Kulihat dia tidak membawa kertas atau pena, jadinya aku hanya mengiyakan saja.
Arlan Pratama terdiam sejenak. Beberapa detik kemudian, dia bertanya lagi, "Omong-omong, aku baru sadar. Bab garis singgung lingkaran itu kan pelajaran semester dua, kan?"
"Iya," jawabku.
"Hm, berarti aku sudah salah belajar," katanya sambil mengelus dagunya sendiri, seolah tampak berpikir keras. "Pantesan rasanya aneh, dari aljabar dan fungsi, tiba-tiba sampai lingkaran."
Aku menatapnya sedatar-datarnya. Orang mana yang bisa salah mempelajari pelajaran? Malam itu sebenarnya aku bingung, tetapi aku berusaha menutup-nutupi kenyataan kalau aku memang sedang menunggu panggilan dari papa alih-alih belajar.
"Kamu lagi tidak bersemangat? Padahal kita sudah bahas soal pelajaran."
"Kamu pikir bahas pelajaran bisa bikin orang senang?" tanyaku sambil menghela napas.
"Matamu selalu membinar-binar, kalau kita bahas pelajaran," ucap Arlan Pratama tanpa merasa bersalah.
"Berapi-api, maksudmu?"
Arlan Pratama tertawa, "Iya. Oh ya, kalau gitu, aku balik dulu."
Kuanggukan kepalaku. "Oke."
Aku hanya diam menyaksikannya menghilang di balik pintu kelasnya. Kutolehkan kepalaku menatap orang-orang di kelas yang masih cengo, tidak mengatakan apa pun walau tatapan mereka menunjukkan keingintahuan yang dalam.
"Aku yang salah lihat atau memang tadi Arlan datang ke kelas kita?" Jingga yang datang bersama Rania dan Fhea langsung bertanya bahkan sebelum aku duduk di kursiku.
"Enggak, tuh. Enggak salah lihat."
Meskipun tidak melihat siapa yang berbicara, aku tahu orang itu sedang melirik ke arahku. Sebab, Rania, Fhea dan Jingga langsung menoleh ke arahku secara bersamaan.
"Oh." Rania menganggukkan kepala. "Jadi, Arlan modus pinjam apa lagi sama kamu setelah kamus dan payung?"
Omong-omong, Rania tahu soal Arlan Pratama yang meminjam payungku. Mengapa bisa? Itu karena Rania melihat kejadian saat Arlan Pratama mengembalikannya kepadaku pagi-pagi, entah berapa minggu yang lalu.
Saat kutanya mengapa tidak mengembalikannya di rumah, dia menjawab dengan santai, bahwa kemungkinan akan hujan deras pulang sekolah nanti. Dan kata-katanya terjadi; hari itu hujan benar-benar turun sangat deras.
"Arlan Pra--dia tidak meminjam barangku sesering itu," ucapku.
"Lebih seringan Rania kan, ya? Pena saja harus pinjam ke Alenna," celetuk Fhea.
"Itu kan gara-gara penaku sering raib tiba-tiba!" Rania membela diri. "Dan untuk Alenna, bukan modus itu yang aku maksud. Maksudku, dia pinjam barang apa kali ini?"
"Kalkulator," balasku.
Aku langsung membalikkan bukuku pada halaman paling terakhir, lalu mencatat angka yang masih tampil di layar. Kalau tidak segera ditulis, bisa saja angka itu akan hilang.
"Eh? Ada PR ya?" tanya Rania dengan panik.
"Enggak, kok," balasku.
Jingga dan Fhea sudah kembali ke tempat duduk mereka, sedangkan Rania masih berdiri di sampingku, memperhatikanku mencatat angka-angka itu.
"Hm ... Dari Arlan, ya?" tanya Rania agak menunduk agar bisa melihat lebih jelas.
"Iya. Tahu darimana?" tanyaku balik.
Rania berdecak pelan sambil menggelengkan kepalanya, "Rupanya begitu ya, cara orang-orang pintar PDKT?"
"PDKT?"
VOUS LISEZ
LFS 2 - Red String [END]
Fantasy[Little Fantasy Secret 2] Alenna mungkin terlihat seperti anak SMP kebanyakan, kecuali satu hal yang membuatnya istimewa; Alenna bisa melihat benang merah takdir. Namun Alenna tidak menganggapnya sebagai anugerah yang berarti. Mendapat peringkat per...
The Thirteenth Thread - "First Chance is Something Sudden"
Depuis le début
![LFS 2 - Red String [END]](https://img.wattpad.com/cover/167548547-64-k308475.jpg)