ii. harga diri

22 10 6
                                    

Falling apart.

■■■

Tangan Adena menyusuri dinding kotor sekolah. Matanya redup, tak mampu ia sembunyikan seperti biasa.

Kenapa anak bodoh itu datang? Harusnya semua berjalan sempurna, dan sekarang ia malah kembali memikul beban hidup yang sama sekali tak berguna.

Ocehan-ocehan murid di sepanjang koridor samar-samar didengarnya.

Dia yang deketin Kai kemaren bukan sih?

Cih, jalang.

Tau. Baru aja ditinggalin Roni, udah nyari mangsa baru.

Sialan, masih berani aja nunjukkin muka.

Mata Adena memerah. Ia segera berlari ke ruangan kosong terdekat dan menumpahkan segalanya. Coba ingatkan, sudah berapa kali Adena menangis sejak itu?

Pada akhirnya, memang ia yang selalu salah. Otaknya, akal sehatnya, dan hatinya semua bertengkar. Suaranya terlalu keras, memekakan telinganya.

Suara deritan pintu membuyarkan lamunan Adena. Oh tidak, salah satu perempuan di koridor tadi. Ia buru-buru mengusap wajahnya dan menyelempang tasnya, melangkah ke arah pintu.

"Tunggu, lo gapapa? Kok mata lo bengkak?" Tanya perempuan itu. Ia menyorotkan raut muka khawatir.

Adena tersenyum paksa. "Gak kok," ucapnya, "gue habis baca buku sedih. Jadi baper, deh."

Perempuan itu menggigit bibir. "Gue ga yakin. Dari depan tadi, lo udah keliatan sedih gitu. Lo Adena, kan?"

Adena mengerutkan kening. "Kalo gue Adena, kenapa? Kalo bukan juga kenapa?"

Perempuan itu memegang tangan Adena. "Masalah Roni udah kesebar ke antero sekolah. Gue cuma mau tau kalau lo baik-baik aja."

Adena menepis tangannya kemudian tertawa sinis. "Kalo udah tau, gimana? Mau bilang, "Oh, Adena nangis tadi," terus ngetawain gue sama temen-temen tukang gosip lo itu, hah!?"

Perempuan tadi memiringkan kepala bingung. "Maksudnya?"

"Lo ngegosipin gue tadi. Lo pikir gue gak denger?"

"Apa sih, Adena.."

Tidak, ternyata tidak ada yang berbicara apapun. Semuanya hanyalah bayangan Adena. Halusinasi yang berbakat memboyong kehancuran.

 Halusinasi yang berbakat memboyong kehancuran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SemestakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang