Dul

1.7K 281 99
                                    

Risa POV

"Cara supaya otak menjadi encer."

Suara Bae Jinyoung di tempat duduknya—di pojok belakang, menarik atensi aku dan yang lainnya. Kami menghela nafas, hampir semua geleng-geleng kepala melihat tingkah anak yang satu itu. Dia bicara pada ponselnya alias lagi searching, bagaimana caranya agar otak menjadi encer.

Aku dan yang lain kembali membenamkan wajah di atas meja masing-masing. Laptop kami yang terbuka dan kami letakkan sesuka hati di meja manapun yang kosong sama-sama teranggurkan sejak tadi.

"Ya ampun ... ini kelas isinya orang-orang pusing semua."

Dosen Park berhenti sejenak di pintu kelas, memperhatikan aku dan yang lainnya. Sesaat aku lihat beliau geleng-geleng kepala sebelum kembali melanjutkan langkahnya entah ke mana.

"Gila, suram banget ni kelas." Yonghee keliatan memeluk dirinya sendiri—berlagak merinding waktu melihat seisi kelas. Si anak pintar itu baru datang.

Yang membuat suasana kelas begitu suram adalah parah penghuninya yang lagi pusing berjamaah. Penyebabnya adalah skripsi. Ya, kami mahasiswa/i semester akhir yang lagi pusing-pusingnya menyusun skripsi.

"Ah, gak bisa gua di sini terus." Aku berdiri, mematikan laptop, menutupnya dan memasukkannya ke dalam tas.

"Mau ke mana, Sa?" Suhyun bertanya. Bukan cuma dia yang memperhatikan waktu aku tiba-tiba berdiri dan membereskan barang-barangku.

"Ketemu pacar. Kali aja otak gua jadi encer-"

"Najis, budak cinta!" Jinyoung menyela ucapanku hanya untuk mengatai.

Aku menjulurkan lidah padanya, sebelum melambaikan tangan pada seisi kelas sambil melangkah keluar.

"Kak Risa, gimana skripsiannya ... lancar?"

Yuna muncul di samping kiri menyelaraskan langkahnya dengan langkahku. Dia mahasiswi semester 2 yang cukup dekat denganku.

"Perasaan orang-orang kalau ketemu gua nanyainnya soal skripsi mulu," rutukku, "besok-besok gua bawa semprotan air buat mandiin burung deh. Yang nanyain soal skripsi bakal gua semprot!"

Yuna tertawa terbahak-bahak, lalu menepuk bahuku. "Semangat dong, Kak! Tinggal sedikit lagi loh buat sampai di garis finish. Kan katanya mau cepet wisuda biar cepet nikah sama Abang Ganteng," ucapnya  sambil menyenggol lenganku.

Abang Ganteng yang dimaksudnya adalah Kim Seunghun—kekasihku. Dia bukan mahasiswa di sini, usianya 5 tahun lebih tua dariku.

Yuna telah beberapa kali bertemu Seunghun, waktu kekasihku itu datang ke kampus untuk menjemput aku pulang. Setelah pertemuan pertama dia langsung membuat sebutan khusus untuk Seunghun.

Bicara soal Seunghun, aku jadi ingin segera menemui laki-laki itu. Sebelum pergi dari kelas tadi aku hanya asal bicara mengatakan akan bertemu pacar. Padahal siang ini Seunghun ada meeting.

Akhirnya aku duduk di halte sambil berpikir akan ke mana siang ini.

"Mulai besok Nenek gak bisa ajak kamu ke sini dulu. Inget ya, gak boleh ngerengek. Nenek banyak pekerjaan."

Suara yang telah cukup akrab di telingaku memecah lamunanku. Kulihat mereka lagi. Wanita paruh baya yang barusan menyebut dirinya sendiri Nenek dan seorang gadis kecil berambut panjang yang sedang asik menyendokkan es krim dalam cup ke dalam mulutnya.

"Kalau gitu suruh Papa pulang! Kapan Papa pulang? Kapan Papa mau ajak aku main?" tanya si gadis kecil. Ada luka dalam sorot matanya yang tiba-tiba berair.

Curi pandang sesekali ke arah mereka yang berdiri tak jauh dariku, kulihat sang wanita paruh baya berkaca-kaca setelah mendengar ucapan cucunya. Beliau menekuk lutut di hadapan cucunya.

"Sebentar lagi. Sekarang Nara mainnya sama Nenek, Kakek dan Om dulu, ya? Besok-besok Nara bisa minta Om buat ajak Nara ke sini," ucap beliau.

"Om gak pernah mau tiap kali aku ajak ke sini." Gadis kecil bernama Nara itu menghentakkan kaki kanannya.

Tempat yang selalu mereka kunjungi adalah cafe yang terletak di sebrang kampus. Lebih tepatnya di dekat halte.

Kurang lebih selama satu tahun terakhir aku sering melihat mereka di sini. Terkadang waktu mereka baru keluar dari cafe dan berjalan menuju halte untuk menunggu bus atau waktu mereka baru turun dari bus dan berjalan menuju cafe.

Dari yang aku tangkap, si gadis kecil begitu menyukai cafe itu. Katanya, es krim blueberry dan makanan lain yang dijual di sana enak sekali.

Beberapa kali duduk berdekatan di bangku halte waktu menunggu bus, membuatku selalu mendengar percakapan Nenek dan cucunya itu secara tak sengaja.

Wanita paruh baya itu cantik sekali. Jujur aku terkejut waktu pertama kali mendengar si gadis kecil memanggilnya Nenek.

"Aku mau video call Om Seunghun!!"

Aku menoleh kaget waktu si gadis kecil merengek dan menyebut namanya Om nya yang ternyata memiliki nama yang sama dengan kekasihku. Seunghun. Suatu kebetulan yang lucu.

Otomatis aku tersenyum mendengar nama itu. Lalu tiba-tiba terbayang senyum manis Kim Seunghun-ku yang sukses membuat senyumku makin tak karuan.





















Note: di sini umur Risa 22 ya, sedangkan Seunghun 27~

Fiance || Kim Seunghun✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang