol rasa penasaran yang hingga di dirinya.

"Aku pernah hampir tertusuk pisau ketika sedang berciuman dengan seorang gadis."

"Aku turut berduka dengan kesialanmu," Ana menepuk bahu Ryou perlahan, "Kau pasti sangat brengsek hingga membuatnya berniat untuk membunuhmu."

"Semua gadis yang hendak membunuhku adalah mata-mata dari organisasi yang menjadi rivalku," wajah Ryou semakin mendekat hingga kini dahi mereka bersentuhan, lucunya lagi karena rasa penasaran Ana atau memang gadis ini mulai menikmati kedekatan mereka, Ana tidak berusaha menjauhkan diri.

"Semua? Jadi bukan hanya satu?"

"Tidak, aku merasa seperti zombie yang terus saja terbunuh dan hidup kembali."

"Ya, kau memang seperti zombie," Ana menyentuh kantung mata Ryou, mengelus daerah tersebut perlahan,"Kau terlihat sangat tidak sehat, tidurmu teratur bukan?"

"Seharusnya aku mengatakan hal tersebut padamu, Ana."

Dia mengedipkan mata beberapa kali, kenyataan memang Ana sendiri memiliki kantung mata yang sedikit menghitam tidak bisa dia pungkiri. Hal ini akibat deadline yang dia kejar.

Sedangkan Ryou, munculnya area hitam di bawah mata pria itu tentu saja karena alasan tertentu. Mungkin saja pria itu tidak cukup tidur karena sibuk membunuh orang, ataupun menaklukan pertemuan rahasia pada malam hari ketika orang-orang sedang tidur.

"Aku butuh dekapanmu untuk tidur, Ana."

"Kau bisa mencari orang lain."

"Kau ingin aku terbunuh lagi?"

"Kau melupakan jika aku juga membencimu? Bisa saja aku membunuhmu ketika sedang terlelap."

"Kau tidak akan sanggup, karena kau terdidik bukan untuk membunuh."

The DominantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang