Minggu Cerah Yang Dingin

25 7 0
                                    

<<<>>>

Hari Minggu, H- se-Minggu menunju pensi. Sesuai intruksi dari teman-teman, hari ini latihan di rumah salah-satu pemeran drama- yaitu Putri yang berperan sebagai penari dipembukaan pentas seni. Jika tak tahu, kumpul didepan Apotek. Itu kalimat terakhir yang menjadi informasi. Ditambah, jam 9 lah waktu kumpulnya. Intruksi itu adalah kesepakatan dari semua pemeran drama. Dan Rivan, sudah kebiasaanya- lah yang tak mau tahu soal kesepakatan itu. Yang ingin ia tahu, hanya informasi to the point dari musyawarah kesepakatan sejak latihan kemarin yang dirinya tak mengikuti latihan itu sampai selesai. Dan Rivan adalah salah seorang yang tidak suka jika informasi dan kesepakatan yang telah dibuat, dilanggar semenah-menah tanpa ada pemikiran terlebih dahulu.
....
Minggu yang cerah ditambah terik matahari yang begitu dan mulai panas. Semua orang pasti punya kesibukan masing-masing. Dan semua orang pun berhak mendapatkan kebahagiaannya masing-masing dihari libur ini. Namun, sungguh terpaksa para pemeran pensi XMIA2 harus berkumpul, berlatih dan diskusi masalah- tentang pensi yang belum pasti. Begitu banyak kekurangan. Sampai harus menyita waktu liburan para pemeran drama.
Jam 9 sudah berlalu, sudah hampir jam 10.00 pagi. Tapi, para pemeran belum berkumpul semua ditempat kediamannya Putri. Dan dijam ini-lah, mulut Rivan mulai mengeluarkan suara.
"Kemarin, informasi kumpulnya jam berapa?" Pertanyaan itu dilontarkan pada Putri dan Didah dipinggir Jalan. Dengan nada yang rendah dan ketus tanpa memandang wajah Putri dan Didah.
Didah dan Putri, sudah tahu. Bahwa kelanjutan dan arah pembicaraannya akan kemana.
"Jam 9". Jawaban singkat untuk menjawab pertanyaan Rivan. Namun, jawabannya itu sungguh penuh dengan kehati-hatian. Khawatir dengan jawaban Rivan yang akan mengagetkan dan men-skak jawabannya.
Untuk kali ini, aneh. Karena Rivan tak melanjutkan pembicaraan itu. Hanya datang iringan suara motor dan mobil yang berlalu-lalang didepan mereka.
....
Cukup dingin, pertemuan kali ini. Karena Rivan, tetap tak mau masuk kedalam rumah Putri. Ia tetap duduk diatas jok motor yang tadi ia kendarai untuk sampai kedepan Apotek ini.
"Gue gak mau kumpul, kalo semuanya belum kumpul!"
"Hanya Alfin dan Wildan saja. Bentar lagi juga, datang" Didah terus membujuk Rivan untuk masuk ke rumahnya Putri. Namun, tetap saja. Respon dari Rivan tetap konsisten, hanya menggelengkan kepalanya dengan melihat kebawah motor yang sedang ia duduki.
....
"Tuh, Alfin datang". Putri dan Didah hampir serempak mengatakan itu. Dengan terus melihat Alfin yang sedang berjalan dikejauhan sana. Memakai baju biasa ditambah tas kecil yang selalu ia bawa saat berpergian.
"Maaf telat. Lo udah datang, Van?"
"Gue dari jam sembilan duduk disini. Gue kira kumpulnya disekolah. Gue nunggu disekolah hampir setengah jam. Tadinya gue mau pulang, tapi ada Didah dan Putri di pinggir Jalan. Ya, terpaksa harus kesini" Rivan menjawab pertanyaan Alfin dengan terjeda-jeda seperti menghayati tiap-tiap kalimat yang akan ia ucapkan. Namun dengan nada yang sama, tidak ada maksud marah atau pun sombong.
Diluar Sekolah dan Kelas, Rivan tak terlalu ketus dan pendiam. Ditambah lagi, Alfin cukup dekat dengan Rivan dikesehariannya. Jadi, sudah biasa jika Rivan bercerita dengan kata yang banyak dan panjang kepada dirinya.
"Iya, gue maaf. Hari Minggu, angkot Hambaro lumayan langka bro" Alfin merespon cerita Rivan dengan ditaburi suara ketawa yang dibuat sengaja atas fakta yang tak menerima.
"Kumpulnya dimana?".
"Disana, Rumah Putri. Masuk lagi kedalam".
Berhubung Rivan diam. Alfin sudah mulai terbiasa dengan sikap Rivan yang berbeda disemester dua ini.
"Ayo Van, ke Rumah Putri!".
"Tunggu Wildan dulu".
Rivan hari ini, seperti tak mau berbicara basa-basi. Ia langsung to the point kepermasalahan inti.
"Tuh, Wildan" Putri berteriak memberitahu semua orang yang ada didepan Apotek ini dengan suara yang kaget bagai melihat hantu.
"Ayo, masuk! Langsung mulai saja latihannya" Alfin dan Didah mengajak orang yang ada didepan Apotek ini dengan nada yang mengecil, terus mengecil. Karena Alfin dan Didah, mengajak masuk ke rumah Putri dengan gerak tubuh sambil berjalan.

Roro Jonggrang dan Tipu Daya PencitraanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang