The Twentieth Thread - "Those Rain That Passes By"

Start from the beginning
                                        

Gadis yang duduk di ujung masih sama, dia masih memperhatikan katak di seberang jalan. Ya, terkadang memperhatikan hal seperti itu dari awal memang bisa terasa seperti menonton film petualangan. Aku sering merasa begitu ketika mengobservasi sesuatu dan rasanya jadi sangat menyenangkan. 

Kuperhatikan lagi gadis yang sedaritadi berbicara sendirian itu. Dia tampaknya juga merasa simpati dengan gadis yang basah kuyup itu. Buktinya, dia mengeluarkan sekotak tisu, walaupun dia tidak basah kuyup sama sekali. Kulihat, dia tampak ragu untuk menawarkan tisu itu pada gadis itu dan bahkan sudah menyimpannya kembali dalam tasnya karena sangat ragu. Tampaknya gadis berompi merah itu juga menyadarinya.  

"Uhm ... Boleh minta tisu?" tanya gadis berompi merah, yang membuat gadis itu tersenyum cerah. 

"Oh. Boleh." 

Dia mengeluarkan tisu dan mulai menawarkannya kepada siapapun yang sedang menoleh ke arahnya. Dan dia tampak senang sekali saat gadis basah kuyup itu mengambil tisunya dan mengelap dirinya. 

Dia gadis yang baik.

Aku menggeleng saat dia menawarkan tisu kepadaku. Kulirik kembali ke arah gadis basah kuyup itu dan sepertinya dia mengerti maksudku, karena dia langsung mengangguk seolah mengatakan, "Iya, aku akan menawarkan kepadanya lagi." 

Suara dering ponsel yang sama kembali terdengar. Masih milik gadis berompi itu. Kali ini dia mengangkatnya dengan agak malas.

"Halo? Aduh, Yah ...."

Dia menatap gelisah ke arah kami berempat, karena sepertinya tersadar bahwa kami semua sedang menatap ke arahnya. 

"Errm, bentar dong. Ini busnya belum datang," ucapnya sambil menggigit bibir bawahnya dan menoleh kiri-kanan dengan khawatir. "Tidak perlu, Yah. Clay bisa pulang sendiri." 

Ah, nama gadis berompi merah itu adalah Clay. 

Tak lama kemudian, dia menutup teleponnya dan menatap kami berempat dengan tatapan tidak enak. 

"Biasa-lah, Ayah overprotective," ujarnya sambil tersenyum.

Aku hanya tersenyum singkat saat mendengarnya berkata demikian. Ya, aku mengerti. Papa juga bisa seperti itu jika merasa cemas. Setidaknya aku mengerti apa yang dirasakan oleh Clay. 

"Orangtuaku juga begitu," balas gadis yang duduk paling ujung, sambil tersenyum. Kebetulan mereka memang bersebelahan dan jarak mereka dekat. Selanjutnya, dia mengulurkan tangannya ke arah Clay. "Namaku Metta." 

"Clayrine. Salam kenal, Metta."

"Ah! Aku ingat sekarang. Kalian ingat aku? Dulu sepertinya kita satu sekolah saat SD," ucap gadis yang berbicara sendiri daritadi. 

Clay tampak keheranan, tetapi tetap tersenyum. "Clay."

"Riryn," balasnya sambil menyimpan tisunya. 

Baiklah, sekarang keadaan menjadi canggung bagi aku dan gadis berseragam sailor ini, karena kami tidak saling mengenal tiga orang ini. Namun hal aneh terjadi, saat tiba-tiba gadis yang bernama Riryn itu mengulurkan tangannya ke arah gadis berseragam sailor

"Riryn," ucapnya. 

Gadis itu menyambut salamnya, walaupun ekspresinya menunjukkan kebingungan yang teramat sangat. "Tyara."

Selanjutnya Clay dan Metta saling bergantian menyalami Tyara. 

"Daritadi kulihat, kamu yang melihatku keheranan. Maaf yah, aku orangnya emang sableng dikit. Jangan bingung kalau kamu sering ngeliat aku ketawa sendiri," ucap Riryn sambil mengelus tengkuknya. 

LFS 2 - Red String [END]Where stories live. Discover now