The Thirteenth Thread - "First Chance is Something Sudden"

Start from the beginning
                                        

Masalahnya, aku tidak tahu masalah apa yang menimpa Arlan Pratama. Kuharap dia bersedia berbagi, walau hanya sedikit. Kupikir juga, suasana yang sedang mengerubungi kami seolah mengumumkan hal itu. Arlan Pratama akan berbagi sedikit, semoga, kalau firasatku memang benar. 

Tugasku adalah memberinya motivasi agar dia bangkit dari keterpurukannya. Aku bersedia untuk membaca kalimat-kalimat penuh motivasi setiap malam, hanya agar aku bisa berbagi. 

"Tapi, kita harus tetap bangkit. Tidak ada orang yang ingin melihat kita terpuruk karena memikirkan mereka," ucapku sembari menyemangatinya. "Jangan terlalu dipikirkan. Segala hal di dunia ini telah diatur dan diikat. Semua kejadian yang menimpa kita pasti memiliki pembelajaran dan tujuan tersendiri. Hal yang terjadi adalah jalan terbaik. Semua masalah akan berlalu. Dengan percaya, niscaya--" 

Arlan Pratama tiba-tiba saja tertawa pelan, "Kamu hafal darimana kata-kata mutiara kayak gitu?" 

Aku ingin memarahinya karena telah mengacaukan pidato penuh motivasiku, tetapi akhirnya aku tersenyum juga saat melihatnya mulai tercerahkan. Semoga.

"Lupa, aku memang suka baca apapun tentang pengembangan diri," ucapku sambil mulai menyeberang ketika rambu lalu lintas telah memamerkan warna hijau untuk para pejalan kaki.

Arlan Pratama mengikutiku dari belakang, "Kalau bisa memeriksa umur mental, mungkin umurmu lebih dari lima puluh tahun."

Aku mengerutkan kening dan menatapnya kesal, "Umur mentalmu yang lebih dari lima puluh tahun!" balasku.

Dia tertawa, "Jangan kesal begitu. Nyatanya kan, kita masih anak-anak."

Seketika, aku bisa mendengar suara Rania yang tadi memang sempat mengatakan bahwa aku memang masih anak-anak. Kuhela napasku pelan, lalu mulai berlari kecil saat rambu untuk pejalan kaki sudah menunjukkan warna merah.

"Rambu untuk pejalan kaki kurang adil, ya," komentar Arlan Pratama dari belakang.

Aku memeriksa keadaannya, dia sudah menginjak trotoar sambil memperhatikan tiang rambu lalu lintas, yang mana halnya keadaan telah aman. Kami tinggal berjalan kaki sampai persimpangan, lalu menemukan gedung apartemen kami.

Saat menoleh kembali ke depan, aku melihat ada dua anak laki-laki yang sedang berlari. Mereka mungkin masih SD. Anak laki-laki di belakang sedang mengejar anak di depan. Keduanya tertawa dengan begitu gembira, membuatku diam-diam mengulum senyum juga.

Di daerah sekitaran sini memang nyaris dipenuhi oleh toko-toko dan pasar yang mulai sepi karena hari telah sore. Anak-anak yang bermain di kawasan itu juga banyak, apalagi di saat-saat seperti ini.

Aku terus melangkah ke depan, sementara dua anak itu juga berlari dari arah yang berlawanan, membuat jarak kami semakin lama semakin dekat.

Semakin dekat, aku pun tersadar bahwa anak yang berlari di paling depan menggenggam benang panjang. Karena beberapa kali menatap ke langit, aku mulai menduga-duga bahwa mereka sedang mengejar layang-layang. Namun, aku yakin bahwa tidak ada layangan yang lewat atau putus di sekitaran sini. Seingatku aku memang tidak melihatmya, karena mereka berlari ke arahku.

"Anak-anak itu polos sekali," gumam Arlan Pratama pelan.

Aku hanya mampu meresponsnya dengan menganggukan kepalaku, menyetujui kata-kata Arlan Pratama.

Kulanjutkan langkahku. Suara langkah dari belakang mengingatkanku tentang keberadaan Arlan Pratama.

Langkahku mulai melambat untuk menyesuaikan kemana anak-anak itu akan berlari--karena aku tidak ingin menabrak mereka--dan sepertinya Arlan Pratama juga tengah memperhatikan mereka, sebab dia tidak segera menyusulku.

Saat jarakku dan anak yang berlari paling depan itu tinggal berjarak satu meter, langkahku langsung terhenti. Mataku membulat saat anak itu berlari melewatiku.

Anak itu tidak pernah menggenggam benang.

TIIIIIIIIIINN!

Suara klakson panjang terdengar dari belakangku. Anak yang tadinya mengejar temannya itu pun berhenti berlari dan menampakkan ekspresi pucat pasi ketakutan.

Kutolehkan kepalaku ke belakang dan menemukan sebuah mobil sedan berwarna abu-abu tengah berhenti di tengah jalan, membuka kaca jendela mobilnya untuk bersumpah serapah. Sementara Arlan Pratama sedang mengenggam pergelangan anak itu.

"Berlari seperti itu kan berbahaya," sahut Arlan Pratama sambil menasehati anak itu dengan nada mengintimidasi. "Kamu tidak lihat lampunya merah?"

"Ti-tidak lihat, kak," cicit anak itu, ketakutan. "T-terima kasih sudah menarikku."

"Iya, sama-sama. Lain kali jangan main di jalanan," ucap Arlan Pratama dengan santainya.

Aku menggunakan kesempatan itu untuk mengobservasi anak itu. Tidak, tidak ada benang di tangan anak itu. Tidak juga di sekitaran tempat itu.

Arlan Pratama berbincang singkat dengan anak itu. Aku hanya bisa terdiam bersama pemikiranku.

Saat dua anak itu telah berlalu, Arlan Pratama menegurku, "Kenapa wajahmu tegang begitu? Anaknya kan tidak ketabrak."

"Anak itu ... habis ngejar layangan, ya?" tanyaku, berusaha optimis.

"Enggak, mereka hanya sedang bermain kejar-kejaran. Bahaya sekali kalau mainnya di sini. Untung saja ketangkap," ucapnya dengan nada sombong yang terdengar lumayan jelas dari nadanya.

"I-iya, untunglah kalau begitu."

Arlan Pratama mengerutkan kening, "Kamu kenapa sih? Tiba-tiba jadi aneh begitu. Kamu lapar?"

"Enggak, kok. Ayo kita pulang," sahutku.

Kugerakkan langkahku secara paksa. Meskipun terasa sangat berat, aku ingin segera pulang ke rumah. Arlan Pratama di sampingku, terus mengoceh tentang kejadian tadi.

Untung saja ada Arlan Pratama, karena jika hanya aku, aku mungkin hanya bisa diam dan menyesali semuanya saat ini. Nyawa anak itu benar-benar diselamatkan olehnya.

Aku yakin, aku benar-benar melihat untaian benang pada anak itu, tadi. Benang itu bukan dibawanya dalam genggamannya, tetapi ...

Benang hitam itu terikat di kelingkingnya.

Selain benang merah, terdapat eksistensi benang hitam, yang tidak pernah kuketahui sebelumnya.

***TBC***

7 Maret 2018

Cindyana's Note

Selamat hari Nyepi untuk yang merayakan!

Karena hari ini libur, kupikir bakal banyak yang membuka Wattpad, jadi aku update deh.

BAGAIMANA? Apakah kalian sudah bisa menebak main conflict dari cerita ini?

Apakah ini seru? Semoga seru yaaa!

Kalau belum seru, tunggu sampai aku membuka puncak konflik, ya! Akan kubuat kalian semua cengo! Amiiin!

Btw ini 2200 kata. Panjaaaang, kan? :D

Kalau kalian tidak ngeh dengan 0,8 berarti kalian tidak peka. Manusia tidak peka tidak berhak ngatain karakterku tidak peka :)

Kalau kalian ngeh, ya berarti kalian peka. Silakan hujat makhluk-makhlukku yang tidak ngeh ///woi.

TENANG! GULALI KAPAS ARLAN ALENNA MASIH BANYAK DI AKU! <3

Hari Jumat ini akan jadi hari kejepit nasional. GANBA! :>

Cindyana / Prythalize

LFS 2 - Red String [END]Where stories live. Discover now