31. Pamit

4.2K 698 276
                                    


Akan selalu ada
Hati yang lapang
Maaf yang tulus
Untuk mereka yang kita cinta

Akan selalu adaHati yang lapangMaaf yang tulusUntuk mereka yang kita cinta

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Satu jam berlalu, Tetha masih mengunci diri di kamar mandi. Masih tetap pada posisinya terduduk dilantai memeluk kedua kaki setelah mendorong Rion keluar.

Sejak tadi Tetha hanya bisa menangis, tidak tahu caranya berhenti.

Terkadang luka hati perlu air mata untuk membasuhnya. Tidak serta merta menyembuhkan memang tapi ajaib selalu bisa sedikit mengurangi rasa sakit, setidaknya untuk beberapa saat.

Sementara Rion, di balik pintu juga masih terduduk lemah tak henti bergumam kata maaf. Bedanya air mata sudah kering walau amarah dan kecewa pada diri masih kuat menguasai. Percayalah, penyesalan memang menyebalkan. Rasa bersalah apalagi, sangat menyiksa.

Lega, perlahan Tetha mulai sedikit merasakannya. Benar kan? Menangis memang ajaib. Rasa pegal yang menjalar keseluruh tubuh membuat Tetha merebahkan tubuhnya diatas lantai marmer dingin itu, tidak peduli dinginnya lantai menusuk kulitnya yang hanya terbungkus sebagian kain sutra tipis.

Pikirannya kembali pada kejadian satu jam lalu ketika Rion masih bersamanya di sini.

"Were you drunk?" Tanyanya lemah.

"No." Jawab Rion pelan.

"Or her?"

"No."

"So why? Why did you do that?"

"Nggak tau."

"Aku sama Tares bisa aja ngelakuin hal yang sama malam itu tapi kita bisa berhenti. Kenapa kalian enggak?"

Rion semakin hancur, menunduk, memejam, "Maaf..."

Kata itu, kata yang terdiri dari empat huruf itu kali ini tiap kali mendengarnya terasa bagai garam yang ditaburkan di atas luka. Perih. "Kamu keluar! Aku mau sendiri." Bisik Tetha lemah.

"By..." Rion mendekat menyentuh wajahnya.

"Keluar!" Tetha mundur, menepis tangan Rion dari wajahnya. "Please, keluar!!"

"By," Rion kembali mendekat berusaha memeluknya, namun Tetha menahannya.

"Keluar!" Tetha mulai mendorong tubuhnya.

"By..."

"Keluar!!!! Aku mohon, Yon! Keluar!! Please!!" Karena kembali melihat Tetha menangis, Rion menyerah dan akhirnya mengikuti keinginan Tetha untuk keluar dari ruangan itu. "Please keluar! Aku mohon!"

Konstelasi (Hug Me)Where stories live. Discover now