4. Pagi Itu

5.6K 863 188
                                    

"Mereka bukan peramal, jika tidak bicara. Mana bisa tahu."

***

"Res... minum dulu oralitnya." Tares yang hampir terlelap mengerjap lalu perlahan bangun menuruti permintaan Rasi.

"Abisin, Res!" Perintah Rasi saat Tares berhenti meneguk cairan oralit itu. Tares menurutinya.

"Laper nggak? Mak Euis bikinin bubur tuh. Mau?"

"Dikit aja deh."

"Oke. Bentar ya gue ambil."

"Ras!" Panggil Tares mengehentikan Rasi yang akan membuka pintu.

"Apa?"

"Rion mana?"

"Pulang. Si Danin di rumah sendiri. Orang tuanya Rion lagi ke Surabaya. Kenapa?"

"Nggak apa-apa, nanya aja." Padahal Tares ingin bertanya sesuatu pada Rion. Walau sempat ragu, tapi entah kenapa tadi waktu dibangunkan Rasi, keraguannya seketika hilang. Tares ingin tau keadaan Tetha. Iya, dari sejak tadi jauh sebelum diare menyiksanya Tares penasaran dengan keadaan Tetha, bagaimana kelanjutan hubungan Tetha dengan Darda, apa Darda setuju putus dengan Tetha, apa tadi Tetha menangis? Tares sangat ingin tau jawabannya.

Tares mengambil ponselnya dari saku celana dan berakhir bengong menatap layar ponsel sampai Rasi kembali ke kamar, dengan membawa bubur dan sup ayam kampung yang masih hangat diatas nampan.

"Wangi ya? Sup ayam kampung kesukaan gue nih, yang dulu bikin lo nggak bisa berhenti makan."

Tares tersenyum simpul menanggapinya.

"Aaa!" Pinta Rasi, menyodorkan sendok di depan mulutnya.

"Gue makan sendiri aja, Ras."

"Ih! Cepet! Aaa!"

Lagi nggak ada tenaga buat debat, Tares pun membuka mulutnya membiarkan bubur dan potongan ayam pada sendok masuk ke dalam mulutnya.

"Enak?"

"Hmm..."

"Tadi gue udah ngehubungin nyokap lo, bilang lo sakit dan nginep di sini."

"Nggak dikasih tau juga nggak akan nyariin."

"Yang penting kan bilang."

Kadang Tares dibuat sebal dengan Rasi yang nyebelin, Rasi yang galak, Rasi yang nggak mau kalah, Rasi Si Tukang ngomel, tapi orang pertama yang Tares datangi saat ada masalah dengan Mamanya, orang pertama yang tahu masalah Tares dengan Mamanya, orang pertama yang tau keadaan keluarga Tares, yang nyaman ia ajak bicara tentang keluarganya adalah Rasi. Begitupun sebaliknya.

Mungkin karena mereka merasa sama, mereka pikir satu sama lain bisa lebih mengerti dari Rion atau Tetha.

Sama-sama anak tunggal, sama-sama kehilangan sosok Papa, sama-sama kesepian, sama-sama diabaikan.

Keduanya kadang sering bertanya-tanya, jika hanya jadi pajangan kenapa membuat mereka ada?

Jika hanya jadi pajangan, lebih baik kan berdua saja? Mereka tidak usah ada.

Rasi bertemu Papanya enam bulan sekali, itupun hanya untuk beberapa hari dan sumpah keduanya sangat canggung. Tares lebih miris, Tares hanya bertemu Papa di rumah setiap Lebaran, jika rindu harus Tares yang datang ke rumah Papanya di Jakarta.

Sebelum meninggal Mama Rasi adalah enterpreneur sekaligus sosialita yang sibuk, punya beberapa cabang salon kecantikan dan butik di lima kota besar di Indonesia, juga seabrek aktivitas sosialita yang membuatnya banyak menghabiskn waktu di luar rumah dari pada bersama Rasi di rumah.

Konstelasi (Hug Me)Where stories live. Discover now