4. Dag Dig Suf

40 3 2
                                    

Waktu liburan Rania dan Meyra dihabiskan saat berada di kampung. Walaupun kedua orang tua dari anak yang sedikit tomboy itu masih berharap anak semata wayangnya mengubah keputusannya dan menerima perjodohan yang direncanakannya setahun lalu. Namun berbeda dengan kenyataan yang terjadi, Rania belum ingin mengubah keputusannya. Ia pulang kampung karena ingin menikmati liburannya dengan tenang tanpa dijejali pertanyaan yang itu-itu lagi.

Tidak terasa tiga bulan liburan di kampung telah usai, liburan kali ini memang beda karena bertepatan dengan bulan puasa dan juga hari raya idul fitri.

"Tidak lama lagi kita harus balik ke bandung," kata Meyra yang sedang berkunjung ke rumah sahabatnya sore-sore dengan memakai jilbab warna merah hati.

"Iya nih, rasanya kita baru sebentar di sini Mey," ucap sahabatnya . "Eh, sudah harus pergi lagi," sahutnya.

"Benar tuh. Beginilah nasib mahasiswa rantauan. Sabar aja, Ra," kata anak sulung dari lima bersaudara itu.

"Iya nikmatin aja say," kata perempuan yang berparas cantik itu dengan cekikikan. "Bantuin aku kemas barang-barang yang mau dibawa ke bandung dong."

"Ok deh. Kamu banyak bawa oleh-oleh ya dari sini," kata mahasiswi jurusan fisika itu dengan kaget melihat dari semua yang akan dibawa Rania kebanyakan adalah makanan khas dari balikpapan.

"Iya untuk teman-teman di kampus," jawab anak yang selalu riang itu sambil mengemas oleh-olehnya.

"Baik banget sih sahabatku ini," goda sahabatnya yang juga tidak kalah baiknya.

Tidak lama perempuan yang saat itu memakai jilbab warna kesukaannya pamit pulang ke rumahnya karena ia juga harus menyiapkan barang-barangnya.

"Alhamdulillah, sudah beres nih," katanya si penyabar yang telah membantu Rania mengemas barang-barangnya. "Aku pulang dulu yah, mau packing juga," sambungnya karena senja sudah memenuhi langit bagian barat.

"Mau aku bantuin gak?" tanya sahabat yang telah ia bantu tadi.

"Tidak perlu, Ra. Makasih," jawab Meyra.

"Lah, aku yang harus bilang makasih karena kamu sudah bantuin tadi," jelasnya.

"Yaudah, sama-sama," sahabat Rania itu menjawab sambil senyum manis. "Sampai ketemu lagi, Ra. Assalamu'alaikum," sambungnya.

"Iya, wa'alaikumussalam. Kamu hati-hati ya."

Mereka berdua benar-benar tidak bosan selalu bertemu, waktu libur pun mereka habiskan bersama-sama.

Hari yang sebenarnya tidak disukai namun tetap dinantikan oleh mereka telah tiba, hari di mana mereka harus kembali berpisah dengan keluarga dan teman di kampung halaman. Sedihnya anak rantauan itu saat perpisahan seperti ini, walaupun masih ada saat-saat sedih yang lainnya.

"Belajar yang rajin ya, Nak," pinta ayah Rania.

"Fokus sama studi kamu aja. Kami serahkan semuanya pada kamu Nak," sambung ibunya.

"Iya, terimakasih Ayah, Ibu," sambil menahan tangis Rania memeluk erat orang tuanya.

"Kalian harus semangat dan tetap saling menguatkan. Semoga selamat sampai tujuan" pinta sekaligus doa ayah Meyra untuk anaknya dan juga Rania yang sudah dianggap seperti anak sendiri.

"Oh iya, jangan lupa kabarin kalau kalian sudah sampai," ucap ibu Meyra.

Seperti biasa mereka mencium tangan lalu berpamitan masuk ke dalam bandara, mereka hanya bisa diantar sampai batas pengantar saja.

Setelah duduk di kursi masing-masing, mereka kompak menghabiskan waktu selama perjalanan dua jam itu dengan tidur. Saat sampai di kos, teman-teman Rania yang mengetahui kalau mereka telah datang, langsung berkunjung ke kos mereka.

Pilihan RaniaWhere stories live. Discover now