"Jangan nangis, kak..." bisikku; yang entah kenapa tangis kakak malah makin besar. "Kakak, ada yang sakit?"

Ia menggumam—atau meracau—, berulang kali; membuatku panik, jujur aja. Tapi, aku nggak boleh panik sekarang.

"Kak," gelengku, mengusap punggung kakak pelan pelan, seperti yang ia lakukan padaku, kalo aku nangis. "Kakak sakit, ya?"

"Gak apa apa, kak, bilang aja..." lirihku. "Aku ngga bakal ngeledekin kakak..."

Kakak nggak menjawab; its fine, yang penting, tangisnya nggak sebesar tadi.

Aw!

Entah kenapa, tiba tiba kakak meremas pundakku. Asli, lebih sakit daripada kak cal mukul aku.

"S-Sakit..." lirihnya; sekarang kaosku dibasahi air mata kakak. But its fi—

Aw!

Pundakku diremas lebih keras lagi; membuatku menggigit bibir menahan teriakan sendiri.

Bayangin aja kamu dipukul Ashton, Ka. Nggak sakit, ini ngga sakit...

"Sakitnya gimana, kak?" Tanyaku, menggigit bibir makin keras karena kak luke juga meremas bahuku makin keras.

Ia melepas pelukanku tiba tiba, kemudian kepalanya beralih menatap lantai, memuntahkan sesuatu disana.

"Its okay..." aku mengusap bahunya, menahannya yang hampir kehilangan keseimbangan. "Udah, kak?"

Ia mengangguk pelan; kepalanya hanya bertumpu pada bahuku sekarang, badannya dingin bukan main.

"Aku panggilin dokter ya?" Tanyaku, yang digelenginya.

"Okay..." anggukku, mengiyakan begitu aja kemauannya. "You're gonna be fine..."

Suara tangisnya masih terdengar, kali ini ia meremas erat erat tanganku yang digenggamnya, menyisakan bekas merah disana setelahnya.

Gak sampai semenit, ia melakukannya lagi; kali ini disusul tangisan lain yang lebih keras daripada tadi.

"S-Sakit, Ka..." Isaknya. "M-Make... Make it s-stop, please..."

"I wish i could..." gelengku, yang rasanya pengen nampol diri sendiri karena gak bisa ngelakuin apa apa. "You can hold me, I'm here..."

Aku belum berhenti mengusap bahu kakak, dengan tanganku yang tidak digenggamnya. Badannya dingin, tapi keringetan, gimana dong?

"Mau sambil tiduran, kak?" Tanyaku, yang merasa tangis kakak mereda sekarang. "Nanti kalo mau muntah lagi, tinggal... Um..."

Aku mengambil akuarium kecil yang kali ini gak ada isinya; ikan yang kubeli waktu itu udah mati, karena kebanyakan kuobok obok airnya; salah satu dari mereka kupencet sampe mati. Asli, gak niat bikin mati tadinya, cuma pengen mencet aja.

"Pake ini." Ujarku, memangku akuarium tersebut. "Ya, kak?"

Ia mengangguk; akhirnya perlahan mengganti posisi menjadi berbaring.

Kakak • lrhWhere stories live. Discover now