"Disini komik tintin." Ia berjalan lagi; kali ini menepuk rak sebelahnya. "Sebelah tintin, ini x-men. Disana sailor moon, sama yang jepang jepang."

"Gue duduk situ, ya." Tunjuknya, yang tanpa menunggu jawabanku lantas mengambil salah satu komik dari rak marvel, kemudian duduk disana; mengeluarkan kertas dan tempat pensil dari tas punggungnya.

Aku sibuk melihat lihat; bingung mau ambil komik yang mana. Ckck, gila, banyak banget komiknya...

Nah, jadi tempatnya begini; di meja depan, ada cafe kecil—beserta baristanya— untuk kita ngemil. Di belakang cafenya, tanpa dihalang sekat atau pintu, banyak rak buku dan meja bundar serta bangkunya; di bagian paling belakang, terdapat meja meja yang dipepet ke tembok, dengan kaca besar di dindingnya; dan kak Cal duduk disana. Diluar hujan, jadi pemandangan diluar sana hanya tempat parkir, dan hujan.

Aku akhirnya mengambil komik black panther yang paling baru; cetakannya amat bagus, dan berwarna. Kalo di toko buku, ini pasti mahal. Pantesan kak Cal sering kesini...

"Kak?" Panggilku hati hati; membuatnya menoleh sebentar, kemudian berfokus pada kertas dihadapannya, dan pensil di apitan jarinya.

"Hm?"

"Aku duduk sini, ya?" Tanyaku, menunjuk bangku disampingnya yang masih kosong.

"Mm hmm." Angguknya, kembali mencoret coret kertas miliknya. Dia ngapain, sih?

Aku diam diam melirik. Duh, mataku ngga sampe lagi...

Ah, aku punya ide.

Aku menjatuhkan komikku dengan sengaja; dengan maksud nanti sekalian ngambil, sekalian curi curi pandang. Abis, biasanya kak Cal cuma sibuk sama rokok, ps, atau handphone; gak pernah lihat kak Cal sibuk sama kertas; apalagi kertas sama pensil.

Aku melirik; akhirnya dapat melihat—meski sedikit— apa yang sedang kak Cal lakukan. Iya, dia menggambar jagoan superhero yang dilihatnya di komik.

Kak Cal... Gambar?

"Aneh, ya?"

Aku tersentak.
"H-Hah? Apa... Apanya, kak?"

"Menurut lo, apanya?" Tanya kak Cal, kali ini duduk bersandar; membuat gambarnya terlihat dengan jelas; gambarnya satu kertas penuh, dan semuanya diarsir dengan rapi dengan ketebalan pensil yang berbeda beda.

Kacaaau!

Wih, itu sih sama persis kayak yang di komik!

"Keren banget, kak!" Senyumku, yang reflek berjinjit, berusaha melihat gambar kak Cal lebih jelas. Gila, keren banget! "Ini siapa, kak?"

"Magneto, dari x-men." Senyumnya. "Lo gak mau coba gambar?"

"Aku gak bisa gambar." Gelengku.

"Satu keluarga kita, semuanya bisa gambar; gak ada yang gak bisa." Sergahnya, menggeleng singkat. "Coba aja dulu."

Ia merobek selembar kertas dari buku gambarnya; sebatang pensil juga ditaruhnya di mejaku.
"Nyontek aja dulu dari komik, nanti baru kalo udah bisa, gambar sendiri."

"Malu maluin keluarga lu, kalo gak bisa gambar." Ujar kak Cal lagi, kemudian lanjut mengarsir.

Coba ah, siapa tau bisa keren kayak kak Cal gambarnya...

Sambil menggambar, pikiranku ikut melayang; kira kira kakak gimana ya, sekarang? Dia udah sembuh belom, ya?

"Jadi... Gimana?"

"Gimana..." Aku menggumam, bingung. "Gimana apanya, kak?"

"Sekolah lo," Ia mengedikkan bahu. "--nilai lo; apaan kek yang gimana. masa idup lo ngga ada cerita?"

Aku menggumam, lagi. Bingung ada cerita apa hari ini yang bisa kukatakan pada kak Cal.

Oh, ini nih; ini dia minta aku cerita, kan?

"Kemaren temenku ketabrak pintu." ceritaku, yang akhirnya punya sesuatu untuk diceritakan. "Kan ceritanya aku sama dia lagi berantem, nah dia sambil berantem sambil jalan masuk WC, eh pintunya ngejeblak, dia kelempar digebug pintu."

"Hahaha," Tawaku spontan; yang inget kejadian tadi. Pengen mampus mampusin aja rasanya; tapi kata kak Luke yang kayak gitu gak boleh. "Konyol."

Di luar dugaanku, kak Cal tertawa, meski gak keras.

Dia ketawa, iya.

Wow.

Pengen kopral rasanya.

"Kalo kakak, gimana?" Tanyaku, siapa tau dia mau cerita sesuatu juga.

"Gak gimana gimana." Ia mengedikkan bahu; yaelah, tau gitu tadi ngomong gini aja ya, kan aku tadinya juga gak ada yang bisa diceritain. "Besok ulangtahun Ben. Lo udah tau mau kasih kado apa?"

"Hmm..." aku menggumam; gak inget samasekali besok ulangtahun om. "Kasih apaan, ya?"

"Kasih sorry."

"Eh, jangan!" Seruku, membuatnya tertawa lagi.

Rasanya senang, kalo bisa bikin orang lain ketawa; apalagi bikin kak Cal ketawa. Yah, dia kan grumpy abis, senyum aja jarang—

sama aku.

Sama orang lain mah ketawa mulu. Herman.

"Abis ini mau nonton?" Tanyanya, membuatku menoleh.

"Nonton apa, kak?"

"Disana ada tempat nonton." Tunjuknya, pada satu ruangan yang kelihatannya kosong; pintunya terbuka sedikit.

"Ayo." Anggukku. "Abis kakak selese gambar, kan?"

"Mm hmm." Angguknya, lanjut menggambar. "Selesein dulu punya lu juga, lah. Masa dianggurin setengah jadi?"

"Iya, ini mau diselesein." Sergahku; membuat suasana hening lagi, hanya suara hujan diluar yang terdengar.

Semoga besok kak Cal juga kayak gini; gak marah marah lagi.

***

Akhirnya kami nonton dragon ball, setelah ribut mau black panther atau into the spider verse; gak ada nyambung nyambungnya, emang.

Tapi yaudahlah.

Ruangan untuk nonton ini ternyata kecil banget; cuma dalemnya dingin, dan ada bean bagnya.

Jadi pengen bawa pulang satu.

"Ka?"

"Hm?"

Kami di satu bean bag yang sama; karena bean bagnya gede parah. Digotong sampe rumah diem diem ketauan, gak, ya?

"Gua minta maaf ya," Lirih kak Cal. "--lo gak usah maafin gue, gapapa. Its unforgiveable, though. Gua cuma mau minta maaf aja."

"Aku maafin kok." Senyumku. "Aku minta maaf juga ya, udah bikin kakak marah terus."

"Its not you, its me." Tawanya kecil. "Gak, deng. Emang lo suka kayak tai kadang kadang. Tapi yaudahlah. Baikan?"

"Baikan." Anggukku, membalas fist bump yang diberikan kak Cal.

"Kalo berantem, baikan lagi, ya?" ia kembali menoleh; yang entah kenapa malah kuangguki.

"Aight, then." angguknya, tersenyum kecil. "Besok kita main bola, ya? Lo, lawan gue, mini, cal."

"Fine." Aku balas mengangguk, setelahnya mengembalikan fokus pada film. "Big cal."

"Just cal." ujarnya, yang kembali ikut menonton film.

Kami setelahnya terdiam; tempat ini tentu menyisakan fakta, bahwa kak Cal bisa sebaik ini.

Aku mimpi, kayaknya.

Kakak • lrhWhere stories live. Discover now