Si Jenius

188 52 6
                                    

Tidak jauh berbeda yang sering terjadi saat waktu di kosan Ten, Hanzel sering heboh saat pagi, di rumah sekarang juga hal ini terulang kembali.

"Mamaaaaaaaa kaus kaki putih yang aku taruh di sepatu, manaaaa?! Kok nggk adaaa!!!"

"Mana mama tahu, coba cari yang benar  Anze." Nerian mendekat menatap rak sepatu putrinya yang sudah berantakan.

"Yakin, kamu taruh di sepatu mu?"

"Yakin tiga ratus persen tadi malam habis susun pakaian di lemari aku naruh tu kaus kaki di sepatu ini," Hanzel menunjuk sepatu sekolahnya.

"Coba cari di tempat lain," suruh Nerian sangat mengenal anaknya bahwa Hanzel seringkali lupa meletakkan barang-barangnya.

Hanzel bersungut, lalu ketika berbalik ada Ines—adek Hanzel nomor dua, tengah menenteng kaus kaki putih milik Hanzel. "Dasar pikun!" Cibir Ines sambil melempar kaus kaki itu ke arah Hanzel. Anak kelas dua SMP itu menyalam ibunya lalu berangkat ke sekolah.

Hanzel yang merasa kalah akan kedisiplinan Ines yang selalu cepat bangun tidur, cepat berangkat sekolah langsung saja  terbirit-birit mengambil tasnya lalu menyalam ibunya. "Hanzel berangkat ya ma." Hanzel hendak memulai ancang-ancang untuk berlari ke arah pintu. Namun, tasnya langsung ditarik mamanya.

"Bekalnya ketinggalan"

"Oh iya lupa"

Lalu Hanzel berlari keluar rumah dan langsung mengendarai sepedanya.

****

Walaupun Hanzel terbilang lebih lambat pergi ke sekolah dibanding adiknya, tetapi sebagai murid SMA dia cukup cepat berangkat ke sekolah. Bisa dilihat di parkiran roda dua tempat Hanzel memarkirkan sepeda mininya di sana baru ada tiga motor yang terparkir.

Hanzel bukan tanpa alasan naik sepeda pergi ke sekolah, hanya saja sifatnya yang sering teledor pada saat naik motor yakni sering lupa bawa helm atau kartu SIM, terus sering kenak tilang karena melaju tidak sesuai peraturan membuat dia kapok. Kalo naik mobil? Hanzel belum begitu bisa menyetir takutnya kecelakaan di jalan. Mengenaik antar jemput, Hanzel sendiri tidak suka merepotkan orangtua atau siapapun itu. Jadi, fix dia naik sepeda saja.

Hanzel berjalan di koridor ruang guru demi memotong jalan menuju koperasi sekolah.
Beberapa murid di dekat sana menatapnya sedikit aneh, pasalnya waktu kemarin-kemarin belum ada yang namanya Hanzel pake rok sambil pake celana. Aneh memang, tapi dia tidak peduli, toh ini demi menjaga dirinya juga saat mengendarai sepeda agar orang-orang tidak jelalatan melihat pahanya.

Saat dia hendak berbelok seseorang menepuk pundaknya. "Hey," Hanzel berbalik dan sedikit terperangah dengan tampilan orang di depannya ini. Terbilang sangat rapi. Jangan heran karena selama dia sekolah di SMA ini  khususnya dia dari gedung IPS belum ada siswa yang terlihat begitu rapi seperti ini. Rata-rata anaknya gondrong tidak seperti laki-laki ini, rambut dipotong rapi, dasi pas tidak longgar ataupun kepanjangan, baju jauh dari kusut. Fix dia otw jadi anak teladan. Kenapa otw? Karena dilihat dari baju seragamnya yang berbeda yakni belum ada lambang maupun bintang yang menunjukkan kelas. Pasti pindahan dari sekolah lain.

"yaa?" Bukannya bertanya siapa orang itu. Hanzel malah cengok dengan wajah heran yang kentara.

"Boleh antarkan saya ke kelas sebelas IPS dua?" Hanzel sedikit tidak menyangka, ternyata siswa di depannya ini adalah anak IPS, ia kira dia anak IPA.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 04, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Ten-Hanzel (Crazy Up)Where stories live. Discover now