39. Relationship

1.4K 111 25
                                    

Siang yang cukup terik hari ini membawa suasana santai. Walau matahari menunjukkan eksistensinya, semilir angin sepoi-sepoi masih terasa menyejukkan. Membangkitkan rasa kantuk manusia di jam siang seperti inu apalagi teruntuk mahasiswa dan dosen yang ada jam siang di kampus ini. Gadis manis itu masih menikmati segelas es cappucino cincau di mangkuknya sambil membaca buku Psychology The Science of Mind and Behaviour edisi keenam karangan Gross Richard.
Sebuah chat masuk ke ponselnya.

Juna: "Ren, lagi dimana?"
Renata: "Lagi di Takor."
Juna: "Dimana?"
Renata: "Ituloh Takor. Taman Korea. Kantin Fisip!"
Juna: "Ah... Oke. Aku kesana ya."

"Istilah di kampus sendiri aja gak tau" batinnya.
Renata tak membalas pesannya lagi, dia melanjutkan membaca buku di hadapannya.
"Dorrrr." Sebuah tangan menepuk pundaknya.
"Hobi banget deh ngagetin orang."
"Hahaha biarin. Sori ya lama, dosennya baru keluar."
"Iya. Gapapa. Mau pesan apa?" Renata tersenyum menatap gadis berkemeja pink soft yang duduk di depannya.
"Apa ya.. lagi males makan. Minum aja deh."
"Entar sakit mag lu kambuh, gue gak bakal ngurus lu ya."
"Jahat bener." Gadis itu menatapnya sinis.
"Nasi goreng aja deh sama es jeruk."
"Aku juga. Sekalian pesenin."
"Loh belom makan?"
"Belom. Cuma es cappucino cincau doank semangkok."
Tanpa ba-bi-bu lagi gadis itu pergi memesan makanan. Baru akan kembali fokus pada buku di hadapannya, sebuah suara muncul di depannya.
"Hei, Ren. Ketemu juga." Seorang pria kurus tinggi tersenyum menatapnya.
"Hai." Renata memandang Juna sekilas sambil tersenyum.
"Sendirian, Ren?" Juna yang memakai rompi rajut motif kotak-kotak merah dan kemeja biru laut itu duduk dihadapan Renata.
"Enggak. Ada Vania." Jawabnya, singkat.
"Ooh. Mm... Habis ini ada kelas?"
"Gak ada."
"Terus ngapain? Belum balik?" Juna menyelidik temannya.
"Nunggu Vania, mau balik bareng aja lagian masih panas gini. Manatau nanti gue mau ke perpus." Ujarnya.
"Ah... Gitu... Kamu, nanti sore ada di kos donk?"
"Ada."
"Ngapain? Ada acara gak? Mau jalan sama aku?" Juna menatap Renata dengan tatapan harap-harap cemas.
"Ti-durrrr." Jawab Renata dengan penuh penekanan.
"Aku boleh main kesana?"
"Jun, please. Gue cuma mau ti-durrrrrrrrrr." Renata menatapnya  sambil melakukan rolling eyes.
"Ah... Oke. Hehe. Sebenernya aku kesini mau ngasih hadiah, selain mau liat kamu." Juna merogoh ranselnya, mengambil sesuatu.
"Nih." Juna tersenyum manis sambil menyodorkan sebuah buku berjudul Psikologi Pendidikan karangan John W. Santrock.
"Makasih ya Jun." Renata mengambil buku itu.
"Tapi, ini untuk apa?" Renata terlihat bingung, pasalnya dia tidak merasa perlu diselamati atas pencapaian sesuatu.
"Kamu ulang tahun kan kemarin? Happy birthday ya. Sori telat sehari." Juna masih dengan percaya diri menampilkan senyum terbaiknya.
"Ulang tahun aku bukan hari ini."
"Hah?!"
"Udah lewat sebulan yang lalu." Jawab Renata dengan santainya.
"Jadi... Yang kemarin kamu posting di instagram?" Juna masih berusaha mencari jawaban dari Renata.
"Late post." Jawabnya santai.
"Ah... Aduh... Sori ya Ren." Juna merasa tidak enak pada gadis di depannya ini. Dia menunduk. Renata meliriknya sedikit, mengalihkan tatapan matanya dari buku. Ia teringat postingan di instagramnya kemarin, sebuah buku berjudul The Power of Habit karangan Charles Duhigg. Hadiah dari Vania untuknya.
"Gapapa, aku suka baca buku kok. Makasih ya. Vania juga baru ngasih tiga hari yang lalu kok, dia juga telat ngucapin selamatnya." Renata tidak mau membuat Juna merasa bersalah atau tidak enak.
"Hihihi. Sori ya lupa. Kebiasaan deh aku lupa tanggal ulang tahun temen." Suara Vania terdengar dari meja sebelah Renata.
"Eh dari kapan lu disitu? Sini!" Renata bahkan tak sadar temannya itu sudah duduk dan makan daritadi.
"Gak mau ah semeja nanti ganggu." Vania tersenyum jahil.
"Ih siniin nasi sama es jeruk gue!Minta dijitak lu ya!"
"Yaudah, kamu makan dulu sama Vania ya, aku duluan ya Ren, Van. Masih ada kelas. Bye." Juna berdiri pamit lalu pergi darisana. Vania pindah ke depan Renata, dia tertawa puas mengerjai temannya ini.
"Kalo pindah-pindah duduk waktu makan nanti banyak suami!"
"Bagus donk. Banyak sumber duit bulanan. Bisa beli skincare." Vania malah senang.
"Ih" Renata menatapnya risih.
"Masih aja ya ngejar-ngejar habis ditolak." Kalimat Vania membuat Renata tersedak nasi goreng. Dia terbatuk.
"Aduh Ren, makanya makannya pelan-pelan jangan sambil nginget Juna." Renata masih berusaha menghentikan batuknya, dia meminum jus jeruknya.
"Gue keinget penolakan lu yang lucu deh ke dia. Hahaha!"
"Gak usah diinget-inget."
"Nolaknya pake ilmu ya. Hahaha." Vania tertawa mengejek.
Ya, Renata baru saja menolak Juna minggu kemarin di jembatan Teksas kampus itu. Menembak gebetan di jembatan angker kampus bukanlah ide yang cukup baik. Juna malah berakhir patah hati.

Nuansa Rasa PadamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang