Chapter 4. Ketika tamu tak diundang muncul

Start from the beginning
                                    

Oh my god.

***

Menelpon guru dan minta izin. Kami tidak akan bisa datang tepat waktu. Dengan alasan, pecah ban. Kami bisa saja hanya minta izin satu jam pertama. Tapi, mood ku untuk masuk sudah hilang sama sekali. Sekarang kami sedang duduk manis, memandangi tukang tambal ban.

"aduh, sorry ya Gil. Niatnya bantu, kok lo malah jadi ketiban sial gini ya? Pantes aja, gue udah ngerasa bakal ada hal yang gak nyenengin begitu Kayla masuk mobil." Guman Lil. "ternyata kita bakal ngalamin ini. Lo ngerasain juga gak?"

"Maksud lo, gara-gara gue bannya pecah?" dia menyalahkanku?

"ya iyalah, aura jelek lo itu yang buat kucing hitam jadi berpihak sama kita." Cetus Lil. Aku memplototinya. Paku! Kucing hitam dari mana. Paku yang bikin bannya pecah. Wah, dia sudah sangat keterlaluan. Penyihir atau bukan, dia tetap bisa kutuntut dengan kasus pencemaran nama baik kalau begini.

Tapi yang bikin semuanya makin menyebalkan ketika Gilang dengan kalemnya mengangguk. Setuju dengan perkataan tak berdasar yang dicetuskan Lil.

Argh. Kombinasi Anko dan Alex bisa sangat mengerikan tapi sipa kira kombinasi Lila dan Gilang bisa lebih gila. Mereka baru saja sok bisa merasakan aura. Kalau bisa kenapa tak menyadari aura ban yang akan pecah dan menghindar.

Aku memaki Lila dan Gilang kembali Cuma diam dan terlihat tak peduli pada cekcok mulut kami.

Lelah bertengkar denganku, Lila mengalihkan obrolan pada Gilang. Mereka asyik membicarakan masalah tarot dan uji six sense. Sambil menutup mata, menebak apa warna mobil yang akan lewat. Malah, Gilang pake bisa nebak jenis mobilnya!

Aku sempat terpesona beberapa saat sebelum sadar kalau Lila menebaknya dengan mengintip dari pantulan spion disebelahnya.

"kalau lo benaran hebat, apa warna celana dalem gue?!" ujarku setengah kesal pada pembicaraan gila mereka. Dengan sukses mereka mengabaikanku nyaris setengah jam.

Gilang menengok. Aku menaikan alis kananku sebagai bentuk tantangan.

"Putih. Ada gambar winnie the pooh di sebelah kiri."

Dan mobil yang melintas adalah hitam tanpa disertai gambar Winnie the pooh sama sekali. Dia salah tebak.

Tunggu. Dia bukan nebak mobil tapi,

"lo masih pake yang ada gambarnya Kay?" tanya Lila.

Aku hampir menancapkan paku yang tadinya menancap di ban mobil Lila ke muka sengaknya Gilang yang hampir tertawa karena teriakan kagetku.

The hell.

***

Aku tak mau bertemu dengan siapapun yang bernama Gilang.

Tidak. Aku rasanya tak sanggup bertemu dengan laki-laki manapun setelah ini.

"dia bisa nebak celana dalem aku loh chris! Bayangin. Malu banget." Christo terbatuk-batuk karena aku mencekiknya.

"sorry-sorry! Aku kebawa esmosi!" seruku sambil buru-buru mengelusnya dengan penuh kasih sayang tapi dia sudah terlanjur cemberut dan melompat dari pelukanku. "aku lagi butuh teman curhat nih, jangan ngambek dong." Christo buang muka dan keluar kamar.

Aku baru saja ditinggal kucing...

"Kay, ada yang nyari elo" pintuku terbuka dengan suara Alex.

"siapa?" tanyaku.

"gak tau. Kalau gak salah sih, pernah maen kesini beberapa kali. Tapi waktu itu barengan ama Anko." Dia menjawabku sambil pergi.

Teman Anko? Mencariku?

Christo muncul dari balik sofa. Seolah bertanya, bagaimana mungkin teman Anko mencariku. Setelah saling melempar pandangan heran beberapa saat, aku akhirnya bangkit sambil merangkul si kucing.

"cewek apa cowok?" tapi Alex sudah jauh kembali ke alamnya untuk sekedar menjawab.

Dari tangga, aku bisa melihat ke pintu depan yang terbuka dan kaki selonjoran seorang cowok yang cukup panjang. Oke, ini jadi semakin aneh. Anko tidak mungkin tiba-tiba ingin mengenalkanku pada teman cowoknya kan? Dia lebih mungkin menjualku pada seseorang dari pada mengenalkan.

Aku berdehem menandakan kemunculanku. Dia langsung menengok dan berdiri.

"Hai Kay."

Sangat ramah. Aku sampai mundur satu langkah karena kaget disapa dengan begitu ramah. Christo pun sempat terpekik karena tiba-tiba terpeluk terlalu erat.

Cowok ini.

Reihan. Anak ketua yayasan sekolah kami. Sekelas dengan Anko. Dia kapten bola tahun lalu. Anko pernah naksir dia, tapi di tolak. Anko pernah ditolak dan sejak saat itu aku untuk pertama kalinya punya bahan untuk merendahkan miss universe kami. Seratus meter didekat Reihan, para cewek bisa langsung meleleh terpesona. Sumpah aku tak bohong. Dia hanya terlihat sangat mempesona.

Dengan semua kehebatan itu, dia tak mungkin kesini ingin mencariku kan.

"Anko nya lagi gak ada di rumah. Katanya tadi mau ke mall. Ada pesan? Ntar gue sampein." Ya, aku sudah sangat pasrah.

Alex sialan. Kalau saja dia sekedar mengingatkanku, aku menyesal tak sekedar mengecek kaca. Bagaimana rupaku sekarang? Aku sangat ingat belum menyisir rambut hari ini. demi tuhan, ini hari libur. Siapa yang menyisir rambut?

"boleh duduk?" tanyanya sambil tersenyum.

"tapi Anko nya gak ada di rumah loh."

"jadi gak boleh duduk kalau Anko nya gak ada?" matanya sedikit mencipit di saat tersenyum. Aku sempat merasa waktu berhenti dan sakura berterbangan dibelakangnya.

"huh? Eh." Sadar Kayla! "Sorry. Ya udah, silahkan duduk. Mau minum apa?"

"es jeruk boleh?" aku mengangguk dan menurunkan Christo untuk membuat minum. Tapi Christo malah ngotot bertahan dibajuku.

"tunggu bentar ya honey, lagi ada tamu. Kamu disini dulu. Temenin dia. Bentar aja." Setelah dibelai manja 3 kali, dia baru mau melepaskanku. Benar kata Alex, jangan-jangan Christo kucing mesum?

Sekitar 5 menit, aku kembali dengan dua gelas es jeruk dan ingin bunuh diri ketika tangan gemetarku sangat kentara saat menaruh minum ke meja. Aku tak terbiasa punya tamu. Apalagi berjenis kelamin laki-laki.

Dia langsung meminumnya. Anak ini haus.

"gimana?" tanyaku.

"apanya?"

"minumnya. Kemanisan gak?"

"oh. Gak. Pas kok."

Lalu hening beberapa saat.

"oya, udah dihubungin Anko nya? Dia gak bakal inget ama janji kalau udah jalan. Coba di telpon."

"gue gak lagi nyari Anko, tapi nyari lo. Lo kenal gue kan?" pernyataan dan pertanyaan macam apa tuh?

"ya." Siapa yang tak mengenalnya? "Terus, ada urusan apa ya? Rasanya kita gak pernah kenalan langsung." Dan aku ragu kalau kakak perempuanku itu bahkan pernah mengakui keberadaanku di dunia ini.

"tapi lo kenal adek gue."

Another EngagementWhere stories live. Discover now