24. Turning Point

2.1K 171 58
                                    

Denata melamun menatap guru di depan dengan tatapan kosong. Walaupun pandangannya ke depan sambil memangku dagunya dengan tangan, pikirannya tengah berada di alam lain melanglang buana nan jauh menerawang masa depan hingga suara nyaring bel berbunyi, dan dia masih tafakur di mejanya. Tak sadar kekasih dan temannya sudah datang, bahkan Neratha melambai-lambaikan telapak tangan di depan wajahnya.

"Deeen! Ngelamunin apa sih daritadi dipanggilin?" Renata sedikit menarik rambut Denata yang hari ini dikuncir satu itu, mengekspos lehernya yang jenjang.

"Eh iya?" Tersentak, Denata menatap kaget dua orang di hadapannya ini.

"Udah dipanggil tiga kali sama pacar elu masih bengong aja lu. Ke kantin gak?" Renata sedikit sewot, suasana kelas sudah sepi sekarang.

"Ah iya. Ayo." Denata tersenyum, lantas berdiri dari bangkunya kemudian Neratha menggenggam telapak tangannya. 

"Tha?" Neratha menaikkan sebelah alisnya.

"Iya?" Neratha berhenti berjalan, Denata tak menjawab, lantas mengangkat tangan mereka yang bertautan.

"Eh iya." ia melepaskan genggaman tangannya lalu menggandeng lengan kekasihnya seperti biasanya.

"Emang kenapa sih?" Renata bingung melihatnya.

"Gapapa." jawab keduanya berbarengan.

"Aneh." Renata mencibir.

"Eh kemana Ren?"Neratha menoleh ketika Renata berbelok ke kiri.

"Jemput Vania di kelasnya. Jagain bangku!" Ia setengah berlari kemudian sambil melambai-lambai.

"Kamu mikirin apa?" Tanya Neratha tiba-tiba.

"Apa?" Denata menoleh.

"Kamu bengong terus daritadi di kelas. Kamu pikir aku gak perhatiin apa?" Neratha menatapnya tajam, Denata hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal untuk sedikit menutupi rasa kikuknya.

"Ah, pentas seni sekolah."

"Ih itu kan masih hitungan bulan." Neratha menatapnya curiga.

"Bentar lagi." Denata menarik pacarnya lebih dekat dan berjalan lebih cepat menuju kantin.

***

"Kita duduk disana yuk?"

"Jangan gila!" Vania menepuk bahu Renata dengan keras.

"Gak gila kok. Woi Sonia! Riana!" teriaknya dari jarak selisih dua meja dengan mereka.

"Reeeeen!" Vania merengek disampingnya sambil menarik-narik lengan baju Renata.

"Tuh mereka manggil tuh. Ajak kesini ya?" Sonia bertanya pada Riana yang duduk membelakangi Renata.

"Terserah kamu." Riana tak acuh sambil menyeruput es teh manisnya.

"Hai! Sini! Sini!" Sonia tersenyum lebar lalu melambaikan tangan pada Renata dan Vania.

"Eiii lagi makan?" Renata sudah tiba disana dengan Vania yang sangat kikuk disebelahnya. Ia menepuk bahu Riana yang sedang bermain ponsel.

"Gak, lagi mabar!" Riana menjawab sinis. 

"Widih, mabar apaan lu? Mobel lejen? PE-U-BE-GE?"

"Game terus. Mabar itu makan bareng pacar. Lu sih jones. Hahaha." Riana menunjuk Renata dengan sendok lalu tertawa menyebalkan.

"Ih rese pacar lu Son!" Sonia hanya tertawa.

"Eh mau gabung? Yuk sini aja, Ren, Van." Sonia menawarkan. Vania tersentak mendengar namanya disebut, kaget. 

Nuansa Rasa PadamuWhere stories live. Discover now