"Terus kita ngapain kesini?" Aurora mengikuti langkah lebar Faiz dengan terus mengomel, mereka terlihat seperti sepasang kakak adik yang tengah berjalan-jalan mengingat betapa mungilnya Aurora berada di samping Faiz.

"Bukankah kamu sekretaris saya? Jadi kamu harus membantu segala keperluan saya." Faiz melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya "masih ada waktu sekitar tiga jam untuk berbelanja kebutuhan saya sebelum kita berangkat."

Faiz menghentikan langkahnya saat Aurora dengan berani menarik kemejanya dengan wajah kesal yang menjadi hiburan tersendiri bagi Faiz. "Apa kamu ingin saya belikan ice cream agar mau melepaskan tarikan pada kemeja saya?"

Tarikan yang semula hanya pada kemeja kini Aurora alihkan dengan mencubit tanpa perasaan pinggang Faiz hingga lelaki itu meringis kesakitan. Sungguh! Aurora selalu bertingkah di luar dugaannya.

"Bapak pikir saya robot?! Tiga jam untuk menemani bapak berbelanja sebelum kita berangkat, apa bapak tidak memikirkan keperluan saya?! Saya ini perempuan, pak! Harusnya bapak tahu kalau perempuan tidak sesederhana itu untuk bersiap. Bapak pikir dengan menjadi sekretaris bapak, bapak sudah bisa membeli seluruh waktu saya?!"

Faiz melirik sekitar karena kini mereka menjadi pusat perhatian banyak orang, apalagi dengan Aurora yang masih mengomel padanya.

"Iya, iya. Kamu menang, tidak usah marah-marah juga bisa kan?" Ucap Faiz lirih yang semakin membuat Aurora kesal.

"Yang selalu marah-marah itu bapak, bukan saya!"

Faiz seperti menghadapi anak kecil yang sedang merajuk padanya, Aurora seakan tak peduli bahwa sejak tadi semua orang memperhatikan mereka.

"Fine! Kita membeli keperluan kamu saja."

Aurora menggeleng. "Tidka perlu."

"Hei, Ra!" Faiz mengejar Aurora yang sudah berbalik dan berjalan meninggalkannya. "Kamu mau kemana?"

Aurora terus berjalan tanpa menoleh Faiz yang sudah mensejajarkan langkah dengannya, "saya mau resign saja pak."

"Tidak boleh!" Faiz menarik lengan Aurora dengan reflek hingga Aurora pun terkejut dengan perlakuan Faiz kali ini.

"Pak?"

"Kamu tidak bisa resign begitu saja, dimana rasa tanggung jawab kamu, Ra? Disaat perusahaan sedang sibuk dengan proyek baru dan mengangkat kamu sebagai sekretaris beberapa hari yang lalu, kamu sudah akan resign?"

Aurora mengedipkan matanya takjub, memang bukan hal baru jika Faiz akan mengomel padanya, tapi kali ini lelaki itu terlalu serius dengan ucapan Aurora.

"Saya hanya bercanda pak, lagi pula saya tidak punya banyak uang untuk membayar pada perusahaan jika saya resign secara sepihak." Jawab Aurora membuat Faiz menghela nafas lega lalu melepaskan cekalannya pada lengan Aurora.

Faiz berdehem lalu memasukkan tangannya kedalam saku celana. "Bagus jika kamu ingat kontrak kerja yang sudah kamu tanda tangani sendiri waktu pertama kali masuk kerja."

"Ayo! Saya antar kamu kembali ke kos untuk siap-siap."

***

Pesawat Garuda kelas bisnis dari bandara Soekarno Hatta menuju bandara Syamsudin Noor Banjarmasin sudah mengudara beberapa menit yang lalu, Aurora yang duduk di sebelah Faiz nampak begitu tenang membaca beberapa novel yang ia bawa, begitupun dengan Faiz yang memilih memejamkan matanya untuk beristirahat. Mereka hanya berangkat berdua saja, karena tim yang lain akan berangkat besok pagi dengan pesawat berbeda tentunya. Beruntunglah Aurora yang mendapatkan tiket khusus bersama bos besar dengan fasilitas nyaman, berbeda dengan yang lain karena akan mendapatkan kelas ekonomi dengan maskapai penerbangan lain.

My Boss!Where stories live. Discover now