Hari ke-250: Cidera

608 126 17
                                    

Saya berlari sekencang yang saya bisa menuju futsal center, tempat Haris biasa tanding futsal. Saya celingukan mencari Haris dan teman-temannya.

"Kak Div!" Saya melihat Eric melambaikan tangannya dan langsung saja saya hampiri dia.

Saya bisa melihat Haris dikerumuni banyak orang, cewek-cowok, teman sejurusannya, juga anak dari jurusan lain. Saya langsung menerobos kerumunan dengan cukup kesusahan untuk menghampiri Haris yang sedang duduk sambil meluruskan kaki kanannya, disebelahnya ada cewek yang sepertinya tim P3K.

"Kalo masih sakit ke dokter aja ya Ris, soalnya gue cuma bisa ngasih pertolongan pertama aja buat ngurangin nyeri." Cewek itu membereskan hot cream dan beberapa lembar kapas kemudian pergi, perlahan kerumunan orang juga berkurang menyisakan saya, Haris dan Eric.

"Bisa berdiri gak?" Haris tidak menjawab dia malah langsung mencoba untuk berdiri. "Kalo gak bisa-

"Bisa kok bisa." Haris berdiri dengan kaki kanan yang tidak terlalu menempel dengan lantai lapangan.

"Yaudah gue ambil mobil lo dulu ya." Eric mengambil kunci mobil Haris lalu pergi.

"Sini aku bantuin." Saya langsung berdiri disebelah Haris.

"Bisa sendiri kok Div." Haris berjalan dengan pincang membuat saya meringis melihatnya. Keadaannya mengkhawatirkan.

"Gak usah keras kepala deh, biar aku bantu aja." Saya meletakkan lengan Haris di bahu saya.

"Aku bau keringet loh."

Saya yang dari tadi mengimbangi langkah pincang Haris seketika ingin mendorongnya ke lantai. Kenapa sih dia masih mikirin hal sepele kayak gini? "Iya udah tau kok."

"Terus masih mau deket-deket aku?"

"Terus emangnya kamu bisa jalan sendiri?"

"Hehehe gak."

"Nah yaudah diem aja."

***

Setelah mengantar kami, Eric pamit pergi, dia bilang mobilnya masih ada di futsal center, terlebih lagi pertandingan sebenarnya belum selesai.

"Kaki kamu masih sakit?"

"Sedikit..."

Saya menghela napas, tidak habis pikir dengan apa yang saya dengar dari Eric saat perjalanan kesini. Firasat buruk yang saya rasakan saat Eric tiba-tiba menelepon saya ternyata benar. Permainan licik dari tim lawan yang dari awal sudah mengincar Haris untuk jadi korban yang harus di gulingkan keluar dari lapangan. Eric bilang dia lihat sendiri si Kapten tim lawan menendang tulang kering Haris dengan sengaja tepat setelah Haris mencetak gol dan membuatnya seperti kecelakaan yang membuat Haris cidera.

"Kok bisa?" Tanya saya sembari duduk disebelahnya.

"Ya namanya juga kecelakaan Div. Eric tuh tadi lebay nyeritainnya, aslinya gak separah itu kok."

"Kok bisa kamu gak dengerin kata aku?" Haris langsung diam, kepalanya tertunduk. "Kenapa sih gak bisa nurut sama aku sekali aja? Aku kan udah bilang jangan main kalau lawan kamu timnya Juna! Mereka licik, mereka bakal lakuin apa aja biar menang. Kenapa sih kamu gak mau dengerin aku?"

"Iya maaf ya. Aku gak enak udah janji sama anak-anak bakal main. Aku juga gak tega ngumpanin temen-temen aku."

"Terus kamu ngumpanin diri kamu sendiri?" Saya berdecak sebal, "Kalo begini siapa yang rugi? Kamu kan? Kamu yang sakit! Temen-temen kamu mana ada yang peduli? Eric doang yang dari tadi panik nelfonin aku, yang mau nganter kamu, kamu selesai diobatin juga mereka kabur. Kenapa sih batu banget dibilangin? Menang gak, cidera iya." Nafas saya memburu, bahu saya naik turun, saya yakin mata saya berkilat penuh marah. Saya tau saya tidak seharusnya marahin Haris, toh Haris tidak sepenuhnya salah.

"Udah ngomelnya?" Nada bicara Haris yang tadi merasa bersalah berubah menjadi lembut dan tenang.

"Kenapa sih...kamu gak paham kalo aku khawatir?" Suara saya bergetar, emosi yang sejak tadi saya tahan akhirnya meluruh perlahan bersama usapan dibahu saya. "Aku tuh bawel karena aku sayang, aku peduli, aku gak mau kamu kenapa-napa."

"Maaf ya..."

"Jangan minta maaf dulu! Aku belum selesai!"

"Yaudah lanjutin, aku dengerin." Tangan Haris turun ke telapak tangan saya, memainkan jemari saya dan sesekali mengusapnya.

"Besok-besok jangan cidera lagi! Jangan buat aku lari-larian kayak tadi lagi! Jangan ngerepotin Eric lagi! Jangan cidera lagi! Pokoknya kamu gak boleh cidera lagi! Kalo kamu cidera lagi pulang aja sendiri! Aku gak mau nolongin lagi."

"Gak janji ya..."

"Haris!!"

"Peluk dulu, baru aku bisa janji."

"Aku gak mau peluk orang yang gak mau dengerin aku."

"Loh aku dengerin kamu ngomel dari tadi kok?"

"Ish bukan yang itu!" Saya meninju bahunya pelan, Haris memegang tangan saya yang ada dibahunya lalu menarik saya ke pelukannya.

"Aku gak bisa janji, tapi aku usahain buat gak cidera lagi." Bisik Haris, "Makasih ya udah peduli sama aku."

"Ngapain bilang makasih? Wajar kali, pacar kamu peduli sama kamu..."

"AYIS KATANYA LO BAKU HAN...tam pas futsal....e...e...sorry gue ganggu ya..."

"AH ELAH JI LO MAH GANGGU AJA DAH!" Haris melempar bantal sofa ke arah Aji yang baru pulang ngampus.

Thank you for reading
Hari Bersama Haris

Hari Bersama HarisWhere stories live. Discover now