21 Januari 1973

36 3 0
                                    

Cukup lama tak menulis jurnal. Apa kiranya yang akan kutulis. Tanggal 14 Januari kemarin Elvis Presley si raja Rock n' Roll dunia mengadakan konser di Hawaii, dan tampaknya Rhoma Irama pun akan menjadi raja Dangdut Indonesia setelah sukses dan banyak konser. Setelah tanggal 1 Januari kemarin United Kingdom, Republik Irlandia serta Denmark masuk komunitas ekonomi Eropa, nampaknya sebentar lagi bakal terjadi persatuan Eropa atau Uni Eropa. Dan Ferdinand Marcos pada tanggal 17 Januari mengumumkan dirinya Presiden seumur hidup Fillipina. Ada kemungkinan beliau penggemar Pak Soekarno. Lalu 15 Januari, Presiden Richard Nixon mengumumkan perang Vietnam.

Kawasan Asia bagian Tenggara dari Greenwich, banyak hal belum stabil. Terutama Vietnam yang akan diserang oleh Amerika Serikat. Indonesia yang mengumumkan penjajahan di atas Dunia harus dihapuskan pun, tak banyak bisa membantu. Awal tahun baru di seluruh dunia, dan di sini di bagian dari NKRI, tak banyak hal yang berubah. Selalu terlihat kesenjangan sosial yang lebar, ketidakadilan bagi mereka yang miskin dan kesemena-menaan kebanyakan pejabat dan keluarganya.

Kadang, aku bertanya-tanya mengapa alamnya indah tetapi orang-orang yang mendiaminya terkesan tetap carut-marut dengan kesemrawutan, ketidakmerataan kebahagiaannya. Lalu, dunia berjalan seperti biasa. Banyak peristiwa yang terjadi di berbagai belahan bumi, penting bagi sebagian orang dan bukan peristiwa yang berharga bagi yang lainnya. Seperti yang kubilang, berjalan seperti biasa.

Rezim Pak Soeharto masih menculik preman-preman yang akhirnya dikatakan menghilang. Media massa dikendalikan SIUPP dan sepertinya korupsi makin merajalela. Tapi, bangsa kita tak diatur lagi untuk menjadi anti Barat, memang harusnya tak anti apa-apa selain kebejatan dan kejahatan! Biarpun begitu, Pramoedya Ananta Toer masih sering masuk penjara, mungkin terlalu jelas mengungkap kebenaran. Memang banyak hal buruk menimpa mereka yang menentang pemerintahan. Mungkin sistem politik atau bahkan ideologi. Juga banyak orang jahat dan baik kena getah pemerintahan yang totaliter. Apa masyarakat madani bisa tercapai saat para diktator turun? Atau malah menjadi masyarakat yang memangsa satu sama lain, lalu berlomba-lomba untuk jadi yang paling kaya dan paling berkuasa? Atau nanti, keluarga pejabat yang punya organisasi yang mengontrol ekonomi negeri ini, bahkan organisasi kriminal mungkin yang mengontrol aset-aset Negara di daerah yang belum terurus tapi potensial!

Aku sering berpikir, mengapa kita masih miskin dan terjajah oleh sesama orang Indonesia? Kapan sebuah perjuangan berakhir? Sampai si pejuang mati dan surga di hadapannya? Ya, mungkin surga di telapak kaki ibu, yang bagi orang dusun, kaki mereka pecah-pecah karena tak memakai alas kaki. Sungguh kata hanya sebuah batas komunikasi, batas yang kecil di dunia penuh pikiran dan emosi. Aku tidak bodoh untuk sekedar bertanya dan mencari tahu segala maksudnya. Aku hanya meracau. Tapi hanya di sini tempatku bisa bertanya tanpa kiasan, dengan jelas, lugas dan tegas. Tentu saja yang menjawab diriku sendiri, jadi hanya dugaan dan teori dari fakta-fakta yang sedikit kutahu yang muncul.

Dalam keadaan ini, manusia gagal mencapai pemahaman yang sama tentang arah yang kita tempuh bersama-sama. Kita seakan lupa bahwa segala sesuatu yang terbang, yang mengalir dan yang berdiri di atas tanah tidak abadi, tak terkecuali cinta untuk pasangan-pasangan yang sedang dimabuk cinta. Perasaan sesaat yang jarang sekali berakhir sampai akhir hayat. Sayang, agama pun kadang hanya jadi alat doktrin pengontrol masyarakat. Bukannya masyarakat jadi mendapat kesadaran spiritual, tapi hanya butuh bagian jatah zakat di Idul Fitri dan kurban di Idul Adha. Mungkin sama halnya ketika Natal atau hari besar agama lain tiba. Orang hanyalah orang, kelakuan sama saja walau berbeda warna kulit jua. Ini barangkali penyebab sekularisme berkembang pesat. Agama hanya dilihat sebagai doktrin. Padahal banyak juga ulama bijak beristri satu dan tidak suka terhadap poligami. Memang Muak adalah kata yang tepat ketika melihat negeri ini. Aku sadar masih banyak peristiwa yang terjadi. Hatiku kadang terasa mati, tanpa ada rasa marah atau sedih. Yang tersisa hanya sedikit empati. Untungnya mungkin, aku bukan pahlawan. Karena menurutku hanya ada tiga hal bagi mereka; Bergabung dengan rezim yang berkuasa. Menentang karena mereka pikir sanggup membuat negeri ini lebih baik. Atau pilihan terakhir adalah mati muda dengan dianggap sebagai pengganggu persatuan dan kesatuan. Tidak ada kaum atau bangsa yang berubah, kecuali mereka merubahnya sendiri dan terlampau benar kata-kata ini.

Saat ini Superman sedang menghibur anak-anak Indonesia, bahkan juga dunia. Lupa pada Gatotkaca kita nantinya? Masa depan sedang dibangun para orang tua, juga pemuda penurut. Lebih bertanggung jawab dari pada pemuda yang suka melantunkan lagu dan mabuk-mabukan. Yang bertanggung jawab mungkin juga jadi koruptor dan yang mabuk-mabukan bisa jadi pemimpin berotak udang pilihan moral. Namun, bukan aku membuat pesimis anak-anak berhati mulia yang ingin menjadi pahlawan! Memang kadang mereka butuh panutan di tengah hiruk-pikuk kebusukan. Dan sebenarnya dunia itu selalu indah, tapi sayangnya kita tidak selalu indah. Setidaknya aku berharap itu terjadi pada diriku dan menjadi seseorang yang pantas dilihat oleh sekitarku. Termasuk oleh keluargaku kelak. Mungkin itu bisa jadi lebih baik. Memulainya dari lingkup kecil. Karena aku hanya si kecil yang terus berjalan.

Nafas NufusWhere stories live. Discover now