Ilona mencebikkan bibirnya. Di sini memang tidak ada yang normal kecuali Areksa. "Kangen Eksa ...," rengeknya dengan nada manja.

"Lo baru ditinggal dua jam kayak udah ditinggal setahun aja, Na." Farzan menggeleng heran.

"Eksa itu separuh napas gue! Kalau dia pergi kelamaan, gue bisa kejang-kejang!" sarkas Ilona.

"Congor lu," sahut Canva. Cowok itu berdiri dari duduk lesehannya dan beralih ke sofa.

"Tadi 'kan Reksa udah ngajak lo, kenapa nggak ikut aja? Sekarang nyesel sendiri," ujar Marvin sembari membalas chat yang masuk di handphone-nya. Pasti cowok itu sibuk membalas satu persatu pesan dari pacar-pacarnya.

"Gue males liat muka Norak." Ilona menyenderkan tubuhnya di punggung Farzan.

"Naura, Na. Naura. Lo hobi banget rubah nama orang." Canva menggeleng tak habis pikir.

Ilona memutar bola matanha malas. "Terserah gue dong!"

"Naura baik banget padahal. Lo punya dendam apa sama dia?" tanya Marvin penasaran. Selama ini, Ilona memang sedikit sensitif jika ada orang yang menyebut nama Naura. Padahal, wakil ketua OSIS SMA Taruna Bakti itu terkenal akan keramahannya.

"Karena dia selalu deket-deket sama Eksa. Gue nggak suka," balas Ilona, jujur sekali.

"Mereka 'kan satu organisasi. Wajarlah kalau deketan. Lagian, nih, ya. Gue yakin kalau Reksa nggak bakalan berpaling dari lo. Bucin parah tuh bocah," ujar Farzan berpendapat.

Samuel menaikkan pandangannya. Cowok itu mengangguk setuju. "Gue kenal dia dari dulu. Reksa itu setia dan nggak bakalan berkhianat."

"Sedalem apa pun kalian kenal sama Eksa, tetep gue yang paling tau seluk beluknya. Kalian pernah mandi bareng sama dia nggak?" Ilona menaikkan dagunya sombong.

Keempat cowok itu kompak menggeleng.

"Kayak gue dong! Sering!" lanjut Ilona lalu tertawa geli.

"LO GILA?!" teriak Canva dengan hebohnya.

"Waktu kecil maksudnya, HAHAHAHA." Ilona tertawa setan.

"Berisik." Itu suara Marvel yang terbangun dari tidurnya akibat tawa Ilona yang merusak ketenangannya.

                                  ♥   ♥   ♥

Areksa dan Ilona kini tengah berada di halaman rumah milik Ilona. Sejak pukul tujuh malam hingga sekarang—pukul sembilan malam—Areksa sama sekali belum berhenti mengajari Ilona beberapa materi. Cowok itu dengan sabarnya mengajari Ilona yang sulit untuk diajak serius.

"Cos 1 nilainya berapa derajat?"

"Cos?" Ilona menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "kos-kosan?"

"HAH!" Areksa menghela napas kasar. Ia menutup semua buku yang dirinya gunakan untuk memberikan materi kepada Ilona, "nyerah! Gue nyerah!"

Ilona langsung berdiri dan meninju angin dengan riangnya. "AYO KITA MAIN AJA, SA! NGAPAIN BELAJAR?! GUE MALES JADI ANAK PINTAR!" teriaknya dengan kencang.

"Bener-bener kurang ajar." Areksa menggeleng-gelengkan kepalanya. Ilona itu susah sekali diatur. Butuh kesabaran ekstra untuk membujuk gadis itu.

Cit cit cit

Suara bising itu membuat keduanya kompak menoleh ke arah kanan—tepatnya pada rumah Azzam. Ilona tersenyum miring, itu pasti suara pasukan ayamnya Si Raja Ayam alias Azzam.

"Bobo udah tidur, nggak bisa gue ajak tanding deh." Ilona berujar lesu. Gadis itu mengetukkan jari di keningnya. Berpikir keras tentang kegiatan apa yang bisa menghilangkan kegabutannya kali ini.

"Gangguin Azzam, yuk, Sa," ajak Ilona.

Areksa menggeleng kuat. "Nggak!" tolaknya mentah-mentah.

Ilona menghentakkan kakinya sebal. Gadis itu kembali duduk di samping Areksa. Ilona itu tipikal orang yang tidak bisa diam. Bisa dibilang kalau gadis itu termasuk anak yang hiperaktif.

Melihat wajah Ilona yang ditekuk sebal seperti itu membuat Areksa mengulum senyuman. Ia sengaja menyelonjorkan kakinya, lalu menyuruh Ilona untuk tiduran dengan kepala yang diletakkan di atas paha miliknya.

"Wah! Ternyata ada banyak bintang!" ujar Ilona dengan senang. Wajah gadis itu berubah menjadi berseri dari yang semula suram.

"Bintangnya indah, tapi tetep lo yang paling indah," ujar Areksa seraya mengelus lembut rambut milik Ilona. Seperti seorang ibu dan anaknya.

"Gue bukan indah. Gue Ilona cetar membahana," ralat Ilona.

Areksa menatap lempeng ke arah gadis itu. Ilona memang tidak bisa diajak romantis-romantisan. Karena gemas, ia pun mencapit hidung Ilona dengan jari telunjuk dan tengahnya.

"SAKIT, EKSAYANG!" teriak Ilona. Tangannya berusaha menyingkirkan tangan milik Areksa dari hidungnya, "nanti kalau gue mati gimana?"

Areksa tertawa. "Kalau lo mati, gue ikut."

"Nanti yang jagain Tante Clarissa siapa?"

"Ya udah jangan mati."

Ilona mendelikkan matanya. "Ya kali gue nggak mati."

"Jangan ngomongin itu, gue nggak suka," balas Areksa, merubah raut wajahnya menjadi serius.

Dari balik jendela rumah Ilona, ada Alana yang menatap keduanya dengan sorot mata yang tidak dapat diartikan.

♥   ♥   ♥

/edit/ : KEMARIN AKU DOUBLE UPDATE! ADA CHAP 5 SAMA 6. TERNYATA BANYAK DARI KALIAN YANG BELUM BACA CHAP 5, MAKANYA GA PAHAM! BACA DULU, YA. KALAU KALIAN GA TELITI, NTAR BINGUNG SENDIRI.

Yang belum tau, RAMOR itu singkatan dari (Rakyat MartabakKolor)

Sampai jumpa di chapter depan!

AREKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang