Hari ke-505: Memulai Kembali

681 118 21
                                    

Ramai. Satu kata yang bisa saya munculkan saat melihat barisan panjang di pintu masuk. Kalau saja bukan karena Sheila on 7 yang menjadi bintang tamu utamanya, saya mungkin sudah menolak tiket gratis dari Rere dan memilih untuk menonton film di kamar.

Saya memberikan tiket kepada salah satu panitia. Jemarinya dengan cepat merobek tiket menjadi dua bagian dan salah satunya diberikan lagi ke saya. "Ini voucher minumannya bisa dituker di dalem ya kak." Lalu mempersilakan saya untuk masuk.

Langkah saya berhenti. Ada sengatan aneh namun tak asing dengan atmosfir di dalam sini. Mungkin karena setahun yang lalu saya juga pernah ada di dalam keramaian acara musik tahunan ini. Bersama Haris.

Haris lagi.

Saya melangkahkan kaki ke tenant minuman yang disediakan panitia. Sembari mengantre mari kita kilas balik tentang saya dan Haris, karena sepertinya malam ini otak saya menolak untuk tidak memikirkannya lagi.

Hampir dua tahun yang lalu saya bertemu Haris, berkenalan dengannya secara kebetulan. Sosoknya tidak pernah saya sangka akan mengubah hidup saya sedemikian rupa dan memberikan kejutan-kejutan kecil yang perlahan membuat saya pulih dari luka.

Saya jatuh cinta dengan Haris.

Butuh waktu beberapa bulan bagi saya dan Haris untuk meresmikan hubungan kami. Itu karena Haris sama payahnya dengan saya dalam urusan asmara, walaupun kami punya pengalaman pacaran sebelumnya tapi nyatanya tidak cukup membuat kami berani.

Untuk mengiyakan ajakan Haris kala itu, saya butuh beberapa pertimbangan dan saya juga yakin untuk mengajak saya menjalin hubungan, Haris juga punya beberapa keputusan. Saya yang perlu meyakinkan diri kalau saya sudah bisa berdamai dengan diri sendiri dan masa lalu, sedangkan Haris, entahlah saya tidak sempat bertanya pertimbangan apa yang telah ia pikirkan; kami kehabisan waktu.

Bersama Haris, akhirnya saya mengerti kalau hubungan dua manusia bukan dan tidak akan pernah menjadi perkara yang sederhana. Naik turunnya dinamika dalam suatu hubungan, bersama Haris saya alami keduanya; terbang tinggi di antara bintang-bintang dengan spektrum warna-warni cerah, pun berdiri di ujung jurang curam dengan dunia saya yang tiba-tiba jadi rabun warna.

Dan bersama Haris, saya memahami ada situasi-situasi tertentu yang menyebabkan dua manusia tidak bisa bersatu.

Ah, mungkin memang seharusnya dari awal saya menolak tiket dari Rere kalau malam ini malah jadi ajang kilas balik hubungan kami.

"Makasih," Saya menerima minuman berkarbonasi lalu keluar dari barisan, mencari spot yang bagus untuk menonton penampilan si bintang utama.

Tak jauh dari tempat saya berdiri, ada Calvin dan Bian yang entah sedang membicarakan apa, saya hanya bisa berdoa hubungan mereka akan selalu baik-baik saja. Tapi rupanya tanpa saya doakan pun hubungan mereka sudah lebih dari kata baik, dan sepertinya menyerah bukan pilihan yang Calvin ambil, melihat bagaimana Bian tak risih saat jemarinya digenggam.

Saya rasakan presensi di sebelah saya disertai harum familiar yang membuat saya spontan menoleh. Haris Januar. Berdiri dengan sebotol minuman dan kamera yang dikalungkan.

"Hei." Sapanya, masih dengan senyum hangat yang dia berikan ketika kami pertama kali jua. Senyum hangat yang turut menggetarkan pertahanan saya.

Saya menunduk, tak berani menatapnya. Ego saya naik ke perut. Pelupuk mata saya sudah penuh. Saya berancang-ancang untuk kabur.

"Div, ngobrol yuk sama aku?" Tepat setelah Haris bertanya, acara puncak dimulai. Sang bintang utama naik ke panggung, menyapa semua. Riuh rendah dari barisan penonton terdengar kecuali saya dan Haris yang sunyi. Kemudian saat teringat ucapan Naomi tempo hari kalau saya dan Haris perlu bicara.

"Aku minta maaf," Haris memegang ujung lengan jaket yang saya kenakan. Saya menatap Haris, manik jelaga yang biasa memancar cerah itu meredup. Seperti yang sudah saya duga, pertahanan saya runtuh, saya tidak tega.

Saya menghela nafas, mengumpulkan keberanian sejenak untuk meraih jemarinya yang sudah lama tidak lagi mengisi sela jemari saya. Hangatnya masih sama. Rasa nyamannya juga. Jemari Haris yang ramping dan panjang terasa (masih) pas di jemari saya. Ternyata saya masih mengingat semuanya dan ternyata tidak banyak yang berubah dari dirinya. Dan saya suka Haris tidak berubah, "Iya aku maafin. Udah ya jangan minta maaf lagi."

Haris Januar hanya butuh dimaafkan dan saya hanya perlu memaafkannya.

Haris balik menggenggam. Genggaman kami seolah menjadi perantara yang membawa balik nyaman yang sempat pergi. Sebagai tanda kalo kami sudah baik-baik saja dan sudah bisa memaafkan satu sama lain pun diri sendiri. Juga menjadi tanda bahwa cerita kami sudah bisa dimulai dari awal lagi.

Bukan memulai lagi sebagai sepasang kekasih, tapi sebagai teman yang akan saling memahami. Saya yakin, luka sudah mendewasakan kami, sehingga tanpa perlu banyak kata pun kami pasti bisa mengerti, membaca situasi dan menyimpulkan banyak hal sendiri. Menyimpulkan hubungan seperti apa yang akan kami jalani. Dan menyimpulkan untuk saat ini dan kedepannya apa arti Haris bagi saya dan begitu juga sebaliknya.

Kadangkala kamu mengerti kalo dua manusia punya cinta, tapi mereka memilih untuk berhenti di sana karena ya memang merasa harus berhenti di sana; mereka tidak punya kuasa atas itu.

Sama halnya Haris yang sepertinya tau saya masih ada rasa, namun tidak memaksa. Terima kasih, Haris. Kamu sudah mau mengerti dengan tidak menuntut lebih.

ㅡSelesai.

***

pia's note:
Akhirnya setelah ratusan hari aku bisa menyelesaikan cerita Haris. Aku tau cerita ini masih banyak kurangnya (tapi semoga tetap bisa menghibur), maka dari itu kalo kalian ada saran dan/atau kritik bisa kasih tau aku yaaa

Dan Hari Bersama Haris akan selalu jadi anakku yang berharga, oleh karena itu makasih untuk temen-temen semua yang sudah membaca sejak ia masih kecil sampai saat ini, ditambah beberapa revisi yang berjalan lambat karena satu dan lain hal tapi kalian masih setia nemenin anakku ini. Makasih juga buat semua waktu dan apresiasinya.

Aku ada rencana buat side story mereka (tapi jangan ditungguin karena bisa jadi cuma wacana aja huhu), mungkin ada saran ide buat cerita di side story mereka?

Akhir kata, sampai jumpa di cerita yang lain.

Salam,
Pia

Hari Bersama Haris
[mulai: 01/11/2018 - selesai: 01/09/2021]
©stolentouch, 2021

Hari Bersama HarisWhere stories live. Discover now