Perencana

20 8 0
                                    

Tidak bisa dikatakan latihan. Karena ini hanya kumpul yang membuang waktu. Dan menyianyiakan hari.
Janji jam 9.00, fakta yang menjadi saksi- bukanlah jam 9.00. Namun, jauh dari kesepakatan. Dapat dilihat dari menit. Bahkan dari detik.
Satu putaran musik dan berlatih drama, langsung dilanjut dengan evaluasi tanpa diputar kembali musik dan latihannya. Evaluasi kali ini lebih condong dengan tawa dan canda yang terus diungkapkan dari salah-satu pemeran dengan bergantian terus-menerus.
Begitu baiknya, dan tidak salah. Kesepakatan kemarin kumpulnya di Rumah Putri. Karena, tuan rumah khusunya orang tua atau ibunya Putri yang ramah dan senang telah dijadikan tempat perkumpulan hari ini.Dan saran darinya pun cukup membantu dalam permasalahan kostum dan make up  untuk drama nanti. Ibunya Putri terus mendampingi teman-teman yang kumpul dirumahnya. Terus bertanya kekurangan, terkadang menanyakan suatu hal yang sifatnya pribadi.
Saran dari Rivan yang dari tadi tetap diam dan duduk paling belakang teman-teman yang sedang duduk didepannya. sarannya pun langsung ditambah atau disetujui teman-teman lainnya.
"Dari pada latihan, ngomong terus. Mending tulis lagi, apa yang kurang dan dibutuhin saar drama".
Tanpa membuang waktu, salah-satu orang yang punya inisiatif langsung mengambil kertas dan bolpoin dan meletakannya ditengah-tengah tempat berkumpul.
"Kertas yang isinya anggaran dan keseluruhan dana, dimana?"
Nita menjawab ragu pertanyaan dari Rivan. Entah nada Rivan yang bertanya yang salah atau kenapa.
"Pi na"
"Pina-nya sakit, nggak kumpul". Sudah biasanya, Romah selalu menambahkan jawaban teman-temannya. Dengan kata terakhir, selalu ia panjangkan. Dan dilihat dari sikapnya yang seperti itu, dialah yang paling dan sangat semangat menginginkan keberhasilan dan kebahagiaan setelah pensi selesai.
Setelah Nita menjawab, bahawa kertasnya berada ditangan Pina. Via segera menelpon Pina tanpa disuruh oleh teman-temannya.
....
"Pin, dimana?"
"Dirumah"
"Mau kesini, gak?"
"Maaf Via, aku lagi sakit. Ini juga mau pulang kerumah yang ada di Cimanganten"
"Sekarang Pina dirumah mana?"
"Cikadu"
"Bisa kerumah Putri dulu gak?"
"Mau apa?"
"Bawa kertas kemarin itu, yang sama Pina tulis"
"Yang mana"
"Anggaran dana pensi"
"Oh iya, bentar ya Via. Mudah-mudahan Pina bisa. Ini mau izin dulu"
"Usahain yang Pin"
....
Semua yang ada dirumah Putri-  disalah-satu ruangannya, mendengar percakapan Via dengan Pina secara seksama. Karena, untungnya Via paham dan langsung membesarkan volume suara telpon.
....
Menunggu Pina datang, sudah tak asing. Semua teman-teman pasti rumpi dan membahas sesuatu yang tak penting. Namun kelebihannya, rumpi kali ini ada kaitannya dengan pensi.
Sekitar 8 Menita-an. Sudah terdengar lafalan salam suara wanita diarah pintu masuk, dan ini adalah Pina. Namun kiranya, ia sedang terburu-buru karena ditunggu oleh pamannya yang mengantarkan ia kerumah Putri. Lepas memberikan selembar kertas, ia langsung kembali mengucapkan salam dan pergi meninggalkan pintu masuk Rumah Putri.
....
Adzan dzuhur sudah berkumandang, semua teman-teman terus mambahas anggaran dan dana yang harus disiapkan didamping oleh Ibunya Putri.
"Kunci motor mana?"
"Lo mau kemana, Van?" Wildan langsung refleks menanyakan maksud pertanyaan Rivan
"Kedepan dulu"
"Ayo, gue antar"
"Gak usah, lo sama temen-temen yang lain aja. Gue bentar mau kedepan dulu".
"Yaudah, gue gak bawa motor"
"Lo jangan lama-lama, temen-temen yang lain pasti tunggu dan nanyain"
"Iya santai"
Tak tahu kenapa, setelah adzan berkumandang Rivan pamit nanyain kunci motor. Bukti dirinya akan pergi meninggalkan acara kumpul.
Tak lebih dari 15 Menit, Rivan kembali datang dengan membawa makanan dan minuman. Semua teman-temannya heran, dikira- ia tadi itu melaksanakan sholat. Ternyata jajan disalah-satu warung pinggir jalan.
Awalnya Rivan dilarang kemana-mana. Takutnya, Rivan malah pulang karena acara kumpulnya yang berdominasi dengan kebosanan.
Tak lama, diruangan kumpul. Rivan kembali keluar membawa handphone- nya yang ia genggam.
....
Rivan kembali datang, semua teman-temannya sedang bersiap-siap melaksanakan sholat bejamaah
"Ayo, Van lo yang jadi imam"
Teman-teman yang bersiap-siap melaksanakan sholat mengajak Rivan untuk sholat dan memimpin jemaah sholat dzuhur.
"Gue udah"
"Lo udah Van?" Wildan bertanya sebari menghampir letak Rivan berdiri. Namun, Rivan hanya diam tak mengulang perkataannya yang kedua kali.
"Lo, gak ngajak-ngajak Van"
Wildan meninggalkan Rivan didepan pintu.
....
Selesai sholat, semua pemeran kembali sibuk dengan tugasnya masing-masing. Mengumpulkan kardus, menebang bambu sekaligus memotongnya untuk tongkat bendera dan alu para dayang, membeli cat, lem, double tip, peralatan make up yang harus dibeli karena tak ada yang punya, memikirkan uang dan tempat penyewaan kostum dan lain-lain.
Semua sibuk dengan tugas yang dibebankan Rivan kepada masing-masing pemeran. Tak sedikit pula, ada yang inisiatif . Bahkan memberi saran tentang keepektifan kerja.
Pukul dua siang atau 14.00 terlihat jelas di salah-satu jam dinding dirumahnya Putri. Dan diwaktu inilah, pekerjaan kembali dibagi rata. Ada yang mencat bambu, kardus, menyiapkan properti lainnya, dan ada pula yang memasak untuk persiapan makan siang.
Persoalan masak, tadinya bukanlah rencana. Namun, Ibunya Putri seperti memaksa untuk semua yang kumpul dirumahnya harus masak. Ditambah lagi, Ibu Putri sudah lama tidak memasak nasi liwet dan sebagainya.
....
Sudah lumayan sore. Pekerjaan dan proferti sudah mulai terkumpul, tinggal beberapa saja yang belum.
Selesai makan. Sudah seperti biasanya, teman-teman sudah pasti ada yang memulai untuk ngobrol dan becanda tak karuan.
.....
Semua orang sudah mulai bubar, meninggalkan rumah Putri. Barang-barang yang tadi dipekerjakan, dikumpulkan, dihias, dicat dan lain sebagainya, disimpan dirumah Putri untuk sementara.
Semua pemeran pulang kerumahnya masing-masing. Namun berbeda dengan Rivan, Wildan, Lastri, Via dan Romah. Mereka mengunjungi salah-satu sanggar tempat menyewa kostum para pemeran drama.
Hujan deras, baju basah, mata perih, tidak membuat menyerah 5 Pemeran inti dari drama Rorojonggrang ini. Mereka mengujungi satu sangga kesangga yang lain. Demi menemukan kostum yang pas tampilannya dan murah harganya. Karena, teman-teman semua sangat kekurangan dalam masalah keuangan.

Roro Jonggrang dan Tipu Daya PencitraanDonde viven las historias. Descúbrelo ahora