"Tapi, lomba apa?" tanyaku.
"Menebak. Kita akan sampai di tujuan jam berapa?"
Aku mengerutkan kening, mulai berpikir. Jika jarak dari sini ke tempat tujuan adalah--
"Nggak perlu sampai nyari tahu jarak tempu, kecepatan rata-rata, ya. Rumus matematika memang benar, tapi nggak terlalu efektif kalau estimasimu tidak berjalan semulus itu. Gimana kalau ada macet? Atau mogok? Atau--"
"A-aku nggak sampai kepikiran ke situ, kok!" sanggahku sambil melipat kedua tanganku.
"Oh? Jadi kamu tebak jam berapa?" tanyanya.
Kumantapkan jawabanku setelah berpikir selama beberapa saat. "Jam 8?"
Arlan Pratama tertawa kecil, "Kalau begitu aku ambil jam 9."
Aku memperhatikan orang-orang yang datang. Masih belum terlalu ramai walaupun waktu keberangkatan tinggal lima belas menit dari jadwal.
Sepertinya akan agak lambat dari jadwal.
"Uhm, nggak jadi. Aku ambil jam setengah sembilan, deh," sahutku buru-buru.
Arlan Pratama hanya tertawa tanpa mengatakan apa-apa.
*
Kami sampai di tujuan kami pada pukul 8.43 dan menurut perhitungan manualnya, tebakanku yang paling mendekati. Kalau waktunya lebih terlambat 3 menit, Arlan Pratama yang akan menang. Aku akan kalah kalau saja aku tidak mengganti jawabanku tadi.
Di bus, semuanya sangat semangat. Mereka bercerita tentang banyak hal, bahkan ada yang menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Aku tidak tahu siapa yang berulang tahun karena aku tidak peduli.
Aku memilih duduk paling depan yang dekat dengan guru-guru. Mereka membahas hal penting yang lebih menyenangkan daripada topik orang yang berbicara di belakangku. Aku bukan menguping, tapi merekalah yang berbicara dengan volume yang keras.
Sepanjang jalan, mereka terus memekik, "Lihat deh, lihat! Dia keren banget." dan bagiku itu sudah menjelaskan semuanya. Kebetulan mereka bisa satu bus dengan orang yang mereka sukai.
Tadi, aku duduk sendirian. Tidak ada yang ingin duduk dekat guru. Arlan Pratama awalnya mengajakku bergabung dengan teman-temannya, tapi aku tahu bahwa kelas 8-2 adalah kelas yang berisik. Hanya itu yang aku tahu, setiap lewat di kelas mereka. Tadi dia juga ingin mengantarku ke Rania dan kawan-kawan, tapi kutolak karena pada akhirnya kubilang kalau aku sedang mengantuk dan tidak ingin diganggu. Arlan Pratama percaya begitu saja.
Tempat yang kami datangi saat ini adalah tempat yang populer untuk didatangi sebagai destinasi study tour.
Air terjun.
Sebenarnya aku lebih suka menyebutnya berkemah, karena kami akan tidur di tenda besar yang digolongkan berdasarkan kelas dan gender. Namun karena kami harus mengobservasi beberapa hal di sana, kurasa namanya bukan berkemah.
Kami memulai semuanya dengan sarapan. Kotak bekalku dan Arlan Pratama memiliki model yang sama, tetapi dengan warna yang berbeda. Beruntung kami duduk agak jauh dan tidak ada yang perlu menyadari bahwa kotak bekal dan makanan kami mirip persis.
YOU ARE READING
LFS 2 - Red String [END]
Fantasy[Little Fantasy Secret 2] Alenna mungkin terlihat seperti anak SMP kebanyakan, kecuali satu hal yang membuatnya istimewa; Alenna bisa melihat benang merah takdir. Namun Alenna tidak menganggapnya sebagai anugerah yang berarti. Mendapat peringkat per...
The Twenty Second Thread - "Your Gaze is Something Magical"
Start from the beginning
![LFS 2 - Red String [END]](https://img.wattpad.com/cover/167548547-64-k308475.jpg)