3 : Kisah Mistis Turun-temurun

103 10 6
                                    

Mereka ada, hanya saja kamu tidak melihatnya. Bisa ada di samping, atau bisa juga ada di depan wajahmu tepat. Mengawasimu, menatapmu tepat di manik mata dengan senyum menakutkan. Menemani membaca cerita ini.

***

Di dalam kamar asrama no. 3 lantai satu; Lisa, Nata dan Bila duduk melingkar, di tengahnya ada sempol dan air mineral. Bila menoleh, menatap satu persatu adik tingkatnya itu.

"Siap?" tanyanya.

Nata mengernyit, "Siap apa, Kak?"

"Dengerin ceritaku," jawabnya lalu terkekeh geli.

Nata dan Lisa saling berpandangan dan terkekeh pelan. "Asyiiap!"

"Jadi, ada sebuah cerita yang bisa dibilang tragis sih. Katanya, dulu ada yang bunuh diri di asrama ini, katanya sih hamil di luar nikah. Terus akhirnya dia depresi dan bunuh diri dari lantai atas. Tapi, dia tersangkut di lantai 3 karena waktu itu ada renovasi, entah karena udah bener-bener depresi atau sengaja jatuhin diri ke tumpukan perkakas pertukangan aku nggak tahu kenapa," ugkap Bila.

"Kok bisa tersangkut di lantai 3 itu maksudnya gimana ya, Kak?" tanya Lisa tidak mengerti.

"Kamu pernah tahu nggak sih, kalau pas lagi ngecat gitukan ada kayak tempat buat tukangnya? Bentuknya kayak kursi gitu, tapi tinggi kayak tangga gitu, nah ntar di atas situkan lumayan lebar, itu bisa ada tukang, cat, sama perkakasnya. Pokoknya gitulah, aku lupa namanya apa."

"Oh, iya, Kak. Terus-terus, gimana?"

"Terus dia kan jatuh nih di atas tempat yang seharusnya buat tukang itu, tau sendiri kan peralatan tukang gimana? Beberapa ada yang dari besi juga. Pokoknya dia itu akhirnya jatuh dari atas ngehantam peralatan pertukangan, ketusuk gitulah ya. Nah, konon darahnya dia itu muncrat ke mana-mana, yang paling parah di ubin lantai 3 yang lagi di renovasi. Terus dari lantai 3 dia jatuh lagi langsung ke lantai dasar. Dia langsung meninggal di tempat."

"Itu emang beneran kejadian, Kak?" tanya Nata dengan kernyitan di dahinya.

"Rumornya sih gitu, aku nggak tahu kejadian itu bener apa nggaknya."

Mereka mengangguk paham, Lisa kemudian mengangkat tangannya untuk bertanya, "Terus, ada lagi nggak, Kak?"

"Ada sebenernya, katanya, kalau dia gentayangan suka ada 'krompyang' gitu sih. Oiya, kalian bilang ke Ibu penjaga asrama soal jejak kaki itu?"

Mereka kompak menggeleng. "Tapi, Kak. Kemarin waktu malem kan hujan ya, kita sempet cium bau-bauan gitu. Iya gak, Nat."

"Iya, Kak."

"Sebaiknya kalian cerita-cerita deh sama Ibu penjaga, beliau asik kok kalau diajak ngobrol."

Hihi!

Sebuah suara tawa mengagetkan Lisa.

"Eh, kamu kenapa, Sa?" tanya Nata di sebelahnya yang merasa ada yang aneh dengan Lisa.

Tadi suara apaan ya? Ah, mungkin cuma halusinasi aja.

"Enggak kok. Oiya, Kak, kalau gitu kita pamit dulu. Makasih banyak waktunya sama ceritanya."

"Kok cepet banget? Di sini aja dulu, nggak apa-apa kok. Aku masih cerita satu doang lagi, masih ada yang lain."

"Aku banyak cucian, Kak. Mau cuci baju, hehe," ucap Lisa memberi alasan.

"Oh, yaudah kalau gitu."

Setelah keluar dari kamar Bila, mereka hanya diam selama perjalanan. Baik Lisa maupun Nata, hanya diam sibuk bertengkar dengan pemikiran masing-masing.

"Kamu ada cucian juga, nggak Nat? Mau cuci bareng?" tanya Lisa setelah sampai di kamar.

Nata menjawab dengan gelengan. "Aku mau tidur aja, Sa. Gak tau rasanya kok nggak enak banget badanku."

"Kamu sakit?"

"Nggak tahu, mungkin kecapekan aja."

"Yaudah, kamu istirahat aja, aku cuci baju dulu."

***

Cuaca yang terik menyambut Lisa saat menapakkan kaki di rooftop asrama, di sana banyak berjajaran tiang-tiang untuk menjemur pakaian. Ada juga tandon air dan beberapa bangku yang sudah tidak terpakai di pojoknya.

"Wih, di sini enak banget anginnya," ucapnya dengan membawa seember pakaian yang hendak dijemur. "Kayaknya seru kalau di sini dipasang hammock, terus ada api unggun gitu, barbequean bareng, pasang tenda, main gitar sambil nyanyi gitu," ucapnya berkhayal.

Ia kemudian terkekeh sendiri. "Apaan sih, Sa, khayal banget. Udah, kamutu harusnya segera jemur baju, nanti kamu item!" ucapnya bermonolog sembari menjemur pakaian.

Saat telah selesai dan iseng saja melihat sekeliling, ia menemukan sebuket bunga di samping tandon air.

"Eh, kok ada bunga?" Ia menghampiri untuk memastikan. "Punya siapa? Apa jangan-jangan? Oh, kayaknya ada yang habis sidang atau Sempro nih, bunganya ketinggalan."

Lisa meraih sebuket bunga tersebut, kemudian menciumnya. "Hmm, wangi. Bunga, daripada kamu mati layu di sini kepanasan, jadi aku bawa kamu ke kamar aja ya!" serunya lalu bercicit seakan menjawab sebagai bunga, "Iya, Lisa, bawa aku ke kamarmu, aku haus." Kekehan kekuar dari mulutnya, menertawakan sikapnya yang begitu aneh di sepanjang perjalanan turun menuju kamarnya.

Tepat di saat hendak membuka knop pintu ia berhenti kemudian menoleh ke belakang. Merasa ada yang memerhatikannya. Namun, tidak ada satu pun di sana sedang memerhatikannya, mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing.

Lisa menggedikkan bahu dan menyebikkan bibirnya. Ia segera masuk ke kamarnya untuk menaruh buket bunga itu ke dalam toples berisi air. Sebelum merebahkan diri, ia melihat ke kasur atas, dilihatnya Nata sedang tertidur pulas. Ia pun ikut merebahkan diri di kasurnya. "Selamat tidur siang," bisiknya sebelum benar-benar terlelap.

***

Asrama Tengah Malam ⚠Where stories live. Discover now