Warning 18+ (Kalau emang mau dikasih peringatan)
Apa yang terjadi jika seorang bad boy paling tampan di New York harus menyaksikan seorang nerd girl pecinta puisi dihadapkan pada tuduhan pencurian CD eksklusif BTS yang terbaru?
Apakah Axel Jr. akan...
Dicopy sama persis ke: 💖 THE BAD AND THE NERD 💖 💖 POSSESSIVE BAD BOY AND MY NERD GIRL 💖 💖 MY STALKER BADBOY 💖 💖 BADBOY'S LOVE 💖
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Aria hanya mengangguk tipis dan bergerak cepat ke arah kamar. Tak dipedulikan sosok itu memandangnya khawatir.
Gadis itu menangis sepuasnya dengan menelungkupkan kepala ke dalam bantal. Ia membiarkan air mata terus membasahi sekitar.
Suara ketukan terdengar. Aria tersentak.
Enggan masih bergelayut ketika Aria akhirnya bangkit untuk membukakan pintu kamar. Selintas ia melirik pantulan wajahnya di cermin. Ya, Tuhan! Mata bengkak, hidung memerah, dan rona pipi yang tak wajar membuktikan ia baru saja menangis. Satu tarikan napas panjang ia berusaha mengenyahkan semua sakit yang kembali hadir setiap kali pikirannya mengembara.
Langkahnya masih terasa berat ketika tangan kanannya memutar kenop pintu. Sesosok pria dengan raut wajah khawatir berdiri tegak di hadapannya.
“Boleh masuk?”
Aria hanya mengangguk dan menggerakkan tangannya mempersilakan pria itu berjalan ke dalam kamarnya.
“Apa ada masalah?” Gadis itu mempersilahkannya duduk bersamaan dengan empasan tubuhnya sendiri ke atas kursi komputer. Kerasnya entakan membuat kursi itu sedikit terdorong ke belakang. Untung saja Aria sigap menahan lajunya dengan kaki.
“Bukan Papa yang punya masalah. Namun, kamu.”
Aria tersentak mendengar perkataan Papa yang langsung menusuknya. “Aria baik-baik saja,” balasnya lirih.
Pria itu menggeser duduknya mendekati Aria. Tangan kukuhnya menggenggam jemari Aria yang terkepal erat. “No, you don’t.”
Aria menelan ludahnya. Raut wajah kusut sama sekali tak bisa ia singkirkan. Wajar jika Papa sampai mengetahui isi hatinya. Apalagi tak biasanya gadis itu langsung masuk kamar tanpa menyapa terlebih dahulu.
“Papa nggak maksa kamu cerita. Namun, kalau bisa bikin lega, why not?”
Ada keheningan menyergap. Baik Aria maupun papanya tak mengucap sepatah kata pun. Gadis itu tak tahu harus mengungkapkan perasaannya seperti apa? Harus memulai dari mana? Lalu, yang paling penting, apa tanggapan Papa nanti?
“Seseorang menyatakan cintanya.”
Akhirnya setelah detik demi detik kesunyian, Aria angkat bicara. Sepoi angin pendingin ruangan sesekali menggelitik tengkuk. Namun, kehangatan tangkupan tangan Papa membuat Aria tetap merasakan kehangatan.