20. Pelipur Lara

3.3K 476 48
                                    


"Astagfirullah!" Pekik suara-suara di depanku.

Namun, Aku masih belum sadar saat gelas yang dalam genggamanku tadi terjatuh.

"Mira, engga apa-apa?" Aku masih diam, lalu secara spontan tersadar saat Ibu memegang bahuku.

Mataku membulat melihat pecahan gelas yang berserakkan di lantai. "Astagfirullah." Spontan saja aku ikut berjongkok bersama Abi yang memunguti pecahan gelas.

"Engga usah, Bi, biar Mira yang bereskan."

"Aw--" ringisku menahan sakit, ternyata pecahan itu sedikit menggores telapak tanganku.

"Mira!" Ibu membantuku berdiri, aku masih meringis.

"Sudah-sudah, Abi yang bereskan. Mira dibantu Ibu, ya?" Aku hanya mengangguk, menahan sakit saat darah pengucur deras terasa.

Ibu membawaku menuju teras belakang rumah, mungkin agar anak-anak yang lain tidak kaget melihat kondisiku. Kami duduk bersisiran, aku melihat Ibu membuka kotak p3k dan mengelap kapas bersih dengan mencelupkannya ke semangkuk air hangat pada lukaku.

"Sini, Ibu bantu." Aku mengangguk pelan.

Rasa sakitku sedikit hilang saat melihat Ibu cukup telaten membersihkan luka, beliau malah sesekali meniup-niup goresan luka itu.

Hampir selesai membersihkan belum ada percakapan apapun di antara kami, walau kepalaku sibuk dipenuhi beberapa pertanyaan tentang siapa Ibu sebenarnya? Mengapa dia bisa tahu bahwa aku anak yang dibuang?

"Mira," ucapan Ibu menyadarkan lamunanku.

"Sudah selesai, jangan banyak gerak dulu," tuturnya menjelaskan. Aku mengangguk, masih enggan memulai pertanyaan.

Namun sudut hatiku memberontak ingin mendengar penjelasan yang sebenarnya, setidaknya membenarkan ucapan Ibu tadi apakah aku tidak salah dengar?

"Ibu," Ibu memandangku dalam, aku juga tahu bahwa Ibu pasti merasa perubahan sikapku.

"Terima kasih." Beliau mengangguk dengan senyum mengembang.

"Em... Maaf," cicitku, "apa Ibu tau Mira anak yang dibuang?" Aku melihat raut wajah Ibu yang berubah, hati-hati aku berucap demikian takut menyakiti hati Ibu atau malah salah dalam mengucap.

Aku lihat wajah Ibu menegang, beliau malah mengubah posisi duduk tidak lagi menghadapku.

"Mira salah dengar."

Aku membuka mulut lantas menutup kembali saat ingin membantah ucapannya. Apa tadi aku salah mendengar?

"Ta-tapi, tadi--"

"Mira salah dengar. Maaf, Ibu hanya rindu seseorang. Muka Mira memang mirip dengan dia," tutur Ibu.

Aku menundukkan pandangan, menggigit bibir bawahku. Mungkin memang aku salah dengar.

Mana tahu Ibu soal masalahku yang dibuang oleh orang tuanya sendiri? Tapi, jujur saja, sudut hatiku sakit mendengar penjelasan Ibu, kukira beliau bisa menjadi kunci masalahku tentang kedua orang tuaku, namun nyatanya petunjuk itu lagi-lagi gagal.

Aku merasakan sentuhan Ibu pada jemariku, sontak aku memandang wajahnya. "Mira lebih baik istirahat," ucap Ibu pelan. 

Aku hanya mengangguk, meninggalkan Ibu sendiri di teras belakang.

***

Bi Minah merasakan sakit di hatinya, ketidakjujurannya membuat wajah anak itu terluka.

Dia tahu itu, dia sadari, namun malah memilih mendiamkan semua. Bukan tanpa sebab, dia tidak ingin memberitahu semuanya sebelum Ayah Almira sendiri yang menjelaskan.

Rumah Pelangi [SELESAI]Where stories live. Discover now