sembilan ㅡ akihabara, chiyoda.

4.2K 1K 214
                                    

//

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

//

[⚠]
ㅡsensitive contents.
ㅡlonger chapter than usual.

//

"awalnya gara-gara mama."

dini hari itu, felix memulai cerita. changbin tetap memandangi jalan walau kupingnya terpasang baik-baik.

"mungkin mama ngelakuin ini tanpa sadar, tapi beliau cenderung lebih merhatiin chaewon yang lebih pinter dan menonjol daripada gue. apalagi setelah papa minta cerai terus nikah sama istri barunya, yang sayang gue di rumah cuma chaewon."

"chaewon, kembaran gue itu, kapan sih gak dapet nilai A di rapotnya? pas di smp, dia juga anggota inti padus. lalu gue yang datar dan males jadi pusat perhatian ini, mau gak mau, dibanding-bandingin sama dia."

"waktu di sd dan smp, gue masih biasa aja. beranjak ke sma, tekanannya makin gede. ditambah gue yang sadar gue tertarik sama cowok, rasa takut gue menjadi-jadi."

felix meneguk ludah, "gue yang biasa aja, mama udah gak perhatiin. gimana kalo ditambah gue gay?"

"dari situ, mungkin pertama kalinya gue kena anxiety. tiap hari gue dibayang-bayangin amukan mama yang meledak-ledak. gue takut, kak. sampe sekarang."

changbin menyela cerita felix untuk mengusap pipi felix. air mata yang jatuh itu tidak felix sadari.

felix menghela napas, "gue ngalihin semua itu pake belajar, lagipula gue sering gak bisa tidur, dan gue emang pengen ngalahin chaewon supaya mama perhatiin gue. gue berhasil, mama peduli sama gue."

"tapi tekanannya gak berhenti, malah makin gede, soalnya gue harus pertahanin pencapaian gue. perhatian mama gak cukup obatin tekanannya karena gue sadar, mama adalah sumber tekanan itu."

"gue jadi terbiasa belajar, tapi gak tau kenapa gue makin lama makin capek semua, mentally and physically. waktu gue tau ada yang namanya self harm dari gak sengaja baca artikel, gue iseng coba."

"dan ternyata, gak seburuk itu." suara felix terputus. "rasa sakitnya pindah ke luka-luka gue. gue ketagihan. gue tau itu salah, tapi gue ketagihan."

"diem-diem, gue ngunjungin psikolog sama psikiater, i don't know which one better. gue dapet diagnosa, gue terapi, dan bersamaan dengan itu, lo juga muncul di hidup gue."

felix menahan napas, "dan semuanya mendadak kerasa lebih baik. lo yang open minded, bisa gue ajak cerita, mau nemenin gue, bahkan tetep memperlakukan gue dengan baik setelah gue ngaku gue gay."

"gue sadar kalo orang kayak lo yang mau gue pertahanin di hidup gue, kak. dan gak bohong, gue kelewat seneng pas lo bilang lo juga sayang sama gue."

terisak, felix berujar, "i look at you and see everything i ever wanted, but then i look at my self and see nothing you deserved."

"anxiety gue nyadarin kalo gue gak pantes buat lo. orang-orang pasti sebut gue gila, penyakitan, bocah kurang perhatian, kurang iman, kerasukan setan, otak pendek, dan gue takut suatu hari lo tau penyakit mental gue lalu pergi gitu aja."

"gueㅡgue gak mau!" pekik felix, frustasi. menggeleng kuat berulang kali, meninju spontan dashboard mobil changbin.

"makanya gue pergi duluan, biar lo nyerah terus kita pisah karena jauh, bukan setelah lo tau semuanya dan jijik sama gue. tapi kenapa," nada felix lirih.

menunduk, menopang kepala pada telapak dengan siku yang bertumpu di lutut, felix menyambung, terengah, "kenapa lo tau semuanya tapi tetep gak nyerah kak? gue aja benci sama diri gue sendiri."

felix bernapas keras-keras dalam diam, dan changbin tidak menjawab.

mobil memasuki daerah chiyoda. kawasan akihabara penuh dengan berbagai reklame iklan, lebih banyak dari shibuya.

julukan akihabara adalah electric town. sesuai namanya, banyak toko menjual peralatan elektronik disini.

tapi fokus changbin membawa felix ke akihabara bukanlah itu, melainkan pemandangan malam dengan lampu-lampu neon elektrik yang benar-benar hidup setelah matahari turun tenggelam.

tapi fokus changbin membawa felix ke akihabara bukanlah itu, melainkan pemandangan malam dengan lampu-lampu neon elektrik yang benar-benar hidup setelah matahari turun tenggelam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

changbin berhenti di tempat bebas parkir, menarik tangan felix kembali ke genggaman.

"lo berhasil ngelewatin masa-masa gelap and it's amazing to see what you've been through, jadi ayo nikmatin cahaya distrik chiyoda."

felix melongo, pada akhirnya mendongak. membiarkan gemerlapan warna-warni papan iklan menusuk matanya.

ada changbin, mengelus punggung tangannya berulang kali sebelum berucap, "gue pertama tau gara-gara gak sengaja liat bekas-bekas di tangan lo. perlu beberapa kali untuk yakinin gue kalo you really harmed your self, tapi gue gak tau harus gimana."

changbin melanjutkan, "gue gak mungkin confront lo gitu aja, maka gue pilih untuk bertahan di sisi lo, yakinin lo kalo ada yang masih sayang sama lo."

"dan gue percaya if there's a shadow, there must be a light." changbin tersenyum lembut. "gue mau nemenin lo, felix, gue mau nemenin dan bantu lo nemuin cahaya itu setelah semua hal yang lo lewatin dan perjuangan lo."

bahu felix ditarik menghadap changbin.

dua mata beradu pandang, saling melempar isi hati.

changbin, dan cinta yang sedalam palung.

felix, dan ketakutan serta kecemasannya yang tanpa dasar.

changbin melengkungkan bibir kecil, membawa felix dalam pelukan hangat, berbisik, "you deserve all the good things in the world, and i want to be one of them."

"kak changbin."

"hm?"

"i...love you too."

"gue tau."

felix tersenyum, membenamkan wajah dalam-dalam di bahu changbin.

tangan kecil membalas pelukan changbin di sela-sela pancaran cahaya malam akihabara.

//

halooo! aku mau nanya dong, kan aku mau bikin ff konsepnya kayak gini lagi, dua orang traveling tapi short story terus latarnya satu hari, kalian minat baca gak?

dan kapalnya minsung, hehehehehe. jawab yaaaa terimakasii🌹

btw, chapter depan tamat yeay!!!💚💚

counting stars.Where stories live. Discover now