Setidaknya aku berusaha.
Walau memang sia-sia.
Dan aku hanya membuang waktumu saja.
-----------------------------
Apa-apaan ini?! Kenapa juga aku harus memindahkan barang sebanyak... Ini?! Sudah berat perjalanan hidupku, ditambah lagi dengan benda-benda yang sangat berat ini, hancur sudah...
"Woy, lu gak apa-apa, kan?" Suara dari kejauhan, siapa?
"Hah? Si-siapa?" Aku membalikkan badanku, melihat pemuda bermata coklat terang itu sedang menatapku sambil tertawa kecil.
"Vin?! Ngapain lo di sini?!" Ucapku terkejut melihat seseorang yang kini sedang melangkah mendekatiku.
"Hai Ra! Mau gw bantu gak?" Pertanyaan klasik, dasar bodoh.
"Lu udah liat gw mindahin mereka mereka ini, kan?"
"Ya... terus? Jadi gw gak perlu bantu dong? Yaudah gw pergi aja." Ia melangkahkan kakinya menuju pintu kayu yang berjarak sekitar 5 meter dari tempatku berdiri. Ia benar-benar ingin meninggalkanku, dasar Kevin!
"KEVIN!!! Bantu gw dulu!" Ucapanku yang sedari tadi ku tahan, kini berubah menjadi teriakan yang dahsyat, sekeras guntur di pagi hari.
"Sshh!! Berisik tau! Iya iya ini gw bantu deh, tapi gw nanti boleh main dan nemenin lu di sini, kan?" Ketulusan tak pernah datang menghampirinya, tentu saja begitulah Kevin.
Selalu saja harus ada 'imbalan' setiap ia disuruh membantu seseorang. Contoh saja teman 'seperjuangannya', Ryan. Menemani Ryan ke kantin saja butuh imbalan berupa traktiran dari Ryan. Duh, memang Kevin ini benar-benar. Ingin bilang serakah, tapi sepertinya tidak tepat. Malas? Ya, mungkin malas, itulah yang menjadikan dia membutuhkan berbagai macam imbalan.
"Ngapain sih ngelamun mulu dari tadi? Berat nih, bantuin dong!" Ekspresi penuh kekesalan mulai terbentuk di wajah Kevin. Ia risih, tentu.
"Maaf maaf, sini gw bantu." Kini malah aku, yang membantunya, bukannya dia. Salahku sendiri sih, kenapa aku harus melamun saat ia mencoba memindahkan lemari pakaian yang sangat besar dan berat itu.
"Miringin aja deh, berat kalo kaya gini." Aku memberi saran, yang akan memudahkan pekerjaan kami ini.
"Yaudah bentar, lu pegang ujung atasnya, gw yang bawah." Ia menambahkan solusi yang lebih baik lagi.
Begitulah Kevin, saat dituntut untuk berpikir keras, ia akan melakukannya. Dan yang membuat kami terkejut adalah, ia akan memberikan solusi yang 'terbaik' untuk menyelesaikan permasalahan yang menghampiri kami. Kami semua pun-
"Ngelamun lagi dah. Gw ini dianggep atau gak sih?" Masih berada pada tingkat kekesalan yang sama, Kevin berdengus.
"Ya... maaf deh, gw kan gak sengaja ngelamun." Aku berdalih dan mencoba menenangkan Kevin yang sebentar lagi akan mengamuk.
Kami pun mulai memindahkan barang-barang kepunyaanku itu, ke dalam kamarku. Dari bagasi menuju kamar, sungguh jauh. Untung saja Kevin di sini, pekerjaan menjadi lebih mudah. Walau mungkin aku masih bertanya-tanya, bagaimana bisa Kevin masuk ke rumahku? Sedangkan pintu rumahku kan aku kunci? Apa mungkin ia lewat jendela? Tidak, itu tidak mungkin.
-Skip Time-
"Vin, lu ke sini bukan lewat jendela kan?" Rasa penasaranku memuncak tajam, dan akhirnya benar-benar aku bertanya demikian.
"Ya iyalah, pintu rumah lu aja di kunci, gw mau lewat mana lagi?"
"WTF! Hey, itu jendela baru gw cat!" Aku segera berlari ke arah salah satu jendela ku yang tertempel pada tembok rumahku itu.
"Jendela gw!! KEVIN!!! Huaaa!" Aku menangis tersedu-sedu. Jendelaku yang manis ini dirusak oleh Kevin bodoh yang mencoba masuk.
"Woy, kok jadi nyalahin gw?! Kan lu yang ngunci pintunya, dasar."
"Setidaknya lu ketuk pintu dulu gitu. Bukan cuma jendela gw, baju lu juga kena tuh!" Aku beringas.
Ia tampak tenang tenang saja menyadari bahwa sebagian kecil dari baju dan celananya telah tertutupi oleh cat minyak yang tak bisa hilang. Reaksinya yang seperti itu malah membuatku merasa bahwa itu bukanlah hal yang penting, aku pun tertunduk malu. Kevin hanya berdiri di sana, sementara aku mencoba untuk memperbaiki segala kerusakan yang ada pada jendelaku tersayang ini. Tega sekali... Kevin.
"Ra, lu punya baju cowok gak?"
"Hah? Buat ap- Bego!! Kevin bego!! Whaaa!!"
Pemandangan tak menyenangkan telah tertangkap oleh mataku, secepat kilat menyambar pada saat hujan petir. Melihat Kevin yang... Membuka bajunya itu, tentu saja itu sangat BODOH!! BODOH KEVIN BODOH!!!
"APA-APAAN KEVIN!!! PERGI PERGI!!" Aku menutupi wajahku yang memerah dengan kedua tanganku yang ikut merinding, entah kenapa.
"Wey, santai dong. Gw cuma nanya lu punya gak? Kalo gak, ya gw pake ini lagi." Aku tak tau ia sedang apa. Harga diriku sebagai perempuan yang baik-baik membuatku terpaksa tidak melihat apa-apa.
"GAK GAK GAK! GW GAK PUNYAA!!" Nada suaraku makin mengeras. Teriak, lebih tepatnya.
Ini aku, Nadira A.K.A Rara. Dimulailah perjalanan hidupku, yang penuh kekonyolan dan kesedihan. Campur aduk, itu yang pasti. Masalah kevin? Kita biarkan saja dia. Yang pasti, kita akan memulai chapter baru, dengan cerita yang baru pula.
- KLAY-DEN
Baru pertama kali nulis wattpad XD
Mohon maaf kalo masih ada banyak, bejibun, miliaran kesalahan di novel teenfiction ini.
Semoga suka.
JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT!
YOU ARE READING
BROKEN
Teen Fiction--Warning-- Baru belajar bikin WattPad dan Covernya juga. Di mohon pengertiannya. ------------------ "Ra, maaf, aku gak sengaja." "Selama ini lu bisanya bilang gak sengaja gak sengaja mulu, males gw. Udah ah, gw gak mau tau lagi, Bye!" Ia terpuruk...
