Quentin [4]

10.3K 1.8K 29
                                    

Cybil tampak tergemap mendengar kalimat Quentin, membuat lelaki itu tersenyum simpul. Mereka sedang duduk bersisian di selasar yang menghadap ke arah halaman lumayan luas yang ditanami aneka pohon. Hari itu, Cybil mengajak Quentin mengunjungi rumah penampungan yang dibangun perempuan itu di daerah Bogor. Keduanya baru saja berkeliling dan sepakat akan memulai pengambilan gambar minggu depan. Quentin berencana menyiapkan tiga orang kamerawan yang akan merekam aktivitas di tempat itu.

"Bisa jelasin maksudnya, Tin?" pinta Cybil kemudian.

Quentin sempat meragu, menimbang-nimbang apakah dia harus berterus terang atau sebaliknya. Dia baru mengenal langsung Cybil dalam kurun waktu dua bulan dan berinteraksi lumayan intens selama lima minggu terakhir. Itu pun karena Cybil tertarik dengan usul Quentin untuk membuat film dokumenter. Hubungan mereka tergolong baik. Cybil cukup santai saat berada di dekat Quentin meski tak pernah membahas masalah pribadi.

"Quentin," panggil Cybil dengan suara datar. "Aku pengin tau kenapa kamu pikir aku menyelamatkanmu dua belas tahun lalu."

Lelaki itu menoleh ke kiri, menatap mata Cybil yang berwarna hitam. Hanya butuh lima detak jantung bagi Quentin untuk memantapkan hati. "Kamu punya waktu berapa lama untuk mendengarkan semua?" guraunya, setengah menantang.

Cybil menjawab dengan senyum samar, "Aku punya waktu seharian ini."

Quentin tidak langsung membuka mulut karena ada sekelompok orang melewati mereka dan sempat menyapa Cybil dengan sikap hormat. Setelah merasa tidak ada yang bisa menguping perbincangan mereka, barulah Quentin mulai bicara.

"Tiga belas tahun lalu, mama dan papaku meninggal. Kecelakaan di tol. Aku anak tunggal, terbiasa dekat sama mereka, langsung shock. Singkat cerita, hidupku kacau setahun penuh, aku juga berhenti sekolah, dan mulai terpikir untuk bunuh diri. Lalu, aku ngeliat kamu di tivi. Waktu itu baru aja peluncuran buku Di Balik Topeng. Kamu sempat cerita pengalamanmu di SLTS. Aku bener-bener kagum karena menurutku kamu tangguh banget, Cy." Quentin tersenyum tipis. Sementara Cybil masih menatapnya dengan sungguh-sungguh.

"Apalagi waktu sharing soal keluarga yang justru nyalahin kamu karena kabur. Mereka juga nggak pernah berusaha nyari kamu. Padahal waktu kejadian itu kamu baru lima belas tahun, sebaya aku pas orangtuaku meninggal. Aku depresi, kamu sebaliknya. Kamu berjuang untuk hidup sesuai keinginanmu. Sementara aku malah sering terpikir untuk mati. Saat itu, aku malu sama diri sendiri karena selemah itu. Wawancaramu itu yang bikin aku berubah."

Hening sesaat sebelum Cybil merespons. "Kejadiannya beneran kayak gitu?" tanyanya, seolah tak percaya. Quentin mengangguk mantap.

"Iya. Aku nggak punya imajinasi hebat untuk bisa ngarang cerita kayak gitu." Lelaki itu tertawa kecil. "Aku nyari rekaman wawancara itu di Youtube dan nonton berkali-kali. Setelah itu, aku juga mutusin untuk sekolah lagi meski cuma sampai tamat SMA doang. Lalu fokus belajar mengelola One World. Aku pengin jadi anak berguna yang bisa ngelanjutin cita-cita papaku." Quentin tidak benar-benar menyadari saat dia menepuk punggung tangan Cybil yang ada di pangkuan perempuan itu sebanyak dua kali. "Buatku, kamu itu pahlawanku, Cy. Itulah kenapa aku sempat bertingkah norak."

Lagi-lagi, Quentin tak bisa menahan diri dan memberi tahu Cybil apa yang pernah dilakukannya di masa lalu untuk mendapatkan perhatian perempuan itu. Mata Cybil membulat dan hidungnya mengerut.

"Jadi, kamu yang ngirimin aku banyak hadiah mahal dengan kata-kata 'you are my angel'?" Cybil menuntut jawaban Quentin. "Iya? Itu kamu?"

Mendadak, Quentin merasa dia menghadapi masalah. "Kamu marah?" tanyanya cemas. "Waktu itu, aku cuma remaja enam belas tahun yang merasa baru aja ngedapetin kesempatan kedua. Kalau aku nggak pernah ngeliat wawancara itu, aku yakin sekarang ini kita nggak akan duduk di sini, Cy."

The Sexy Secret [Terbit 19 Januari 2022]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang