5 : Bukan Sebenarnya

83 6 2
                                    

Lisa menaiki tangga menuju kamarnya dengan menenteng satu piring nasi dengan lauknya. Hari ini, ia tidak terlihat begitu semangat karena rangkaian kejadian yang dialami tadi. Ia merasa tidak bersemangat, ia merasa bingung, ia tidak mengerti. Lisa mengembuskan napas lelah dan panjang.

Makanan hari ini juga tidak terasa lezat di mulut Lisa. Saat makan tadi, ia beberapa kali hanya mengaduk-aduk nasinya, tidak bernafsu untuk makan.

Saat sampai di dalam kamar, Lisa melihat Nata masih tetap tertidur.

Huh, Lisa sedikit merindukan Nata. Biasanya, ia akan bercerita panjang lebar padanya jika mengalami sesuatu. Seperti contohnya mengenai kejadian hari ini.

"Nat, makan dulu yuk," ajak Lisa. Nata mengerjapkan mata dan mendudukkan diri dari posisinya berbaring. "Ini makananya." Lisa memberikan sepiring nasi yang tadi ia bawa.

"Terima kasih," ucap Nata kemudian tersenyum.

"Sama-sama. Oiya, aku tadi juga ambilin obat."

Nata mengangguk lemah menanggapi ucapan Lisa.

Sembari melangkah turun dari kasur atas menuju meja belajar, Lisa berkata, "Ya udah, kalau gitu habis makan, minum obat, terus istirahat lagi. Kalau besok masih tetap nggak enak badan, aku izinin ke dosennya, kamu periksa ke dokter."

"Kenapa, Sa?" tanya Nata tiba-tiba. Lisa terkejut mendapat pertanyaan dari Nata. "Kenapa apanya?"

Sembari makan, Nata kembali bertanya, "Ada apa? Kenapa mukamu kayak gitu? Kenapa kamu kayak banyak pikiran?"

Lisa menggeleng. "Nggak ada apa-apa kok, udah kamu cepet makan minum obat terus tidur."

"Yakin, Sa?" tanya Nata yang diangguki Lisa.

"Iya, Nat, aku nggak apa-apa kok," jawab Lisa dan tersenyum. Lisa tidak ingin membuat sahabatnya itu kepikiran, apalagi ditambah dengan kondisi badannya yang kurang sehat.

"Aku tidur duluan ya," pamit Nata.

"Iya, Nat, get well soon ya."

"Thanks."

Setelahnya, hening cukup lama. Lisa menatap meja di depannya dengan lelah kemudian pandangannya beralih pada sebuket bunga yang ia temukan di rooftop tadi. Iseng, dia menciumnya. "Wangi," ucapnya. Ia menguap, "Hoammmm! Kayaknya untuk hari ini nggak jadi nugas deh, besok aja dilanjut lagi," monolognya kemudian merebahkan diri di atas kasur, menggeliat sedikit, kemudian menguap lagi. Ia memejamkan mata, dan akhirnya tertidur pulas. Dasar Lisa yang memang tukang tidur kalau ada posisi wenak.

---

Desir suara hujan yang ramai pelan dan hawa dingin membangun suasana yang khas. Lisa terbangun mendengar rengekan suara Nata di kasur atas.

Dengan air muka khawatir, ia memanjat dan melihat kondisi Nata. Ia melihat Nata berkeringat dan ia terus merengek.

"Nat, Nata!" panggil Lisa namun tidak ada respon dari Nata. Ketika Lisa menempelkan tangannya di atas dahi Nata, ia merasa badan Nata panas.

Ya walaupun tangan tidak bisa menjadi tolak ukur suhu seseorang, tapi memang sepertinya benar. "Apa demam? Badannya panas, tubuhnya menggigil dan terus menggumam hal yang tidak jelas."

"Nat kamu panas, bentar ya aku ambilin kompresan." Lisa segera memakai jaketnya dan keluar kamar menuju ruangan Bunda; penjaga asrama.

Lisa masih melihat berapa orang berkumpul di depan kamarnya masing-masing ada yang berkumpul menjadi satu membentuk lingkaran dan bercerita, dan aktivitas-aktivitas yang lain. Sepertinya, hari belum terlalu malam pikirnya.

Tok tok tok

"Bunda, Bunda! Permisi!"

Tak lama, pintu ruangan itu terbuka, memperlihatkan Bunda yang mengernyit heran. "Kenapa?" tanyanya.

"Teman saya panas badannya, sepertinya demam. Saya mau pinjam baskom dan—"

"Oh, sebentar!" potong bunda dan langsung masuk kedalam dengan tergesa.

"Hah? Kenapa? Aku kan belum selesai ngomong," ucap Lisa kebingungan.

Tak lama Bunda keluar dan menemui Lisa dengan sebaskom air hangat dan handuk kecil, tidak lupa juga obat.

"Ayo, Bunda mau ikut ke sana."

"Eh? Nggak apa-apa kok, Bunda. Lisa akan jagain kok. Bunda di sini aja, takutnya nanti ada yang keperluan ke sini atau ada yang mau izin keluar. Makasih banyak, Bunda."

"Sama-sama kalau gitu, dijaga teman kamu ya," ucap Bunda dengan nada khawatir.

"Hehehe iya," ucap Lisa dan pamit kembali ke kamar.

Lisa pun bergegas menuju ke kamarnya. Suara dentuman yang cukup keras mengagetkan Lisa. "Suara apa tadi?" Ia melihat sekelilingnya dan tidak menemukan apa-apa, yang lain juga merasa tidak terganggu dan tidak penasaran dengan suara tadi; masih tetap menjalankan aktivitasnya masing-masing. "Mungkin cums halusinasiku aja, aku kudu cepat-cepat ke kamar nih."

Tepat saat Lisa hendak memasuki kamar, matanya berpapasan dengan seseorang yang berdiri di kamar kedua setelah kamarnya. Lisa tersenyum. "Mari, Kak," sapa Lisa, yang disapa tersenyum dan berkata, "Iya."

Lisa memasuki kamar, setelah menutup dan mengunci pintu, ia meletakkan baskom berisi air tadi di lantai. Ia mengambil handuk dan memerasnya kemudian memanjat ke atas dan menempelkan di dahi Nata.

Saat turun dari kasur atas, Lisa tidak sengaja melihat ke arah jam dinding. Ia melebarkan matanya terkejut. "Hah? Jam 1 pagi?" tanyanya pelan.

"Tapi kok di luar masih ramai? Bukannya Bunda pasti keliling buat mastiin dan catat yang ngelanggar aturan jam malam?"

Lisa penasaran dan dengan pelan, ia membuka pintu. Dan apa kalian tahu, apa yang Lisa lihat?

Hanya ada asrama yang sepi. Lalu, kemana perginya keramaian beberapa saat yang lalu?

Lalu terpikir, siapa nama Kakak yang Lisa sapa tadi? Barangkali besok Lisa bisa menanyakan tentang keramaian dan tiba-tiba senyapnya asrama di tengah malam ini.

---

Asrama Tengah Malam ⚠Where stories live. Discover now