"—aku... Aku kan udah gede, jadi gak usah tiup lilin lagi." Sambungnya; membuat gue lagi lagi hanya bisa mengacak rambut—merasa gak berguna.

"Lo harus tiup lilin." Tegas Lewi; menjauhkan handphone untuk sesaat, sementara ia terisak kesakitan; masih mencengkram bed cover erat erat. Buku tangannya hampir semua berwarna putih. "Ya?"

"Lew," gue mengusap bahunya; membuatnya menggeleng pelan, meski akhirnya meringis lagi. Tangannya gemetar kali ini, wajahnya pucat bukan main.

"Kak?"

"Hm?"

"Kakak lagi sakit, ya?"

Lewi menggeleng pelan; meredam dalam dalam isakannya.
"Nggak. Kenapa?"

"We don't have to blow the candle." Lirih Kaka. "Aku minta sama Tuhan biar kakak cepet sembuh, tapi kata om, Tuhan gak mau ngelakuin, kalo kakak gak mau bantu Tuhan..."

"G-Gue nggak apa apa..." senyumnya getir, setelahnya kembali menjauhkan telfon; terisak sembari meredam suara.

"Ka?" Gue merebut handphone Lewi begitu aja, persetan dia mau marah apa gimana; gak ada yang bisa liat dia begitu. "Ka, ini gua, Ben. Nanti malem tiup lilin di rumah aja ya? Sama Calum? Atau Jack?"

"Ben," Geleng Lewi, berusaha merebut handphonenya kembali; yang gagal, tentu saja, karena gue kini menjauh darinya. "Jangan..."

"Ya, Ka?" Tanya gue, meski terpaksa mengabaikan ujaran Lewi. "Atau mau tiup lilin di sekolah?"

"Aku nggak mau tiup lilin." Sahutnya, entah kenapa. "Bilang kakak cepet sembuh ya, om..."

"I-Iya." Angguk gue, yang juga merasa bersalah pada Lewi, karena kali ini ia terdiam pasrah begitu aja. Untung Kaka sekarang udah dewasa, jadi ngerti.

"Aku berangkat sekolah dulu ya." Tukas Kaka lagi. "Handphonenya aku kasih ke om Jack."

"Oke." angguk gue. "Dah, Ka. Happy birthday, ya."

Suaranya tak terdengar lagi; Jack juga pasti memutuskan sambungannya, karena sekarang tidak ada lagi nada sambung.

"Lew—"

"Shut up." Sergahnya; kembali berbaring, kali ini memunggungi gue.

Ah, ngambek kan.

"I'm sorry." Tukas gue, yang tidak digubrisnya.

Biarin dulu deh, butuh waktu sendiri kali.

Gue berjalan gontai; kali ini berbaring di sofa. Pikiran gue melayang pada calon istri gue yang kini masih di vietnam; udah gak gue hubungi selama lima jam, karena gue sibuk bukan main. Gue bakal dicerain sebelum nikah ga, ya?

"Lewi?"

Mampus, mama.

Pura pura tidur, ah. Ribet, kalo sampe gua disangka nangisin Lewi.

"Lewi? Gimana, masih sakit?"

Gue masih akting tidur; mama gak sadar. Kalo gua pura pura jatoh, pasti langsung nengok.

"Ma?"

"Hm?"

"I don't feel well."

"You are not well, honey."

"Its not that—"

"—its not that im physically not-well, i know for sure that im sick as frick."

"—tentang Kaka..."

"—dia pikir lewi 'terlalu sakit' buat ngerayain ulang tahun dia..." sambung lewi.

"Tapi lewi emang gak enak badan, kan?" Tanya mama, membuat gue mengintip sedikit; kini beliau duduk di samping lewi, mengusap lembut rambutnya.

"Kenapa lewi mau rayain ulang tahun Kaka?" Tanya mama lagi. "Lewi sayang banget ya, sama Kaka?"

"Lewi takut..." suara lewi bergetar kali ini. "Lewi takut, waktu kaka sembilan tahun nanti, Lewi ngga bisa rayain lagi..."

"Lewi," mama kembali mengusap rambutnya; gue ngintip, makanya tau. "Kaka ngerti, kok. Kaka juga bilang ke mama waktu itu, kalo dia ulangtahun, dia cuma mau orang orang inget; dia ngga butuh kado, dia ngga butuh kue."

"—karena dari dulu, dia gak pernah ngedapetin itu di keluarganya. Orang rumah selalu lupa dia ulangtahun."

"Kaka juga bilang sama mama, kalo kaka sayang banget sama Lewi."

"Lewi gak ngelakuin apa apa pun, kaka juga udah sayang."

"Yang penting buat lewi, kaka bahagia, kan?" Tanya mama, "Dan kaka, dia juga mau lewi begitu."

"Gak semua kakak laki laki bisa sayang sama adeknya, kayak lewi..." senyum mama. "She loves you, more than she love herself."

"Kalo lewi ternyata nanti gak bisa ngerayain ulangtahun Kaka lagi..." suara mama bergetar sekarang. "Seenggaknya, Lewi udah bikin Kaka bahagia selama ini."

"—dan buat mama, yang paling penting sekarang, itu Lewi bahagia."

"Bahagia sama Kaka,"

"—sama papa mama,"

"—sama jack, ben, mali, calum,"

"—sama semua yang sayang sama lewi."

"Ya?" Tukas mama lagi; lewi sukses nangis, begitu juga gue.

Ngga, gue ngga ikut ikutan; gue cuma jadi ikutan takut lewi pergi.

Gak ada yang siap, lew.

Jangan pergi dulu.

"Ben?" Panggil mama; Mampus, akting gue ketauan!

Gue terdiam, kembali melangsungkan akting gue yang hampir ketauan; gak bisa gantiin tom cruise buat mission impossible dong, kalo gini aja ketauan....

"Mimpi buruk, mungkin." Sahut mama, membuat Lewi tertawa kecil; setelahnya, ia sudah berada di pelukan mama.

Jangan pergi, Lew.

Gue—nggak. Kita, kami, mereka; semuanya masih butuh lo.

***

Akhirnya, lewi harus menjalani operasi dadakan; karena ia makin kesakitan dari waktu ke waktu.

"Om!"

"Ben!"

Gue menoleh; mendapati Jack dan Kaka yang kini setengah berlari menuju ruang tunggu operasi. Kaka masih mengenakan baju sekolah, begitu juga dengan Jack yang masih mengenakan baju kerja.

"Gue gak ketemu investor buat ini." Jack terengah; berusaha mengatur nafas. "Woy, nafas gue tinggal di idung, tolong."

"Om, kakak gimana?" Tanya kaka, kali ini duduk lemas di lantai begitu saja.

"Lewi masih di dalem..." lirih gue. "Doain dia baik baik aja, ya..."

Kaka mengangguk lemas; masih duduk di lantai, tidak bergeming sedikitpun; begitu juga dengan Jack yang berdiri hampa, bikin gue pegel juga lama lama ngeliatnya.

Mama dan papa, mereka berdua berjaga di ruang tunggu operasi; kalau kalau ada berita dari tim dokter.

Gue duduk pasrah di bangku; sekarang filosofi tai menjadi pegangan hidup gue; dimana gue hanya pasrah mengikuti arus air, seperti tai yang mengambang.

Semoga semua baik baik aja.

***

WOYYYY AKHIRNYA LAPORAN METODE RISET SELESE JUGAAAA TOLONG MO MAMPUS OTAK GUA BERCECERAN ALHAMDULILLAH SKRG SELESE!!!

mangat gengs juni juli agustus libur ampe tolol:*

(Hopefully) Lots of sks,
-brunaw

Kakak • lrhHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin