"Mau pipis?" Tanya papa; gue pura pura gak denger.

Wajah lewi makin memerah, ia mengangguk pelan.
"Mm hmm..."

"Okay." Angguk papa, kali ini menggendong lewi ke kamar mandi dengan mudahnya.

Ia pernah jadi yang terbesar diantara kami sekeluarga; tapi sekarang, ia hanya bayang bayang diantara kami semua.

Ia berubah drastis dan amat cepat.

Gue menggeleng pelan; lagi gak pengen sedih sekarang. Kamen rider mana ya?

Gue cuma berusaha menghibur diri sendiri, kok.

Tapi dimana, ya? Jadi beneran nyari kan nih, ah.

Channel ini kali, ya?

Lah, masak masak.

Channel ini, kali?

Yaelah, godzilla.

Ini?

Kirby, dong.

Duh, dimana, ya?

Apa udah tamat kali, ya?

"Kemana, sih?!" Ambek gue. Kesel banget ngga nemu nemu! "Apa gua nontonnya di radio kali ya, pas itu?"

"Jack!"

Here we go; bapake mau nyuruh apaan lagi, nih?

"Iya?" Sahut gue seadanya, masih sambil mencari kamen rider.

"Boxer sama celananya lewi dong, tolong." Perintahnya.

"Ngapain?" Tanya gue; masih belum nyerah mencari.

"Ambilin aja!"

Yaelah, pa.

"Iya iya, bentar." Angguk gue; mata gue masih belum lepas dari TV. Kemana sih itu serial?!

"Nih," acuh gue memberikan apa yang diperintahkannya. "—ini, pa."

Gue kembali menonton—ngga, mencari tontonan. Mau marah njir, ngga nemu nemu.

Eh, ada dr oz. Bentaran deh, nonton ini dulu.

Kemaren, gue sempet denger tips healthy diet dari dia; cuma gak sampe iklan, gue udah ngemilin gorengan bekas kemaren. Ya, udahlah.

Tapi imbasnya, sekarang celana gue resletingnya jadi berontak semua; berkali kali gua ditegur orang gara gara sletingnya kebuka; mulai dari teguran yang alus, macem 'mas, sletingnya' sampe yang 'woy, burung lo tangkep buruan! Lepas!'

Kemaren, gue baru mau coba diet vegan. Tapi siangnya, jalan dikit di supermarket aja daging tester gua abisin.

Kacau, emang.

Makin tua makin caur.

"Kena air ya?" Tanya gue, melihat papa yang menggendong lewi di tangan kanan, dan membawa celana kotor lewi di tangan kiri. "Emang wastafelnya suka nyiram sendiri, gua kena tuh kemaren pas cuci muka."

"Uh, iya." Angguk papa, canggung.

"Apaan, sih?" Tanya gue, bingung. "Kok... Canggung?"

"Kamu kali." Papa menggeleng, kembali memposisikan Lewi di tempat tidur. "Tidur lagi, lew. Masih ngantuk, ya?"

Gue menopang dagu, saat tiba tiba wajah Kaka muncul di TV; gak lama, karena setelahnya logo adidas besar tiba tiba muncul.

"Lah, itu kan Kaka?" Tanya papa. "Ulang jack, coba!"

Lu kate indoxxi, bisa diputerbalik?

"Mana bisa, pa." Geleng gue. "Salah liat kali."

"Itu kaka!" Seru papa. "Kamu tadi juga liat ya, lew? Ah, itu lagi tuh! Tuh, liat!"

Iklannya tayang lagi; kembali menampilkan wajah Kaka sepersekian detik, setelah sebelumnya menampilkan rekor larinya yang bombastis. Setelahnya, tentu saja logo besar.

"Itu..." lirih lewi. "Iya pa, itu Kaka..."

"Salah liat!" Geleng gue keras keras; mengganti channel lain. "Mana mungkin dia masuk TV!"

"Mungkin aja! Orang tadi itu dia!" Geleng papa, gak mau kalah.

"Gak mungkin!"

"Mungkin!"

"Itu kaka, jack..." lirih lewi. "Di— di bawah matanya ada tahilalat kecil..."

Gue lupa bilang ini; lo tau karakter setan di film asia? Biasanya mereka punya tahilalat kan, dibawah mata? Di waterline? Nah, kaka pun begitu; ia punya tahilalat tepat di waterline.

Dia anak setan? Iya, gua juga mikir gitu.

Sialnya, wajahnya di iklan amat close up; bahkan hanya merek sepatu, rekor lari, serta wajahnya aja yang ditunjukkan di iklan; setelah itu logo besar.

"Itu kaka!" Tegas papa, masih bersikeras.

"Batu, papa. Nggak!"

"Itu kaka!"

"Bukan!"

"Kaka dimana, jack?"

Gue menoleh; mendapati Lewi yang kini kembali bersandar di bantal. Ia nggak bisa berdiri lama lama, atau ia makin pucat. Ia nggak bisa tegak lama lama, atau kepalanya makin sakit.

Dan gue harap, 'ia' bukan lewi.

"Uh..." Gue gelagapan. "Dirumah, sama mali."

"Dia ngga kesini?" Tanya lewi; terselip rasa kecewa dalam nada bicaranya. Sori, lew, lo ngga boleh tau...

"Dia..." duh, jawab apa nih?! "Dia ikut eskul basket sekarang, jadi, ya..."

"—sibuk." Jawab gue mantap. "Iya, sibuk."

"Basket?" Tanya lewi. "Dia udah ikut lari, jack. Siapa yang ngizinin dia ikut basket? Nanti dia—"

"Eh, bau pesing!" Seru gue, berusaha mengalihkan pembicaraan lewi. Untung bau pesing. "Nyium gak?"

Wajah lewi makin merah sesaat setelah gue bilang begitu.

Waduh, jangan jangan—

"Kamu ya?!" Tuding papa ke gue; menghancurkan lamunan gua dengan segera.

Ini kenapa jadi gua?!

"Lah, kok aku?!"

"Yang ngomong, yang ngelakuin biasanya!"

"Ada juga yang ngga ngomong yang ngelakuin, pa." Koreksi gue. "Mana ada maling teriak maling?"

"Papa, ya?" Tuding gue. "Papa, kan?"

"Eh, durhaka kamu, ya." Geleng papa. "Udahlah, kamu ini, udah gede, masih aja suka nyalahin orang."

"Ganti aja lah." Geleng gue balik, yang lantas mengganti channel tv; bisa abis beneran gue, kalo dilanjutin argumennya.

Duh—

"Itu Kaka!" Seru papa, lagi—bahkan sebelum gue mengaduh dalam hati. Bisa bisanya itu iklan muncul disetiap channel, njir. "Lew, itu! Kamu liat, kan?!"

"Ngga, ngga ada kaka!" Seru gue balik—kembali mengganti channel TV.

Sialnya, itu kembali muncul di channel lain yang barusan gue ganti.

Ini ada apa, sih?!

"Tuh, TV aja gak bisa boong. Itu kaka!"

Ampun deh, pa.

"Ngga ada Kaka!" Bantah gue, kali ini mematikan TV; memasukkan remotenya kedalam saku. "Aku mau cari angin dulu!"

"Remotenya sini!" Cegat papa. Tau aja lagi doi...

"Mau nonton ditempat orang!" Elak gue, yang langsung keluar sebelum dipanggil.

"Jack!"

Gue berlari kecil, berusaha menghindari bokap.

Ah, yang penting gue ngga satu ruangan lagi sama dia...

Kakak • lrhحيث تعيش القصص. اكتشف الآن