V. Conscious

17.3K 1.3K 15
                                    

Udara dingin berhembus pelan, embun-embun yang menempel di dedaunan belum juga menghilang. Sebuah pagi yang nyaman untuk orang-orang mencari kehangatan, termasuk bagi para werewolf.

Alexander berusaha mengeratkan selimutnya. Namun suara ramai cicitan burung tampaknya cukup mengganggu pendengaran sang alpha.

Lelaki itu perlahan membuka mata. Ia mengerjapkan matanya pelan, berusaha mendapatkan kesadarannya kembali. Alexander mengamati sekitarnya. Ia baru teringat jika semalam ia terlelap di guest room hotel miliknya.

Lelaki itu mengalihkan pandangan hingga matanya menangkap sosok gadis yang tengah tertidur pulas di sampingnya. Gadis itu terlihat tenang dengan napas yang menimbulkan ritme beraturan.

Aroma manis yang menguar dari tubuh itu, Alexander yakin jika sosok itu adalah mate-nya. Namun bukan hal itu yang menjadi fokus perhatian Alexander sekarang.

Bagaimana ia bisa berada seranjang dengan mate-nya pagi ini. Sh*t!

Memori mengenai kejadian semalam berputar layaknya sebuah film.

Apa yang telah ku lakukan?

Lelaki itu terus mengumpat di dalam hati. Hal seperti ini tidak seharusnya terjadi. Ini salah. Apalagi mengingat janji sakral yang telah direncanakan dengan gadis pujaan hati tinggal menghitung hari.

Tangannya mengusap wajah hingga rambut kasar. Ia benar-benar kacau.

Pandangan Alexander kembali terarah pada wanita yang tengah tertidur dengan lelap itu. Gadis asing itu adalah mate-nya. Ia mulai bersalah namun kemudian ia kembali teringat dengan Catrice. Apa yang akan terjadi jika calon istrinya sekaligus calon lunanya menemukan apa yang telah ia lakukan? Apa yang harus ia katakan pada Catrice?

Dan lagi, ia juga tidak bisa lepas begitu saja terhadap mate-nya. Ia bahkan telah melakukan perbuatan yang kotor terhadap gadis di itu. Ia tidak bisa melupakannya begitu saja. Ia memang masih belum mengenal sepenuhnya gadis itu, tapi dan yang pasti gadis itu adalah mate-nya, seseorang yang seharusnya di takdirkan untuknya.

"Kembali ke mate!" Ray menggeram marah di dalam kepalanya.

Namun kemarahan yang ditunjukkan Ray tidak mengubah pikirannya. Ada begitu banyak yang harus ia pertimbangkan, dan gadis itu ... tidak, ia tidak bisa. Ia akan mengecewakan banyak orang, ia akan mengecewakan keluarganya, ia akan mengecewakan pack dan yang pasti ia akan mengecewakan Catrice.

Dengan cepat Alexander bangkit lalu menggapai beberapa pakaiannya yang sudah tergeletak tak beraturan di lantai. Alexander segera mengenakannya lalu bergegas meninggalkan ruangan. Namun sebelum ia pergi, Alexander sempat menuliskan sebuah note yang kemudian ia letakkan di atas meja.

****

Evelyn terbangun oleh udara dingin yang membuatnya tidak nyaman. Ia berusaha mengeratkan selimutnya sekali lagi. Namun ia tersadar, ia harus membuka kafe pagi ini. Segera Evelyn bangun dari posisi berbaringnya.

Pergerakan tubuh yang tiba-tiba membuat kepalanya terasa berdenyut. Ia merasa benar-benar gila semalam.

Tangannya perlahan memijit kepala hingga nyerinya sedikit berkurang. Lalu Evelyn berusaha bangkit, namun pergerakannya terhenti ketika ia merasakan nyeri di sekujur tubuh, terutama pada bagian bawah.

Evelyn mulai mengamati dirinya. Ia baru sadar jika tubuhnya tak terbalut sehelai benang pun, hanya sebuah selimut yang melindungi tubuh polos itu dari udara dingin.

Apa yang telah terjadi?

Mata abu-abunya teralih pada bercak kemerahan yang mengotori bedcover putih itu. Neuron otaknya seakan langsung terhubung setelah mendapati beberapa fakta yang ia temukan.

Oh ya Tuhan! Ini tidak mungkin! Tidak mungkin terjadi! Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?!

Rasa cemas mulai menguasai dirinya.

Okay Eve, calm down.

Gadis itu berusaha mengingat-ingat kejadian semalam. Dimulai dari pesta, lalu ia menemukan mate-nya hingga berujung perasaannya yang campur aduk, lalu saat seseorang menawarkan segelas jus yang membuat kesadarannya menurun, dan berakhir di ruangan ini. Ia bahkan tidak mengingat seluruh kejadian yang ia lewati semalam. Sepertinya seseorang telah mencampurkan sesuatu kedalam jus yang ia minum.

Evelyn buru-buru bangkit dari posisinya. Ia segera mengambil barang-barang yang tertinggal sebelum berusaha keluar dari ruangan itu.

Tetapi sebelum benar-benar meninggalkan ruangan itu, pandangan gadis itu sempat menemukan secarik kertas yang ada di atas nakas. Jari-jari panjangnya meraih kertas putih itu sebelum mengamati sesuatu yang tertulis dengan tinta hitam di atasnya.

Hanya ada deretan angka, tanpa nama.

Namun indra penciuman wolf-nya dapat menangkap aroma pudar yang menguar dari kertas. Aroma yang menarik sisi serigala dalam dirinya. Aroma memabukkan yang dimiliki oleh seseorang yang seharusnya menunggu kedatangan dirinya, yang meneguhkan hatinya untuk mate seorang dan bukannya wanita lain.

Seluruh tingkah laku yang Alexander tunjukkan semakin memperjelas bahwa ia tidak menginginkan dirinya. Lelaki itu telah mengambil keuntungan darinya.

Netra milik gadis itu kini kembali berair semenjak terakhir kali ia meneteskan air mata semalam.

Brengsek!

Ingin rasanya Evelyn merobek kertas itu menjadi potongan-potongan kecil lalu membakarnya hingga menjadi abu. Terakhir, ia mengubur abu kertas itu dalam-dalam atau melarungkannya sampai ke samudera.

Namun lagi-lagi gadis itu mengikuti pemikiran warasnya dan memilih menyimpan kertas berisi nomer telepon itu ke dalam saku. Selanjutnya, iaa segera memasang heels rendahnya dan berjalan tenang keluar dari ruangan asing itu.

****

Dan pagi itu, di sebuah tempat berbeda, seorang pria berjalan dengan langkah lebarnya menusuri isi bangunan. Ia tergesa-gesa, ketika sosok itu memintanya untuk datang menghadap.

Bangunan itu gelap dan dipenuhi bau sisa pembakaran tembakau serta botol-botol bir yang berserakan di sudut ruangan. Ada beberapa ceceran darah kering menghiasi lantai di sepanjang koridor. Hingga ia akhirnya di hadapkan pada sebuah pintu.

Lelaki itu bertubuh jangkung itu menarik napas dalam. Dengan jantung yang berdetak kencang, ia memberanikan diri untuk memutar knob. Berhadapan langsung dengan seseorang yang ada di balik pintu .

Dari ujung ruangan, mata bak predator itu menyapa lelaki yang baru saja masuk, "Apakah ada perkembangan dari pengintaian kita?"

Lelaki itu tidak berani berhadapan mata dengan pimpinannya, semenjak ia memasuki ruangan itu, ia terus menunduk seolah dirinya adalah seekor kelinci kecil di hadapan serigala. "Belum ada Master. Tapi kita telah berhasil sedikit mengacaukan pesta milik keluarga alpha."

"Good," ucap sosok berpakaian hitam itu datar.

"Beberapa insiden telah terjadi kemarin. Dan orang-orang kini mulai mempertanyakan keamanan pack mereka," ucap si lelaki masih dengan sedikit getaran kentara dalam suaranya.

Sosok itu kemudian meletakkan sebuah pistol yang sedari tadi ia mainkan di tangan. Ia kembali mengalihkan pandangannya pada lelaki jangkung di hadapannya. "Sepertinya ide mencampurkan sedikit wolfsbane ke dalam minuman tamu memang ide bagus. Kau boleh pergi sekarang," kata sosok itu masih dengan wajahnya yang minus ekspresi.

"Baik."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Secret Mate ✔Where stories live. Discover now